Mereka menjadikan islamofobia sebagai senjata menyebarkan ujaran kebencian agar melemahkan persatuan umat Islam.
Oleh. Nur Hajrah MS
(Kontributor NarasiPost.Com dan Aktivis Dakwah Nisa Morowali)
NarasiPost.Com-Aksi pembakaran Al-Qur'an kembali terjadi di dekat Istana Kerajaan Stockholm, Swedia. Aksi tersebut dilakukan oleh Salwan Momika dan Salwan Wajem pada Senin (14/8). Berdasarkan pemberitaan, aksi ini bukan kali pertama dilakukan Salwan Momika, pria asal Irak yang telah menjadi warga negara Swedia. Sebelumnya, ia pernah melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an di depan Masjid Stockholm. Mirisnya, aksi tersebut mendapat izin dari kepolisian Swedia dengan durasi waktu yang diizinkan adalah selama satu jam. (cnnindonesia.com, 15/8/2023)
Aksi pembakaran Al-Qur'an memang kerap kali terjadi di Swedia. Bahkan aksi pembakaran Al-Qur'an pernah terjadi bertepatan dengan hari raya besar umat Islam, yaitu Iduladha. Walaupun aksi tersebut kerap menuai kecaman global, terutama dari negara-negara mayoritas Islam, bahkan tak jarang kedutaan Swedia di berbagai negara pun ikut diserang. Selain itu, Swedia juga terancam krisis diplomatik, produk Swedia diboikot, keamanan warga negara Swedia yang berada di luar negeri pun ikut terancam. Namun, itu semua tidak mampu menggerakkan pemerintahan Swedia untuk mengeluarkan larangan ujaran kebencian, khususnya aksi pembakaran Al-Qur'an yang sering terjadi di Swedia.
Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Kebebasan berpendapat dan berekspresi menjadi alasan utama mengapa aksi pembakaran Al-Qur'an kerap kali terjadi di Swedia. Padahal sangat jelas, aksi tidak terpuji yang mereka lakukan adalah salah satu tindakan ujaran kebencian. Pihak keamanan dan pemerintahan Swedia pun hanya bisa diam tanpa ada tindakan atau solusi atas persoalan tersebut. Justru mereka beranggapan, selama demonstran tidak melakukan aksi yang merugikan atau mengancam keselamatan nasional, maka para demonstran bebas melakukan aksinya, termasuk aksi pembakaran Al-Qur'an.
Beberapa negara Timur Tengah dan negara lainnya pun hanya sebatas mengecam atas aksi tidak terpuji tersebut. Lantas, apakah kecaman ini berhasil membuat Swedia jera? Tentu saja tidak. Buktinya, aksi pembakaran Al-Qur'an masih sering terjadi di Swedia.
Islamofobia Merajalela
Ya, beginilah penampakan ketika suatu negara menerapkan paham sekularisme liberal. Kebebasan berpendapat dan berekspresi berlaku bagi seluruh warga negaranya. Tidak ada yang bisa menghalangi mereka dalam menyampaikan aspirasinya, termasuk pemerintah, kepolisian, pengadilan bahkan agama. Sehingga jangan heran jika banyak warga negaranya pun berperilaku menyimpang. Islamofobia pun makin merajalela.
Mereka menjadikan islamofobia sebagai senjata menyebarkan ujaran kebencian agar melemahkan persatuan umat Islam. Karena imperialis Barat begitu paham bagaimana kekuatan umat Islam jika mereka bersatu dalam menerapkan ideologi Islam. Itulah mengapa Salwan Momika mengatakan bahwa ia tidak membenci para muslim dan tidak ingin melawan mereka, tetapi Salwan Momika hanya ingin menyerang pemikiran mereka agar menjauh dari pemikiran Islam.
Dari pernyataan ini bukankah Salwan Momika ini sedang berusaha membuktikan bahwa sebuah peluru mampu menembus ribuan kepala dengan menyerang pemikiran masyarakat? Tentu hal ini sangat berbahaya jika terus dibiarkan. Umat Islam tidak boleh sampai terlena, diam, apalagi sampai membiarkan setiap aksi yang dilakukan Salwan Momika bersama kelompoknya.
Sebagaimana yang dilakukan Profesor Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Ia justru mengatakan aksi tidak terpuji tersebut seharusnya tidak perlu direspons dengan marah-marah, karena setiap bangsa dan masyarakat memiliki karakter dan konteks sosial keagamaan yang berbeda. Mereka tidak tahu apa isi Al-Qur'an dan cukup respons mereka dengan prestasi, tidak perlu dengan marah-marah. (bbc.com, 30/6/2023)
Justru karena mereka tidak tahu akan isi Al-Qur'an, para islamofobia seharusnya tidak boleh seenaknya memperlakukan kitab suci umat Islam dengan tindakan yang tidak terpuji. Dan karena mereka tidak tahu akan isi Al-Qur'an, bukankah sebagai umat Islam seharusnya memperkenalkan apa isi Al-Qur'an itu? Jika hanya dilawan dengan prestasi, bukankah orang yang tak beragama pun bisa berprestasi?
Umat Butuh Khilafah
Banyaknya kasus penistaan agama Islam adalah bukti bahwa persatuan umat Islam saat ini semakin lemah karena tidak adanya perisai atau pelindung umat. Umat Islam begitu banyak dan tersebar di berbagai negara tetapi umat tidak bisa berbuat apa-apa. Para pemimpinnya pun hanya sebatas mengecam tanpa ada tindakan yang memberikan efek jera.
Untuk itulah umat saat ini butuh Khilafah sebagai perisai umat. Karena Khilafah tidak akan membiarkan siapa pun menistakan agama Islam, termasuk menghinakan Al-Qur'an dan Nabi.
Apa pun bentuk penistaan agama, jika pelakunya seorang muslim maka ia dianggap telah murtad dari Islam. Khalifah tidak akan segan-segan membunuh para pelakunya. Jika pelakunya dari golongan kafir zimi, ia akan mendapat sanksi yang sangat berat hingga ia dihukum mati. Namun, bila pelaku penistaan agama Islam dari golongan kafir harbi, maka Khalifah akan mengumumkan perang terhadap negaranya, sebagai upaya memberikan mereka efek jera dan membungkam mereka. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) laksana perisai. Orang-orang akan berperang di belakangnya dan melindunginya dari musuh dengan kekuasaannya.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Sesungguhnya hanya dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah tidak akan ada yang berani menistakan agama Islam.
Wallahu a'lam bish-shawab. []
MasyaaAllah barakallafiik Mba Hajrah.
Islamofobia di Barat memang sudah tumbuh subur. Dalihnya kebanyakan karena kebebasan ekspresi, padahal apa yang mereka lakukan adalah pelecehan dan penghinaan.