Kematian Oposisi Rusia

Kematian Oposisi

Kematian tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny merupakan korban dari kekuasaan yang otoriter dan represif. Kekuasaan seperti ini jelas menyimpang dari ajaran Islam.

Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kematian tokoh oposisi Rusia mencuatkan tanda tanya sekaligus kegeraman. Kematiannya yang tiba-tiba di penjara telah memunculkan dugaan bahwa ia sengaja dihabisi oleh pihak penguasa.

Dilansir dari cnbcindonesia.com (16/2/2024), tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, ditemukan tewas di dalam penjara utara Lingkaran Arktik pada Jumat (16/20). Menurut pernyataan Lembaga Pemasyarakatan Federal Distrik Otonomi Yamalo-Nenets, Navalny merasa tidak enak badan setelah berjalan-jalan di koloni hukuman IK-3 di Kharp, sekitar 1.900 km timur laut Moskow. Setelah itu, Navalny tidak sadarkan diri. Tindakan resusitasi tidak membuahkan hasil positif. Pemimpin oposisi Rusia itu pun dinyatakan meninggal dunia pada usia 47 tahun.

Benarkah Navalny tewas dibunuh? Kenapa Biden menuding Putin yang menjadi dalang di balik kematian Navalny? Bagaimana pandangan Islam ketika ada pihak yang bertentangan dengan penguasa?

Kematian Tokoh Oposisi Rusia

Alexei Navalny adalah tokoh oposisi Rusia yang paling vokal dan paling banyak mendapat pengakuan internasional. Navalny yang juga mantan pengacara dan aktivis antirasuah ini pernah memenangkan Hadiah Sakharov Uni Eropa untuk hak asasi manusia pada tahun 2021. Navalny memang sangat getol mengungkap korupsi yang melibatkan elite pejabat negara.

Kematian Navalny dalam penjara tak pelak memunculkan kecurigaan bahwa ia sengaja dibunuh. Apalagi, sebelumnya ia pernah mengalami percobaan pembunuhan pada tahun 2020. Sebagai tokoh oposisi yang kerap melontarkan kritik kepada penguasa, Navalny tentu sangat tidak disukai. Ia dianggap sebagai ancaman yang harus dihilangkan.

https://narasipost.com/opini/09/2021/antara-demokrasi-oposisi-dan-peran-partai-politik/

Perlu diketahui bahwa ketika meninggal, Navalny tengah menjalani hukuman 19 tahun penjara dengan tuduhan ekstremisme. Navalny ditahan di IK-3 yang dijuluki ‘polar wolf’ atau ‘serigala kutub’ yang terletak jauh di atas Lingkaran Arktik. Pulau ini terkenal dengan kondisi alamnya yang sangat keras. Penjara ini hanya diperuntukkan mereka yang dituduh melakukan kejahatan terburuk.

Kematian Navalny Ulah Rezim Otoriter

Keluarga dan para pendukung Navalny meminta klarifikasi atas kematian tokoh oposisi Rusia itu di penjara pemerintahan Putin. Mereka mencium ada yang tidak wajar dengan kematian Navalny. Pihak keluarga, khususnya orang tua Navalny yang ditolak saak akan melihat jenazah putranya makin menguatkan dugaan tersebut.

Orang-orang berkumpul memperingati kematian Navalny. Mereka menuntut pertanggungjawaban Kremlin atas kematian Navalny. Mereka mengecam kekerasan yang dilakukan oleh pemerintahan Putin. Namun, aparat mencoba menghentikan aksi itu. Polisi menangkap sejumlah orang di Moskow. Jaksa memperingatkan warga untuk tidak ikut melakukan aksi protes.

Reaksi juga datang dari luar Rusia. Sejumlah tokoh dunia mengecam tindakan represif Rusia terhadap tokoh oposisi. Mereka juga memberikan penghormatan terakhir untuk Navalny yang dianggap sebagai lawan Putin paling tangguh.

Vladimir Putin sendiri memang terkenal dengan tangan besinya. Dengan totalitarianismenya, Putin kerap bertindak otoriter dan represif. Ia tak segan menyingkirkan lawan-lawannya, baik secara halus maupun kasar. Mereka yang berseberangan dengannya akan dikucilkan, dihalangi ikut pemilu, dipenjara, atau bahkan dihabisi. Kematian tokoh oposisi Rusia, Alexei Navalny, merupakan korban dari kekuasaan yang otoriter dan represif.

Polisi Dunia Bertindak

Kematian Navalny juga mendapat respons dari Presiden AS, Joe Biden, yang menyalahkan Putin atas kematian Navalny. Meskipun belum tahu persis apa yang terjadi, tetapi Biden tak ragu mengatakan bahwa kematian Navalny akibat ulah Putin dan premannya.

AS akan memberikan sanksi besar kepada Rusia atas kematian Navalny. Biden menyebut bahwa sanksi ini sebagai penghormatan untuk Navalny yang berani melawan korupsi dan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintahan Putin.

Seperti biasanya, sebagai negara adidaya, AS bertindak selayaknya polisi dunia dengan memberi sanksi kepada Rusia. Kepentingannya adalah untuk melemahkan posisi Rusia sebagai saingannya di dunia internasional. Terbukti, respons AS dalam kasus ini diikuti oleh sejumlah pemimpin Barat lainnya. Mereka turut mengecam tindakan represif Rusia terhadap kalangan oposisi seperti Navalny.

Namun, jika direnungkan, respons AS ini sebenarnya bisa dilihat sebagai bentuk kemunafikan. Bukan untuk meremehkan kematian Navalny, tetapi kenapa AS tidak berlaku yang sama ketika puluhan ribu rakyat Palestina terbunuh karena ulah Israel?

Jawabannya adalah karena Israel menjadi alat AS untuk melanggengkan esksistensinya, terutama di dunia Islam. AS akan menjaga Israel sebagai alat kepentingannya. Ketika AS membela individu atau negara mana pun yang bertentangan dengan Rusia, sejatinya itu untuk menguatkan kedudukan AS sebagai negara adidaya.

Jika kita melihat konstelasi politik dunia saat ini, AS dan Rusia merupakan negara besar. Keduanya bisa dikatakan sebagai negara adi daya. Hanya saja memang posisi AS masih tetap yang paling atas. Keduanya saling bersaing untuk meningkatkan pengaruhnya di dunia.

Meskipun di depan layar seperti bermusuhan, tetapi keduanya kadang kala bersekutu ketika memiliki kepentingan yang sama. Rusia dan AS mempertahankan hubungan luar negeri yang signifikan dan strategis secara global. Kedua negara ini memiliki kepentingan yang sama dalam keselamatan dan keamanan nuklir, nonproliferasi, kontraterorisme, dan eksplorasi ruang angkasa. Namun, hubungan kedua negara ini memburuk setelah Rusia menyerang Ukraina pada tahun 2022 lalu.

Perbedaan Pandangan dalam Islam

Dari kasus kematian Navalny yang merupakan oposisi, ada dua hal yang bisa kita selisik. Pertama mengenai pandangan Islam terkait pihak yang berbeda pandangan politik. Kedua tentang mengoreksi penguasa.

Terkait perbedaan pandangan, sejatinya ini adalah hal yang lumrah. Para sahabat pun pernah mengalami perbedaan pandangan. Namun, itu tidak sampai membuat terjadi perpecahan, apalagi sampai melakukan kekerasan terhadap pihak lain. Mereka justru mendukung dan mengikuti pendapat orang lain yang dipandang lebih kuat.

Salah satu contohnya ketika di masa Khalifah Abu Bakar muncul para pembangkang zakat, maka Abu Bakar memerintahkan untuk memerangi mereka. Namun, Umar tidak menyetujuinya karena mereka masih bersyahadat dan menunaikan salat. Abu bakar mengatakan secara tegas: “Demi Allah, saya akan memerangi siapa saja yang memisahkan salat dengan zakat. Zakat adalah kewajiban harta.”

Keteguhan dan ketegasan Abu bakar ini meluluhkan Umar sehingga ia berkata: “Demi Allah, tidaklah ada pada dirinya kecuali aku menyaksikan Allah ‘Azza wa Jalla telah melapangkan hati Abu Bakar untuk memerangi (para penolak zakat) sehingga aku mengetahui bahwa ia benar.”

Abu Bakar sebagai khalifah memutuskan kebijakannya untuk memerangi mereka yang menolak membayar zakat dan Umar pun mengikutinya. Dalam tataran negara, khalifah adalah penentu kebijakan. Khalifah adalah yang berwenang untuk mengadopsi dan melegislasi hukum.

Legislasi hukum oleh khalifah akan menghilangkan segala perbedaan pendapat di kalangan umat. Ketika khalifah sudah menetapkan suatu hukum, maka wajib ditaati secara lahir dan batin oleh seluruh rakyat.

Kewajiban Mengoreksi Penguasa

Ketika terjadi penyimpangan kekuasaan oleh penguasa, maka ia harus diingatkan agar kembali ke jalur yang benar. Inilah aktivitas mengoreksi penguasa. Aktivitas ini termasuk dalam amar makruf nahi mungkar yang merupakan suatu kewajiban. Bahkan, mengoreksi kebijakan penguasa yang zalim adalah aktivitas yang mulia sebagaimana hadis Rasulullah saw.:

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Jihad yang paling utama adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa zalim.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Mengoreksi penguasa dilakukan secara terbuka karena dampak dari kebijakannya yang zalim mengenai orang banyak. Mengoreksi penguasa tidak dilandasi kebencian pada pribadinya, melainkan atas tindakannya yang menyalahi aturan syariat. Mengoreksi penguasa bukan untuk menghina atau mempermalukannya, tetapi justru untuk mencegahnya berbuat zalim. Kritik kepada penguasa adalah agar ia senantiasa menjalankan kekuasaan sesuai perintah syarak.

Kemungkaran Harus Dihentikan

Menghalang-halangi orang yang sedang melakukan amar makruf nahi mungkar sama artinya melakukan kemungkaran. Ia mencegah orang lain melakukan kebaikan dan membiarkan kemungkaran tersebut. Meskipun ia tidak berlaku zalim, tetapi ia malah membantu melanggengkan kezaliman yang seharusnya dihentikan.

Begitu pula saat mendiamkan kesalahan penguasa atau kebijakannya yang zalim berarti mendiamkan kemungkaran. Akibatnya, kerusakan tak terhentikan dan kemaksiatan akan terus merajalela di tengah kehidupan masyarakat. Ini jelas akan mengundang murka Sang Pencipta sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah dalam hadis riwayat Abu Dawud berikut:

مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي ثُمَّ يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا ثُمَّ لَا يُغَيِّرُوا إِلَّا يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ

“Tidaklah ada suatu kaum, yang di tengah-tengah mereka berbagai kemaksiatan dilakukan, yang mampu mereka ubah, tetapi tidak mereka ubah, melainkan sangat mungkin Allah meratakan atas mereka azab-Nya.”

Rakyat boleh menyampaikan pendapatnya secara langsung. Rakyat juga bisa menyuarakan pendapatnya melalui wakil rakyat di majelis umat. Majelis umat ini merupakan orang-orang yang dipilih umat untuk mewakili mereka. Wewenang majelis umat salah satunya adalah mengoreksi penguasa tentang berbagai hal yang dianggap sebagai kekeliruan.

Siapa saja yang berbuat mungkar harus dihentikan tanpa melihat status dan latar belakangnya. Ini bukan lagi masalah hak untuk menyampaikan pendapat, tetapi sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk menghentikan kemungkaran sesuai dengan kemampuannya. Jangan sampai ada pembiaran atas terjadinya pelanggaran syariat.

Penguasa Tidak Alergi Kritik

Di sisi lain, ketika mendapat kritik, penguasa tidak boleh alergi. Seorang pemimpin atau penguasa sejatinya sedang menjalankan amanah sebagai pelayan rakyat. Karena itu, sebagai orang yang menjalankan tugas melayani rakyat, penguasa tentu harus siap dikritik dari orang yang sedang dilayaninya.

Sikap legawa terhadap kritik atau masukan ini dicontohkan oleh para penguasa muslim di masa lampau. Salah satunya dari Khalifah Umar bin Khaththab yang tunduk ketika ada seorang perempuan mengkritiknya terkait pembatasan mahar perempuan. Alih-alih marah, Umar justru mendengarkan dan menerima kritik tersebut dengan lapang dada. Ia menjadikan itu sebagai bekal untuk memperbaiki kebijakannya.

Penguasa Tidak Boleh Represif

Seorang penguasa atau pemimpin harus selalu menjadikan aturan Allah sebagai pegangan dalam menjalankan kekuasaan. Teladan ini bisa diambil dari Khalifah Umar yang pernah berpesan agar siapa saja yang melihatnya menyimpang dari jalan Islam untuk meluruskannya kembali meskipun harus dengan pedang. Inilah sikap seorang penguasa atau pemimpin seharusnya.

Ketika sikap ini dimiliki oleh penguasa atau pemimpin, maka ia akan terbuka menerima segala bentuk kritik ataupun aduan dari rakyatnya. Ia menyadari bahwa dirinya adalah manusia yang tak luput dari kesalahan, termasuk saat menjalankan amanah kekuasaan.

Karena itu, ia tidak akan marah atau bertindak repesif terhadap pihak-pihak yang berbeda pendapat dengan dirinya. Ia justru akan merangkul mereka yang berseberangan dengan dirinya dan saling bertabayun. Dengan ikhlas, ia menerima segala masukan dan kritik yang memang benar demi terlaksananya amanah untuk menjalankan hukum-hukum Allah.

Khatimah

Ketika akidah Islam yang menjadi landasan, maka tidak ada kekuasaan yang sifatnya represif atau zalim. Pemegang kekuasaan akan menjalankan amanahnya sebagai pengatur urusan rakyat sesuai perintah syarak. Karena itu, kekuasaan hanya akan mampu memberi keadilan, keamanan, dan kesejahteraan hakiki jika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah.

Wallahu a’lam bishshawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Dakwah Itu Menyenangkan
Next
Limbah Tekstil Makin Meresahkan
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

9 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
De Naaa03
De Naaa03
8 months ago

sungguh hanya Idelogi Islam satu²nya yang patut di terapkan di dunia ini

Sartinah
Sartinah
8 months ago

Di sistem kapitalisme memang seperti berlaku hukum rimba. Siapa yang kuat dia menindas dan menghabisi yang lemah. Ketika seseorang mengoreksi penguasa dan umumnya para penguasa di sistem ini memang antikritik, maka dengan kekuasaannya sangat mudah untuk menghabisi orang itu.

Firda Umayah
Firda Umayah
8 months ago

Sistem kapitalisme yang katanya menjunjung tinggi HAM termasuk dalam berpendapat nyatanya hanya slogan. Karena di saat rezim terancam, maka pihaknya akan menyingkirkan apa yang menjadi ancamannya.

Mahyra senja
8 months ago

Islam solusi dalam segala problematika umat

Mimy Muthmainnah
Mimy Muthmainnah
8 months ago

Masyaaallah luar biasa kepemimpinan dalam Islam benar2 sosok yg berkepribadian kuat, bertakwa dan bijaksana. Siap memimpin artiinya siap pula utk dikritik dan menerima kritikan sepedas / berseberangan apa pun kritikan itu.

Rasulullah saw. manusia mulia saja mau menerima kritikan. Karena beliau juga menyadari sebagai manusia biasa bisa berbuat kesalahan dalam mengambil keputusan. Maka sangat aneh pemimpin sekarang jika ada rakyatnya mengkritik gak mau dikritik dan selalu merasa benar atas kebijakannya. Otoriter buah dari sistem kapitalisme dn sosialis

Keren mb Dina naskahmu mencerahkan sekali. I like full

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
8 months ago

Selain sistem Islam, tak ada yang menjaga nyawa dengan sungguh-sungguh.

Oposisi ataupun bukan, dalam sistem kapitalisme ataupun komunisme, jika mereka berseberangan pendapat, bisa-bisa tinggal nama saja. Akan ada saja cara menghabiskan mereka.

Keren tulisannya, Kanda
Barokallahu fiik

Deena
Deena
Reply to  Afiyah Rasyad
8 months ago

Wa fiik barakallah..

Puspita Ningtiyas
Puspita Ningtiyas
8 months ago

Kayaknya istilah represif itu muncul karena pendapat rakyat yang kadang berupa kritik itu diabaikan. Di sisi lain pemenuhan kebutuhan rakyat juga tidak terjamin. Di negeri sosialis negara otoriter tapi katanya sih kebutuhan dijamin. Tapi nggak enak juga sih ya..Mending Islam tidak otoriter dan kebutuhan rakyat dijamin

Deena
Deena
Reply to  Puspita Ningtiyas
8 months ago

Betul.. Islam is the best!

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram