Limbah Tekstil Makin Meresahkan

Limbah tekstil makin meresahkan

Limbah tekstil sangat berbahaya bagi lingkungan, sejak masa produksinya. Bahan kimia yang digunakan menjadi ancaman bagi manusia.

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Riak Literasi)

NarasiPost.Com-Banyaknya limbah telah menjadi masalah yang serius saat ini. Kian hari, jumlahnya kian meresahkan. Seperti limbah tekstil di Eropa yang mencapai 12,6 juta ton tiap tahunnya. Celakanya, limbah tekstil yang didaur ulang tidak sampai satu persennya.

Untuk mengatasi masalah limbah tekstil ini, Parlemen Eropa akan menerapkan aturan baru yang memperluas tanggung jawab produsen tekstil. Para pengusaha di bidang ini diharuskan untuk menanggung biaya pengumpulan, penyortiran, serta daur ulang secara terpisah. Skema ini harus diterapkan oleh negara-negara anggota 18 bulan setelah pemberian arahan. (europeantimes.news, 14/02/2024)

Bagaimana sejarah tekstil di dunia? Bagaimana industri tekstil menghasilkan tumpukan limbah? Bagaimana pula solusi Islam dalam hal ini?

Sejarah Awal Tekstil 

Tekstil pada awalnya dibuat dari kain dari serat alami, seperti bulu binatang atau kapas. Dalam laman kimivatama.com disebutkan bahwa tekstil diperkirakan ada sejak zaman neolitikum (8000-2000 SM). Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya gelondong benang dan alat tenun dari batu. 

Pada tahun 5000 SM masyarakat Mesir sudah terampil membuat kain tenun linen dari rami yang halus. Hal itu disimpulkan dari penemuan secarik kain dari bahan yang yang sama. Di samping itu, sejumlah mumi yang ditemukan pada tahun 2500 SM juga dibungkus kain jenis ini.

Sementara itu, pada tahun 3000 SM, masyarakat di lembah Sungai Indus telah mengolah kapas menjadi kain katun. Sedangkan masyarakat Cina membuat kain sutra dari kokon (kepompong) ulat sutra sekitar tahun 2700 SM. Buktinya adalah ditemukannya potongan kecil tenun berbordir yang menempel di patung perunggu dari masa Dinasti Shang (1523-1028 SM)

Penyebaran tekstil ke Barat dimulai pada tahun 300 SM, ketika Iskandar Agung membawa benda-benda yang berbahan katun dari Pakistan ke Eropa. Setelah itu, ia mengembangkan perdagangan kain secara besar-besaran terutama dengan mengimpor wol dari Spanyol, Inggris, serta Prancis. Selain itu, ia juga mengimpor linen dari Mesir, katun dari India, serta sutra dari Persia dan Cina. 

Perkembangan Industri Tekstil 

Industri tekstil diawali dengan ditemukannya roda pemintal serta mesin pembuka kokon sutra. Industri besar-besaran mulai berkembang sejak ditemukannya mesin uap. Penemuan mesin ini membuat produksi benang dan kain pun melonjak.

Awalnya, Spinning Jenny menemukan mesin yang dapat memintal beberapa benang sekaligus pada 1764. Disusul oleh Richard Arkwright yang mematenkan pemintal bertenaga air yang diberi nama Water Frame pada 1769. Kemudian pada 1973, Eli Whitney menemukan mesin pemisah biji kapas. 

Penemuan Serat Sintetis

Pada awalnya manusia hanya menggunakan kain dari serat alami. Namun, pada perkembangan berikutnya, mereka menggunakan serat sintetis. Pada tahun 1884, Hilaire Chardonnet, seorang ahli kimia dari Prancis mengembangkan serat buatan. Rayon yang disebut sutra buatan ditemukan di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1910. Pada pertengahan 1930-an, Wallace H. Carothers, seorang ahli kimia dari AS berhasil mengembangkan nilon. Sedangkan serat poliester dan akrilik dikembangkan antara 1940–1950. (kimivatama.com, 31 Juli 2015)

Konsumerisme, Fast Fashion, dan Limbah Tekstil 

Revolusi industri yang terjadi di Eropa menyebabkan digantikannya tenaga manusia dengan mesin. Pembuatan barang pun dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan dalam jumlah yang besar. Hal ini menyebabkan harga barang menjadi lebih murah. 

Para kapitalis pun makin bersemangat dalam mencari keuntungan. Dalam industri tekstil, muncullah model bisnis yang disebut fast fashion. Fast fashion adalah industri pakaian yang ditujukan untuk pemakaian dalam waktu yang singkat, misalnya pakaian musim dingin atau musim panas.

Produk yang berlimpah dan murah harganya menciptakan budaya konsumtif di tengah-tengah masyarakat. Mereka yang bergaya konsumtif ini akan berlaku boros dalam membeli pakaian. Hal itu mereka lakukan hanya untuk menjaga gengsi.

Selain disebabkan oleh melimpahnya produk tekstil, fast fashion juga disebabkan oleh perubahan tren mode yang cepat. Tren yang cepat berubah membuat perusahaan fesyen harus bersaing untuk memenangkan pasar. Salah satu cara yang digunakan adalah memproduksi pakaian secara cepat dan dalam jumlah yang besar. 

Fast fashion inilah yang mengakibatkan banyaknya limbah tekstil. Tren mode yang cepat berubah, membuat pakaian yang tidak sesuai mode akan segera dibuang. Demikian pula dengan budaya konsumtif akibat fast fashion ini.

Bahaya Limbah Tekstil 

Menurut PBB, industri fesyen menjadi industri yang paling berpolusi. Industri ini menyumbang delapan persen dari total emisi karbon. Penelitian Ellen MacArthur Foundation menyebutkan bahwa jumlah emisi karbon dari industri fesyen lebih besar dari yang dihasilkan oleh industri pelayaran dan penerbangan internasional. 

Di samping itu, limbah tekstil sangat berbahaya bagi lingkungan, sejak masa produksinya. Industri tekstil membutuhkan banyak air dalam pembuatan dan pewarnaannya. Sekitar 79 miliar liter air digunakan untuk industri ini setiap tahunnya. Air bekas produksi ini akan dibuang dan mencemari lingkungan. Jumlah air limbah ini mencapai 20 persen total air limbah global. 

https://narasipost.com/opini/03/2023/thrifting-menjamur-di-tengah-larangan-impor/

Di samping itu, penggunaan serat sintetis seperti poliester juga merusak lingkungan. Saat dicuci, bahan ini akan mengeluarkan mikrofiber yang menambah kandungan plastik dalam air. Mikrofiber merupakan bahan yang sulit diurai secara alami sehingga mengancam kehidupan organisme di perairan.

Setelah pakaian tidak dipakai lagi, akan dibuang dan menjadi limbah. Setiap tahun dihasilkan 92 juta ton limbah pakaian bekas. Hal ini menambah tumpukan gunungan sampah. (kompas.com, 04/05/2023)

Mode bagi Muslim 

Dalam Islam, pakaian tidak sekadar mode. Lebih dari itu, pakaian dibutuhkan untuk menutup aurat. Hal ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim. 

Oleh karena itu, seorang muslim tidak hanya mempertimbangkan mode. Namun, ia akan lebih memperhatikan apakah pakaian itu sesuai dengan aturan syarak atau tidak. Jika tren yang sedang populer tidak sesuai dengan aturan syarak, ia tidak akan mengikutinya.

Meskipun membeli banyak pakaian diperbolehkan, seorang muslim tentu akan bersikap bijaksana dalam hal ini. Hal itu karena setiap perbuatan yang dilakukannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Yang Maha Kuasa di akhirat kelak. Demikian pula dengan setiap harta yang dimilikinya, akan ditanya tentang penggunaannya.

Industri Tekstil dalam Islam

Dalam Islam, pembangunan industri merupakan satu hal yang sangat penting. Industri tekstil termasuk salah satu industri yang berkembang pesat pada masa kekhilafahan Bani Umayyah. Dalam laman sultaneinstitute.com disebutkan bahwa sejumlah wilayah daulah menjadi pusat industri tekstil yang terkenal. Misalnya, Kota Armenia yang menjadi pusat produksi karpet. Sedangkan Kota Mosul menjadi produsen kain katun, linen, serta sutra. Kota Bahrain dikenal sebagai produsen handuk serta selimut. 

Tentu saja, pembangunan industri ini akan tetap memperhatikan lingkungan. Hal itu karena umat Islam menyadari posisinya sebagai khalifah di bumi yang berkewajiban untuk menjaga kelestarian alamnya. Allah Swt. berfirman dalam surah Al-Baqarah [2]: 30,

وَإذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٓاىِٔكَةِ إنِّي جَاعِلٌ فِى الْأَرْضِ خَلِيْفَةً

Artinya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.'”

Oleh karena itu, berbagai industri, termasuk industri tekstil, akan diatur agar tidak membawa dampak negatif atau merusak alam. Misalnya dengan cara mengharuskan perusahaan mengolah atau menyaring limbah tekstil dari bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan. Demikian pula industri tekstil akan lebih mengutamakan penggunaan bahan-bahan yang alami sehingga lebih mudah diurai. Dengan cara demikian, alam akan tetap terjaga kelestariannya.

Wallahua’lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Kematian Oposisi Rusia
Next
Resesi, "Hantu" Perekonomian Global
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

14 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
8 months ago

Ternyata di balik moncernya industri fashion, ada sampah tekstil yang menghantui. Ish, kapitalisme selalu menjadi biang keladi dalam urusan polusi. Bilakah akan sadar para petinggi negeri ini?

Tulisannya menyerahkan, Mbak. Moga para penguasa itu membacanya. Barokallahu fiik

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Afiyah Rasyad
8 months ago

Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin

Sartinah
Sartinah
8 months ago

Iya betul, pernah baca berita tentang industri kapitalis yang sangat berpolusi dan merusak lingkungan. Salah satunya industri pakaian. Sistem ini memang berhasil menggiring manusia untuk hidup hedonis dan konsumtif, sehingga hobi berganti-ganti mode busana, tapi akhirnya pakaian itu cuma jadi limbah yang mencemari lingkungan.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Sartinah
8 months ago

Iya, tiap musim ganti busana, dan hanya dipakai sekali saja. Jadi banyak sampahnya.

Firda Umayah
Firda Umayah
8 months ago

Budaya konsumtif dan fesyen yang diembuskan ideologi kapitalisme memang memiliki pengaruh maraknya industri tekstil saat ini. Sehingga limbah tekstil pun makin bertambah.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Firda Umayah
8 months ago

Itu karena para kapitalis ingin mendapatkan banyak uang tapi tidak memikirkan akibatnya.

Dia dwi arista
Dia dwi arista
8 months ago

MasyaAllah, sejarah panjang perbusanaan. Hingga sekarang jd sampah terbanyak. Tiap season ganti bagi kalangan tertentu

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Dia dwi arista
8 months ago

Betul, Mbak. Sampai koleksi busananya seperti toko baju.

Novianti
Novianti
8 months ago

Model-model pakaian di acara faahion malah ada yang tidak berguna sama sekali. Membuat pemakainya tidak bisa bergerak leluasa. Terkesana aneh. Padahal entah berapa banyak kain yang digunakan. Kerakusan kapitalisme menghasilkan tumpukan limbah yang serius.

Dia dwi arista
Dia dwi arista
Reply to  Novianti
8 months ago

Wah tambah edan itu. Pakaian g jelas. Hehe.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Novianti
8 months ago

Hanya dipakai pas fashion show saja. Membuat bukit sampah menjadi gunung.

Deena
Deena
8 months ago

Tidak menyangka ternyata industri fesyen merupakan industri yang paling berpolusi...
Limbahnya bisa sampai puluhan juta per tahun..

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Deena
8 months ago

Ya Mbak, mengerikan ternyata.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram