Masuk Islamnya Tughluk Timur Khan tidak luput dari dakwah luar biasa Syekh Maulana Khawaja Ahmad. Ketegasan dan keteguhannya mempertahankan akidah patut diteladani.
Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kisah hidup Tughluk Timur Khan erat kaitannya dengan bangsa Mongol. Pada awal abad ke-13, dunia dikejutkan dengan kebangkitan bangsa Mongol. Kekaisaran Mongol didirikan oleh Genghis Khan pada tahun 1206. Kekaisaran ini membentang dari Samudra Pasifik hingga Sungai Danube di Eropa dan Teluk Persia di Jazirah Arab.
Setelah kematian Genghis Khan, putranya yang bernama Ogedei Khan mulai meluaskan wilayah jajahannya sampai ke Persia, Iran. Pada akhir masa pemerintahannya, wilayah Mongol terpecah menjadi 4 khanate yang dikuasai oleh anak-anak dan cucu-cucu Genghis Khan. Lantas, apa hubungan antara Genghis Khan dengan Tughluk Timur Khan?
Kekalahan dan Kebangkitan Kaum Muslim
Tidak banyak buku-buku sejarah yang mengulas masuk Islamnya anak keturunan Genghis Khan. Kebanyakan sejarah mengulas sikap barbar pasukan Mongol dan kebengisan para pemimpinnya.
Porak-porandanya Baghdad, hancur-leburnya perpustakaan Baitulhikmah, bahkan menghitamnya Sungai Efrat akibat tinta buku-buku dari Baitulhikmah yang dibuang hingga kini masih melekat di benak-benak kaum muslim. Pengepungan dan pembakaran Baghdad oleh tentara Mongol akan terus menjadi sejarah kelam peradaban Islam.
Akan tetapi, bangsa barbar yang menjajah tanpa bekal ideologi itu, kekuasaannya tidak bertahan lama. Mereka sebatas bangsa penakluk. Mongol menjajah dan merampas apa pun tanpa bekal peradaban. Mau tidak mau, tetap kaum muslim yang mengisi peradaban negeri-negeri taklukannya.
Siapa Tughluk Timur Khan?
Baghdad hancur tahun 1258 M. Namun, tidak butuh waktu lama, yaitu pada tahun 1260 di bawah pimpinan Syaifuddin Qutuz, kaum muslim berhasil mengalahkan pasukan Mongol di Ainun Jalut.
Perang ini menjadikan interaksi dua bangsa berlangsung intens. Interaksi kaum muslim tidak hanya terjadi di tataran pasukan saja, tetapi menyentuh hingga para khan (kaisar) Mongol. Salah satunya adalah Tughluk Timur Khan. Kisahnya diabadikan di dalam kitab Tarikh-I-Rashidi, karya Mirza Muhammad Haidar Doughlat.
Tughluk Timur Khan merupakan generasi Genghis Khan yang ke-7 dari jalur Chagatai Khan. Dikutip dari buku Tarikh-I-Rashidi karya Mirza Muhammad Haidar Dughlat, Tughluk Timur Khan adalah putra Isan Bugha Khan, putra Dava, putra Barak Khan, putra Kara Isun, putra Mutukan, putra Chaghatai Khán, putra Genghis Khán. Tughluk Timur Khan mendiami Chagatai Khanate yang meliputi wilayah Asia Tengah, Danau Balkhash, Kashgar, Afganistan, dan Zhetysu (bagian tenggara Kazakhstan).
Tughluk Timur Khan dan Syekh Maulana
Dikisahkan, suatu hari Maulana Khawaja Ahmad, seorang alim ulama berhijrah dari Katak (Cuttack) ke Aksu karena terjadi badai pasir dahsyat. Ketika di Aksu, Maulana Ahmad bertemu dengan Tughluk Timur, 16 tahun. Remaja calon khan (kaisar) itu sedang mengadakan pesta berburu. Ia mewajibkan setiap penduduk yang ditemuinya untuk turut serta. Salah satunya adalah Syekh Maulana Ahmad yang menolak turut serta karena tidak tahu-menahu dengan perintah itu.
Tidak terima dengan penolakan sang syekh, Tughluk Timur yang sedang memberi makan anjingnya dengan daging babi menegurnya, “Apakah engkau yang lebih mulia atau anjing ini lebih mulia darimu?”
Syekh Maulana menjawab, “Karena aku beriman maka aku lebih mulia daripada anjing itu. Namun, jika aku tidak beriman, anjing itu lebih mulia dari aku.”
Berjanji Masuk Islam
Sungguh jawaban yang sangat berani dari Syekh Maulana bahwa hal yang menentukan kemuliaan seseorang adalah iman. Tughluk Timur pun membawa Syekh Maulana Ahmad ke tempat yang agak sepi. Terjadilah dialog seputar iman. Jawaban-jawaban Syekh Maulana Khawaja Ahmad sangat mengusik pemikiran khan muda itu.
Ia pun berjanji, “Apabila kelak aku naik takhta, datanglah kembali, aku berjanji akan menjadi seorang muslim.”
Sayangnya, Syekh Maulana wafat sebelum Tughluk Timur Khan naik takhta pada pertengahan abad ke-14. Akan tetapi, Syekh Maulana sempat berwasiat kepada putranya (Syekh Maulana Arshaduddin) untuk menagih janji keislaman Tughluk Timur Khan.
Tughluk Timur Khan dan Syekh Arshaduddin
Beberapa tahun kemudian, tidak mudah bagi Syekh Arshaduddin untuk masuk ke istana Chagatai. Ia berinisiatif mengumandangkan azan subuh di atas menara. Mendengar suara azan, Tughluk Timur Khan terjaga. Ditemuinya sang muazin, lalu menanyakan alasannya.
Syekh Maulana Arshaduddin lantas menjawab dengan berani, “Aku adalah putra dari seseorang yang engkau pernah berjanji padanya, tatkala naik takhta, engkau akan masuk Islam.”
Tughluk Timur Khan membenarkannya. Ia pun masuk Islam. Ini bukan sebatas janji seorang khan, tetapi akhir dari pencarian jati dirinya. Menjadi muslim adalah sebuah keniscayaan. Maulana Arshaduddin kemudian meminta Tughluk Timur Khan membersihkan dirinya, berwudu, lalu mengucapkan dua kalimah syahadat.
Di bawah kepemimpinannya, wilayah Chagatai makin luas sampai di mawara un nahr (tranxosiana). Sekarang meliputi seluruh wilayah Asia tengah.
Keteguhan Pengemban Dakwah
Masuk Islamnya Tughluk Timur Khan tidak luput dari dakwah luar biasa Syekh Maulana Khawaja Ahmad. Ketegasan dan keteguhannya mempertahankan akidah patut diteladani. Demikian pula ketajaman dan kecerdasan argumennya saat “direndahkan” oleh Tughluk Timur sungguh luar biasa.
Bayangkan saja, saat itu Tughluk Timur bersama pasukannya dan serombongan peserta berburu, sedangkan Syekh Maulana hanya seorang diri. Apa yang dihadapinya tergambar di dalam surah Ali Imran ayat 146,
وَكَاَيِّنْ مِّنْ نَّبِيٍّ قٰتَلَۙ مَعَهٗ رِبِّيُّوْنَ كَثِيْرٌۚ فَمَا وَهَنُوْا لِمَآ اَصَابَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَمَا ضَعُفُوْا وَمَا اسْتَكَانُوْا ۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya, “Dan berapa banyak nabi yang berperang, bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut mereka yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu, dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.”
Syekh Maulana tidak gentar, malah menjadikannya sebagai peluang dakwah. Pengemban dakwah yang tidak kukuh imannya, bukan saja membahayakan akidahnya sendiri, tetapi bisa menjadi fitnah bagi umat dan Islam sendiri.
Syekh Maulana Khawaja Ahmad juga sangat bijak dan lihai membaca keadaan, suasana, dan daya pengaruh argumentasi yang dilontarkannya tentang iman dan Islam. Berikutnya, ia bertindak dengan cara yang paling sesuai dengan karakter Tughluk Timur Khan. Ia tidak memaksa Tughluk Timur bersyahadat. Saat Tughluk Timur berjanji akan masuk Islam, dimaknainya sebagai sepenuh janji. Dia mewasiatkannya kepada sang putra untuk menagih janji Tughluk Timur Khan.
Khatimah
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي قَائِمَةً بِأَمْرِ اللهِ، لا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، أَوْ خَالَفَهُمْ، حَتَّى يَأْتيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُونَ عَلَى النَّاسِ
“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegak di atas perintah Allah. Tidak membahayakan mereka siapa pun yang mencela mereka atau menyelisihi mereka. Lalu, tiba keputusan Allah dan mereka meraih kemenangan atas manusia.” (HR. Muslim).[]
masyaallah saya baru baca kisah ini. belum selesai baca buku bangkit runtuhnya khilafah bani abbasiyah. semoga sauatu saat bisa sampai kisah tentang ini. alhamdulillah dapat maklumat tsabiqoh dari tulisan mb haifa
nyambung dengan masa-masa kekhilafahan Bani Abbasiyah ya, Mba.
Masyaallah, keren mba Haifa. Hikmah dari kisah yang luar biasa. Betul pengemban dakwah harus yakin dengan apa yang disampaikannya. Namun, penyampaian dakwahnya harus dibenarkan dengan dalil-dalil yang qod'i.
Nah, betul, Mba
penguasaan dalil qath'i, fakta, dan merangkainya hingga menjadi hujjah luar biasa itu, butuh effort luar biasa juga ya
MaasyaaAllah, kisah yang sangat menggertarkan. Seorang muslim di mana pun akan berpikir siapa saja harus mengenal Islam lalu meyakininya. Barokallohu fiik. Tulisan yang sarat informasi.
Barakallahu fiik untuk mbak Haifa. Kisah ini baru saya ketahui dari mbak Haifa. Membacanya, bagaikan menyusun puzzle tentang peradaban Islam.
dan kita terbata-bata menyusun puzzle itu, Mba
Kaya ini kepingan yang mana lagi ya?
Masyaallah, karakter seorang pengemban dakwah yang luar biasa. Sosok Syekh Maulana benar-benar seperti emas yang berkilau ya. Teladan yang luar biasa.
syekh Maulana sosok langka ya, Mba
Luar biasanya adalah anaknya juga menjadi ulama yg luar biasa pula
Masyaallah ... cerita keislaman terindah. Kebayang betapa orang-orang dahulu sangat konsisten dengan janjinya. Dan terlihat pula bagaimana lisan ulama itu dapat menggetarkan hati seseorang. Katanya nampak sederhana tapi ngena di hati sang calon kaisar. Hingga beliau mengucap janji akam masuk Islam ketika tahta telah di tangannya.
Barakallahufiik, Kak. Tulisannya keren!
Aslinya, dialog2nya lebih menyentuh lagi . Masyaallah.
Barakallah mbk Haifa, begitulah pemimpin dalam Islam tegas, berani dan komitmen. Kalau pemimpin sekarang pastinya sesuai ideologi yang diembannya.
Jadi rindu pemimpin yang berideologi Islam dan pemerintahan yang menjalankan syariat Islam
Barakallah mbak Haifa, tulisan ini juga sebagai nasihat buat saya
Sama pun, Mba. Kita butuh belajar dari sosok2 mereka
MasyaaAllah, begitulah seharusnya sifat pengemban dakwah, seperti Syekh Maulana Khawaja Ahmad yang pandai membaca peluang untuk berdakwah, tanpa dendam, tanpa pemaksaan..
Semoga kita mampu meneladani syekh Maulana dan Rasulullah Saw.
Masyaallah pemaparan sejarah Islam yang sangat baik mba Haifa
Jazakillah khair
Wa fiik jazakumullah khayran, Bunda.