People Pleasure, Berbahayakah bagi Anak-Anak?

Peoples Pleasure berbahayakah bagi anak?

Bayangkan jika hari ini anak-anak Gaza mengidap people pleasure. Mereka justru akan merasa bersalah dan dengan sukarela menyerahkan tanahnya.

Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Manusia hidup dan bertumbuh dalam ruang sosial. Berinteraksi dengan masyarakat merupakan kebutuhan dasar. Untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya dan juga naluri-naluri yang dimilki. Juga dalam pemuasan akal yang menjadi potensi kehidupan. Dari interaksi inilah memunculkan banyak permasalahan, menuntut adanya pemenuhan, dan membutuhkan solusi hingga ke akar. Salah satunya adalah people pleasure.

Definisi People Pleasure

People pleasure adalah sikap atau perilaku manusia yang cenderung untuk menyenangkan orang lain secara berlebihan. Bahkan, hingga harus mengorbankan diri sendiri. (siloamhospitals.com, 21/9/2023)

Ada banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang menjadi people pleasure. Misalnya karena takut terjadi konflik, merasa rendah diri, takut tidak diakui dan tidak diterima dalam komunitas, merasa tidak aman dan tertekan. Bisa juga karena adanya pengalaman tidak dihargai.

Dalam kehidupan anak-anak, people pleasure ini juga bisa jadi muncul. Ingin diakui dalam circle pertemanan, ingin dihargai, merasa bertanggung jawab atas kesalahan atau kekalahan teman dan lain sebagainya.

Jika hal ini dibiarkan, anak-anak akan tumbuh dalam ketakutan, kekhawatiran dan rasa bersalah yang berlebihan yang akan menghambat pelejitan potensinya. Bahkan, dia akan tumbuh menjadi anak-anak yang tak berdaya, anak-anak yang tak memiliki kekuatan, dan mudah ditindas.

Bayangkan jika generasi Islam berada dalam kondisi tertekan karena people pleasure ini. Saat ada yang menjelekkan agamanya dia diam saja. Ada yang menindas hidupnya, diam saja. Memaklumi dan justru membela. Bayangkan jika hari ini anak-anak Gaza mengidap people pleasure. Mereka justru akan merasa bersalah dan dengan sukarela menyerahkan tanahnya. Karena merasa, penderitaan Yahudi adalah salahnya.

Sungguh amat berbahaya. Tak hanya merusak mental, tetapi juga merusak masa depan. Tak akan membangkitkan peradaban Islam yang mulia.

People Pleasure dalam Perspektif Islam

Manusia dikaruniai Allah potensi akal dan potensi kehidupan. Potensi kehidupan ini ada kebutuhan jasmani yang muncul dari dalam diri manusia itu sendiri. Sifatnya wajib dipenuhi karena jika tidak akan menyebabkan kematian. Potensi kehidupan juga ada naluri-naluri. Yang dengannya manusia cenderung menyelesaikan kebutuhan hidupnya. Naluri ini, salah satunya adalah naluri mempertahankan diri (baqa).

Berbeda dengan kebutuhan jasmani, naluri ini muncul karena faktor dari luar. Karena ada stimulasi yang diberikan. Implementasi dari naluri ini seperti rasa takut, berani, ingin menjadi yang terbaik, ingin dihargai, memimpin, dan sebagainya. Inilah sebenarnya yang memunculkan people pleasure pada manusia, termasuk juga pada anak-anak. Jika stimulasi dari naluri ini tidak tepat.

Contoh kecil ketika anak-anak berebut mainan. Ibu selalu mengatakan kepadanya untuk mengalah, lebih baik beli sendiri, dan tidak usah bermain lagi dengan teman yang suka berebut mainan. Juga ketika orang tua menampakkan ketidaksukaan ketika ananda bersalah dengan cara memvonis, menyudutkan, dan memberikan stimulasi yang tidak tepat, misalnya dengan mengatakan, “Ibu kecewa, sedih dengan apa yang kamu lakukan”.

Apakah tidak boleh mengatakan begitu? Boleh. Tetapi dengan penjelasan dan penyampaian bagaimana seharusnya ketika ananda mengambil sebuah keputusan ketika melakukan kesalahan. Bahwa kecewa dan sedihnya orang tua bukan karena semata-mata ananda tak mampu menjadikannya bangga. Tetapi kesalahannya, ada sebuah hukum syarak yang dilanggarnya. Nah, orang tua perlu juga memastikan ini benar adanya. Jangan sampai apa saja yang dilakukan anak, terlihat salah di matanya dengan standar dirinya, standar orang tua, bukan standar hukum Allah saja.

Begitu juga jika ananda ingin menjadi seseorang yang baik, diterima dalam komunitasnya. Maka tak perlu mencari muka atau menyenangkan semua orang. Cukup menjadi yang istimewa di tengah komunitasnya. Dan anak-anak istimewa itu bukan sekadar karena prestasi akademik dan jago matematika. Namun, karena kepribadian Islam dan ketaatannya kepada Yang Maha Kuasa. Baik itu di mata Rabbnya, bukan di mata manusia.

Menyiapkan anak-anak terbebas dari people pleasure memang tidak mudah. Butuh ikhtiar dan kesabaran dari orang tuanya. Butuh jeli melihat tumbuh kembang ananda.

Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita lakukan sebagai ikhtiar kita:

Pertama, kenali potensi anak. Potensi di sini bukan bakat dan minat. Bukan pula kecenderungan atau kesukaan, tetapi potensi yang telah Allah ciptakan yakni berupa akal dan potensi kehidupan. Setiap manusia memilki potensi yang sama. Allah menciptakan tiada beda. Maka, tinggal bagaimana lingkungan di sekitarnya menstimulasinya. Terpenting adalah orang tuanya. Anak-anak cerdas karena stimulasi akalnya yang pas. Anak-anak salih karena stimulasi naluri tadayunnya (mensucikan sesuatu) tepat. Anak-anak menyayangi orang tua, saudara hingga saudara muslimnya juga karena stimulasi naluri mempertahankan jenisnya terstimulasi dengan sempurna.

Demikian juga anak-anak bebas people pleasure jika naluri mempertahankan dirinya (baqa) terstimulasi dengan sempurna sejak awal kemunculannya.

Kedua, kenali tumbuh kembang anak. Usia anak-anak dalam rentang usia dini, mumayiz dan balignya tentu membutuhkan stimulasi yang berbeda. Agar mereka mendapatkan kesadaran rasional saat mumayiz-nya, maka stimulasi akalnya harus tepat di usia dininya.

Termasuk juga stimulasi naluri-nalurinya harus disesuaikan perkembangan usia ananda. Jangan sampai salah memunculkan naluri yang ada. Jangan sampai memberikan porsi lebih besar pada stimulasi naluri yang satu meninggalkan menstimulasi yang lainnya. Misalnya hanya menstimulasi naluri tadayunnya meninggalkan stimulasi naluri baqanya, atau sebaliknya.

Ketiga, pelajari cara Islam memandang kehidupan. Melihat dunia dari sudut pandang akidah Islam. Cara Islam mengajarkan dan mendidik anak dalam pengasuhan, mengajarkan tauhid juga kepribadian, memurnikan pendidikan hanya berasal dari Islam tidak bercampur dengan opini dari luar yang justru bertentangan dengan pola pengasuhan dalam Islam. Jadi, jangan berhenti mengkaji ilmu parenting Islam sebagai bekal mendidik ananda agar tumbuh dengan kepribadian yang istimewa.

Khatimah

Ingatlah pesan berharga ini: “Engkau takkan mampu menyenangkan semua orang. Kerana itu, cukup bagimu memperbaiki hubunganmu dengan Allah, dan jangan terlalu peduli dengan penilaian manusia.“ (Imam Syafi’i)

Dengan upaya maksimal, dan senantiasa melangitkan doa untuk anak-anak tercinta, insyaallah akan terbentuk anak-anak dengan kepribadian Islam jauh dari people pleasure.

Wallahu a'lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Netty al Kayyisa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Deforestasi Mengancam Indonesia
Next
Pemakzulan Jokowi: Jurus Sikut Politik di Alam Demokrasi
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maftucha
Maftucha
8 months ago

Memang kalau saya amati sifat ini muncul dari seseorang yang membutuhkan teman, dia akan memberikan apa yang temannya sukai asalkan dia mau berteman, bahkan mengalahkan saudaranya sendiri..

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
8 months ago

Jazakillah khoyron katsiron ilmunya, Ustadzah.
Capek sekali rasanya jika harus terus menyenangkan orang lain dan mengabaikan diri sendiri.

Barokallahu fiik,

Desi Nurjanah
Desi Nurjanah
8 months ago

Aamiin...

Seandainya kita tahu bahwa setelah kita pergi (mati) begitu cepat mereka melupakan kita. Maka tak akan sedikitpun sudi kita mencari sesuatu untuk kebahagiaan orang lain.

Cukup Allah yg kita senangkan..

Deena
Deena
8 months ago

Tak perlu susah payah menyenangkan semua orang karena pasti tak bisa. Akan selalu ada saja yang tak menyukai kita. Cukup menjadi hamba yang menyenangkan di hadapan Allah saja. Pasti beres.

Sartinah
Sartinah
8 months ago

Betul, kadang tuh banyak orang yang hisupnya hanya ingin menyenangkan orang lain. Akhirnya menjadi orang yang tidak punya prinsip. Mau berbuat A, takut orang lain tidak suka, mau berbuat B, takut juga dibenci orang. Semoga kita dijauhkan dari people pleasure ya.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram