“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar.” (Al-Isra: 31)
Oleh. Rahmi Ummu Atsilah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Fitrah keibuan hari ini terkoyak sudah. Sistem kapitalisme sekuler telah menjebak para ibu dalam kubangan penderitaan lahir batin yang menjadikannya bertindak di luar fitrahnya. Bahkan kepada belahan jiwanya sendiri. Anak yang sebenarnya dalam Islam adalah anugerah dan amanah yang harus dijaga dan dilindungi jiwa dan raganya, tega dengan paksa direnggut nyawanya.
Kasus pembunuhan yang dilakukan seorang ibu terhadap anak yang baru dilahirkannya, karena beban ekonomi di Desa Membalong, Belitung, telah membuka mata kita. Betapa seorang ibu pun yang seharusnya adalah sosok paling menyayangi buah hatinya, dapat kalap menghabisi nyawa karena berbagai tekanan kehidupan. Ibu ini dengan tega menenggelamkan bayinya dalam ember karena tidak menghendaki kehadiran sang bayi. Beratnya biaya hidup menjadi alasan tindakan tersebut, miris. (kumparannews.com, 24/01/2024).
Memang, ekonomi bukan merupakan satu-satunya perkara pemicu. Namun, ada banyak faktor yang mendorong tindakan kejam tersebut. Lemahnya iman adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap tindakan maksiat seorang hamba. Termasuk di antaranya membunuh jiwa tanpa dosa, lebih-lebih anak sendiri. Apalagi mengira bahwa kebutuhan anaknya akan menjadi beban yang harus ia tanggung. Hal ini membuatnya merasa bertambah berat dengan beban hidup yang memang sudah berat.
Sebenarnya, bila kembali kepada Islam, maka telah disampaikan bahwasanya rezeki adalah hal yang sudah diatur oleh Allah Swt. Banyak ayat Al-Qur’an yang bisa menjadi pedoman kita dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 40:
“Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberi rezeki, lalu mematikan, kemudian menghidupkan (kembali). Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang demikian itu? Maha Suci Dia dan Maha Tinggi dari apa yang kamu persekutukan.”
Bahkan secara gamblang Allah Swt. mengingatkan dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 31 yang artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa besar.”
Tidak selayaknya bagi orang yang memiliki keimanan kepada Allah Swt. dalam hatinya, merasa khawatir akan rezeki anak-anaknya. Mereka terlahir ke dunia dengan garis rezeki masing-masing yang telah ditentukan Penciptanya. Tugas seorang hamba hanya berusaha menjalankan apa yang diwajibkan atasnya. Yaitu, mengasuh, merawat, mendidik, memenuhi kebutuhan pokok anak-anaknya. Semua dijalankan dengan anugerah rezeki dari Allah Swt. yang bisa jadi lewat perantaraan dirinya sebagai orang tua.
Pemahaman agama kuat, yang dapat melahirkan sebuah keimanan kokoh, hanya dapat diperoleh dengan banyak mempelajari agama, dan dekat dengan orang-orang saleh. Terlebih negara haruslah memfasilitasi akses mendapatkan ilmu agama yang baik guna menjadi bekal dalam kehidupan. Penerapan kurikulum pendidikan haruslah berlandaskan kepada akidah Islam dengan tujuan membentuk kepribadian yang islami bagi para pemeluknya. Apa pun yang dapat merusak dan mendegradasi keimanan harus disingkirkan dari kehidupan.
Terlebih dukungan masyarakat sekitar amat dibutuhkan untuk tetap menjaga kewarasan ibu. Sikap empati dan saling peduli terhadap sesama, membantu orang-orang di sekitar yang membutuhkan uluran tangan, menjadi sedikit penenang di tengah persoalan multidimensi yang melanda hampir sebagian besar masyarakat. Lebih dari itu masyarakat pun memiliki kewajiban untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan ketakwaan. Saling mengingatkan dalam persoalan keimanan.
Dalam persoalan ekonomi sudah selayaknya pemerintah memperhatikan rakyatnya. Karena setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Lebih dari itu pemimpin yang menjadi representasi dari negara tempat rakyat berlindung adalah laksana perisai yang melindungi, menjamin, dan melaksanakan pemenuhan kebutuhan yang menjadi hak-hak rakyatnya. Baik kebutuhan asasi individu yang meliputi sandang, pangan, papan yang pemenuhannya secara tidak langsung oleh negara. Ataupun kebutuhan asasi masyarakat semisal pendidikan dan kesehatan yang wajib dipenuhi secara langsung oleh negara.
Negara yang berasaskan kapitalisme sekuler hanya menjadi regulator bukan pengatur secara langsung urusan masyarakat yang menjamin pemenuhan kebutuhan masyarakat. Warna kehidupan sekularisme berbeda sekali dengan ideologi Islam. Dalam ideologi yang menjauhkan peran agama dalam mengatur kehidupan tersebut, orientasinya adalah teraihnya manfaat materi dalam segala urusan. Wajar saja bila ada ketakutan dari masyarakat yang terlanjur lemah iman, akan tidak mampunya dia menjalani kehidupan dengan kesulitan yang terpampang.
Islam adalah sistem kehidupan yang sahih. Penerapan Islam secara sempurna dalam pemerintahan, yang benar-benar menjalankan fungsinya sebagai negara hanyalah Khilafah Islamiah. Hanya dalam sistem Khilafah telah terbukti dalam sejarah merealisasikan terpenuhinya kebutuhan mendasar individu dan masyarakat. Semuanya berjalan dalam dorongan keimanan yang kuat dan semangat mencari rida Allah Swt. sebagai puncak kebahagiaan. Wallahualam bissawab. []
Menjalani hidup dalam payung sekularisme memang sangat berat, apalagi bagi mereka yang rapuh imannya. Seorang ibu yang terkenal paling memiliki kelembutan dan kasih sayang pun bisa berubah menjadi sosok yang mengerikan. Ini realitas yang terjadi di sekitar kita.
Hidup di alam sekuler sangat memungkinkan tercerabutnya fitrah keibuaan, terbukti dg berseliweran berita pembunuhan bayi ditangan ibunya sendiri di media2 online maupun cetak. Menandakan sistem yg diadopsi hari ini tdk layak utk dilanjutkan solusinya wajib ganti dengan sistem Islam.