Di Balik Hubungan Bilateral Indonesia-Timor Leste

Hubungan bilateral Indonesia -Timor Leste

Hubungan bilateral harus dilandaskan pada satu pandangan, yakni mewujudkan kemaslahatan umat Islam dan akidah Islam sebagai asasnya.

Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Riak Literasi)

NarasiPost.Com-Hubungan bilateral antara Indonesia dengan Republik Demokratik Timor Leste telah terjalin lama. Tepatnya setelah Timor Leste menjadi negara yang terpisah dari Indonesia pada tahun 2002. Hubungan itu terus terjalin hingga saat ini.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika kedua kepala negara saling mengunjungi. Seperti yang dilakukan oleh Presiden Timor Leste Xanana Gusmao pada Jumat (26/1/2024) sebagaimana diberitakan oleh cnnindonesia.com, 27/01/2024.  Presiden Jokowi menemui pemimpin negara yang dahulu bernama Timor Timur itu di Istana Bogor. Kedua pemimpin negara itu bertemu untuk menandatangani nota kesepahaman dalam berbagai bidang. 

Apa tujuan dari kunjungan Timor Leste ke Indonesia? Apa keuntungan dan kerugiannya bagi Indonesia? Bagaimana pula konsep hubungan bilateral dalam Islam?

Hubungan Bilateral Indonesia-Timor Leste 

Timor Leste menjadi bagian dari Indonesia selama 28 tahun, yakni antara tahun 1975–1999. Setelah merdeka, Indonesia dan Timor Leste pun melakukan kerja sama di berbagai bidang. Pada tanggal 2 Juli 2002, Timor Leste dan Pemerintah Republik Indonesia menandatangani Memorandum of Understanding (nota kesepahaman) dengan Pemerintah Republik Indonesia. 

Salah satu kerja sama Indonesia dengan Timor Leste adalah pada bidang ekonomi. Timor Leste yang masih muda, sangat bergantung pada Indonesia. Dalam repository.uksw.edu disebutkan bahwa 80% barang-barang kebutuhan Timor Leste diimpor dari Indonesia. Berbagai jenis barang pun didatangkan dari Indonesia, seperti bahan pangan, kendaraan bermotor, peralatan elektronik, peralatan rumah tangga, dan sebagainya. Bahkan, bahan bangunan seperti semen juga diimpor dari Indonesia.

Kerja sama kedua negara tidak terbatas pada bisa ekonomi. Dalam kunjungannya ke Indonesia beberapa waktu yang lalu, Xanana Gusmao telah menandatangani nota kesepahaman bersama dengan Presiden Joko Widodo. 

Nota kesepahaman tersebut berisi kesepakatan antara Indonesia dengan Timor Leste dalam beberapa bidang. 

Pertama, menyelesaikan perundingan mengenai perbatasan kedua negara. Dalam hal ini, Indonesia menyambut baik reaktivasi Joint Border Committee (JBC) untuk mengelola perbatasan kedua negara.

Kedua, meningkatkan kerja sama bidang ekonomi dan investasi. 

Ketiga, melakukan kerja sama di bidang teknologi informasi. 

Keempat, menjalin kerja sama dalam infrastruktur telekomunikasi, termasuk rencana Indonesia untuk berinvestasi serat optik. 

Penandatanganan perjanjian ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan yang dilakukan oleh menteri luar negeri kedua negara pada tahun 2023. Saat itu, kedua menteri sepakat untuk mulai membahas perjanjian pembentukan zona perdagangan bebas di perbatasan kedua negara. Tepatnya di kawasan industri yang terletak di antara Distrik Oecusse, Timor Leste dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Keuntungan dan Kerugian bagi Indonesia

Kerja sama dengan Timor Leste ini memberikan keuntungan sekaligus kerugian bagi Indonesia. Keuntungannya adalah meningkatkan pendapatan dan devisa negara dari ekspor Indonesia ke Timor Leste. Di samping itu juga meningkatkan daya saing ekonomi.

Sedangkan kerugiannya adalah masuknya budaya asing melalui pertukaran pelajar antara kedua negara. Di samping itu, munculnya bahaya berupa kebocoran data jika terjadi pertukaran informasi data melalui kerja sama di bidang teknologi informasi. 

Satu hal yang patut diperhatikan adalah masuknya campur tangan asing dalam hubungan kerja sama ini. Betapa pun, para kapitalis tidak akan membiarkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Hal itu karena kebahagiaan materi adalah tujuan utama mereka.

Kerja Sama Bilateral dalam Sistem Kapitalis

Setiap negara akan menjalin hubungan dengan negara lainnya. Jika hubungan itu terjadi antara dua negara, disebut dengan hubungan bilateral. Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani dalam Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (2005) menjelaskan definisi hubungan ini. Menurut mereka, hubungan bilateral adalah hubungan timbal balik antara dua pihak dan pelaku utamanya adalah negara.

Hubungan bilateral merupakan hubungan yang saling menguntungkan. Biasanya, hal ini diterapkan pada bidang politik, ekonomi, serta keamanan kedua negara. Hal ini dapat terwujud jika kedua negara memiliki hubungan diplomatik.

Saat ini, Indonesia telah menjalin hubungan bilateral dengan 162 negara. Ada tiga motif yang mendorong negara melakukan hubungan tersebut. Pertama, memelihara kepentingan nasional. Kedua, memelihara perdamaian. Ketiga,meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Motif ini pula yang dimiliki Indonesia dalam menjalankan hubungan tersebut. Kemlu.go.id menyebutkan bahwa Indonesia selalu mempromosikan bentuk kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai saling menghormati. Di samping itu, Indonesia juga tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain serta menolak penggunaan kekerasan. Indonesia juga melakukan konsultasi dan mengutamakan konsensus dalam mengambil keputusan.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa kerja sama antarnegara dalam sistem demokrasi saat ini jauh dari nilai-nilai Islam. Kerja sama ini hanya mengutamakan kepentingan nasional dan menolak penggunaan kekerasan, meskipun hal itu seharusnya dilakukan. Akibatnya, negara tidak akan berbuat apa-apa jika ada negara lain yang membutuhkan bantuan militer karena di samping akan mengancam kepentingan nasional, juga tidak sesuai dengan asas politik luar negeri. 

Kerja Sama Antarnegara dalam Islam 

Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aktivitas manusia, termasuk dalam masalah politik. Demikian pula, Islam memiliki aturan dalam menjalankan politik luar negeri, termasuk hubungan bilateral. Dalam Islam, politik luar negeri dilandaskan pada beberapa asas. 

Syekh Ahmad Athiyat dalam muslimahnews.net menjelaskan beberapa asas hubungan luar negeri dalam Islam. 

Pertama, akidah Islam sebagai asas dalam melakukan hubungan dengan negara-negara lain. Hal ini berdasarkan teladan dari Rasulullah saw. yang mengirimkan surat-surat kepada para penguasa di Jazirah Arab untuk menyebarkan Islam. 

Kedua, hubungan dengan negara lain ini hanya boleh dilakukan oleh kepala negara. Landasannya adalah hadis Rasulullah saw. riwayat Bukhari dan Muslim,

الإمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

Kepala negara merupakan pemimpin bagi rakyatnya. Ia juga yang bertanggung jawab saat melakukan hubungan dengan negara lain. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang berwenang mengadakan hubungan dengan negara lain kecuali dia.

Ketiga, hubungan dengan negara lain itu harus berlandaskan pada perspektif Islam. Misalnya, hubungan dengan negara yang memusuhi Islam adalah hubungan perang. Sedangkan dengan negara yang mengadakan perjanjian damai, hubungannya sesuai dengan perjanjian tersebut.

Keempat, melakukan manuver seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Saat itu, beliau mengirimkan beberapa ekspedisi untuk memata-matai kafilah dagang Quraisy. Tujuannya adalah untuk menakut-nakuti mereka. Namun, mereka mengira bahwa pasukan kecil kaum muslim itu hendak memerangi mereka.

Kelima, tidak menjadi anggota organisasi yang berlandaskan pada asas kekufuran. Demikian pula, tidak meratifikasi perjanjian yang bertentangan dengan aturan Islam. Hal itu karena kaum muslim dilarang tunduk kepada hukum kufur. 

Khatimah

Demikianlah hubungan kerja sama antara Indonesia dengan Timor Leste. Meskipun ada keuntungan yang diperoleh dari kerja sama tersebut, tetapi ada kerugian yang dialami oleh Indonesia. Hal itu karena landasan kerja sama yang tidak melihat kemaslahatan bagi umat Islam. 

Oleh karena itu, sudah semestinya jika kaum muslim senantiasa melandaskan setiap aktivitasnya pada hukum syarak. Dengan demikian, kemaslahatan akan diperoleh. Selain itu, rida Allah Swt. pun didapat. 

Wallaahu a’lam bi ash-shawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Mariyah Zawawi Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Kecurangan Terendus, Pemakzulan Berembus
Next
Gangguan Mental Pasca Nyaleg, How Come?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

7 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
9 months ago

hubungan bilateral dalam sistem kapitalisme memang selalu membawa risiko. barakallah untuk penulis

Siti Komariah
Siti Komariah
9 months ago

Islam mengatur semuanya secara detail. Hubungan dengan luar negeri pun diatur agar rakyat benar-benar sejahtera

Novianti
Novianti
9 months ago

Saya tidak yakin, presiden baru mempelajari dan memahami perjanjian-perjanjian oleh pemimpin sebelumnya. Ini akibat negara tidak memiliki visi sehingg pembangunan berkesinambungan dan berkelanjutan demi rakyat hanyalah isapan jempol. Tal heran, ganti presiden, ganti menteri, dan ganti kebijakan

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
9 months ago

Kerjasama dalam kapitalisme sungguh tidak akan dilandasi keimanan. Tiga motif yang hendak dicapai hanya berasas manfaat dengan konsep nasionalisme pastinya

Barokallahu fiik, Mbak

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Afiyah Rasyad
9 months ago

Betul, mbak

Sartinah
Sartinah
9 months ago

Kerja sama antarnegara dalam sistem kapitalisme memang hanya berdasar pada manfaat dunia semata. Terkadang malah ada beberapa negara yang di depan media saling mengkritik tetapi di belakang layar tetap menjalin kerja sama.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
Reply to  Sartinah
9 months ago

Betul

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram