Papua Nugini Mencekam,  Kapitalisme Mencengkeram

Papua Nugini Mencengkam, Kapitalisme Mencengkram

Inilah konsep ekonomi kapitalisme yang hanya berpihak pada oligarki, dan hanya akan menimbulkan kesengsaraan pada rakyat.

Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Papua Nugini mencekam, pasalnya kerusuhan dan penjarahan terjadi di negara Kepulauan Pasifik itu. Kerusuhan tersebut pecah pada Rabu 10 Januari, banyak toko-toko dan mobil dibakar, serta supermarket atau pusat perbelanjaan dijarah. Bahkan, Perdana Menteri Papua Nugini, James Marape, pada 11 Januari memberlakukan kondisi darurat (state of emergency) selama 14 hari setelah 16 orang tewas dalam kerusuhan tersebut. Secara detail, 9 orang tewas pada kerusuhan di Port Moresby dan 7 orang lagi tewas di Lae. Selain itu,  menurut laporan pihak rumah sakit terbesar di Port Moresby, ada sekitar 31 orang luka-luka, 6 orang di antaranya akibat serangan pisau. 

Perdana Menteri juga mengatakan bahwa dirinya telah memberhentikan beberapa pejabat pemerintahan dan polisi. Ia juga telah menurunkan 1000 personel militer untuk mencegah terjadinya kerusuhan lebih lanjut (Sindonews.com, 11/01/2024). 

Pemicu Timbulnya Kerusuhan

Dilansir dari BBC.com, (10/01/2024), kerusuhan yang terjadi di Papua Nugini dipicu oleh pemotongan gaji para pejabat yang mencapai 50%. Hal ini  mengakibatkan ratusan orang, polisi, pegawai negeri, dan staf negara lainnya melakukan aksi mogok kerja dan melakukan demonstrasi. Di sisi lain, Perdana Menteri James Marape, mengatakan bahwa pemotongan gaji tersebut diakibatkan oleh kesalahan administrasi dan nantinya akan diganti pada pembayaran bulan depan. Namun, pernyataan ini tidak diterima oleh sebagian massa demonstrasi. Yang ada justru membuat sebagian dari mereka masuk ke gedung parlemen serta melakukan pembakaran gedung dan mobil di sekitaran gedung Perdana Menteri tersebut. 

Menurut Gubernur Distrik Ibu Kota Nasional Papua Nugini, Powes Parkop, mengatakan kondisi ini juga dimanfaatkan oleh kelompok “oportunis” untuk melakukan penjarahan di pusat perbelanjaan atau supermarket. Kelompok ini adalah kelompok miskin di luar kota. Mereka datang ke kota setelah mendengar para aparat kepolisian sedang mundur dan tidak melakukan penjagaan.

Di sisi lain, para pakar analisis, salah satunya Samson Komati, mengatakan bahwa kerusuhan tidak hanya terjadi karena pemotongan gaji, namun juga disebabkan oleh kenaikan pajak, tingginya biaya hidup, dan tingginya angka pengangguran. Kemerosotan ekonomi yang terjadi di negara Kepulauan Pasifik itu menimbulkan gejolak di tengah masyarakat yang pecah pada Rabu, (10/01) kemarin. Demonstrasi besar di kota Port Moresby adalah bentuk perwujudan dan ungkapan penderitaan ekonomi, serta sosial yang dialami polisi, militer, dan pegawai publik lainnya di sana. Tak luput pula, seluruh pekerja dan masyarakat. 

Konsep Ekonomi yang Salah

Perekonomian Papua Nugini memang sedang tidak baik-baik saja, apalagi pascapandemi Covid-19 yang membuat negara tersebut mengalami krisis kesehatan, hingga krisis ekonomi. Angka kemiskinan dan pengangguran di negeri ini pun terbilang cukup tinggi. Dilansir dari CNBCIndonesia.com, hampir 40% penduduk Papua Nugini hidup dalam garis kemiskinan. 

Sejatinya, Papua Nugini merupakan negeri yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti cadangan gas, emas, dan mineral. Walaupun eksplorasi terhalang oleh medan yang sulit, namun beberapa kali negara ini telah menunjukkan penghasilan di bidang eksplorasi tambang yang cukup baik, bahkan bisa mendobrak penghasilan negara.  Selain itu, SDA dalam bidang perikanan dan kehutanan juga sangat melimpah. Bahkan, negara ini juga merupakan penghasil coklat, kopra, dan karet yang dijadikan sebagai komoditas ekspor. Namun, nyatanya sumber daya alam tersebut tidak mampu untuk menyejahterakan rakyatnya.

Ini akibat dari kesalahan konsep ekonomi yang diterapkan negeri tersebut. Konsep ekonomi kapitalis yang diemban hampir seluruh negeri, menjadikan pajak, utang, dan investasi tanpa batasan tertentu sebagai pemasukan negara. Selain itu, hasil pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) memang menjadi salah satu sumber pemasukan negara untuk kesejahteraan rakyat. Namun, dalam sistem kapitalisme terjadi kesalahan dalam hal pengelolaan SDA tersebut. Seperti pengelolaan SDA diserahkan kepada asing dan porsi keuntungan pengelolaan SDA tersebut jelas lebih besar asing, ketimbang negara pemilik SDA tersebut. Negara pemilik hanya mengambil royalti yang tidak seberapa dari hasil pengelolaan SDA. Alhasil, royalti tidak cukup untuk membiayai kehidupan rakyat.

Selain itu, pengelolaan sumber daya alam ala kapitalisme tidak akan memihak pada kesejahteraan rakyat, bahkan acap kali menimbulkan dampak buruk terhadap tercemarnya lingkungan di masyarakat. Sebagaimana, di daerah Papua Nugini, banyak penambangan yang terjadi kisruh dengan pemilik lahan, disebabkan oleh pengelolaan yang salah, serta bagi keuntungan yang timpang. 

Di sisi lain, pajak yang dijadikan sebagai salah satu instrumen pemasukan negara sejatinya merupakan alat pemalak rakyat. Rakyat dipaksa mengeluarkan harta untuk membiayai kebutuhan negeri tersebut atas nama pajak. Padahal, pembayaran pajak pun tidak berdampak besar bagi kesejahteraan, yang ada justru rakyat yang kian melarat akibat pembebanan pajak. Sebab, penerapan pajak tidak pandang bulu, baik rakyat miskin maupun kaya tetap wajib membayar pajak. Hal inilah yang akan menyusahkan rakyat itu sendiri, untuk makan saja sulit, apalagi harus membayar pajak. 

Kemudian utang yang berbasis riba ataupun dengan dalih investasi sejatinya justru menghilangkan kedaulatan negara tersebut. Sebab, di balik utang atau investasi tersebut ada perjanjian-perjanjian agar negara pengutang terikat dengan berbagai syarat yang ditentukan oleh pemberi utang atau investor. Syarat ini jelas lebih menguntungkan mereka daripada rakyat negeri tersebut. Apalagi, investasi dalam sistem ekonomi kapitalis tidak memiliki batasan yang jelas terkait bidang apa saja yang boleh dilakukan investasi dan bidang apa saja yang tidak boleh dilakukan investasi. Investasi hanya jebakan para pemilik modal untuk mengeruk kekuasaan alam negeri tersebut. 

Inilah konsep ekonomi kapitalisme yang hanya berpihak pada oligarki, dan hanya akan menimbulkan kesengsaraan pada rakyat. Dengan demikian, Papua Nugini tidak akan bisa mewujudkan kesejahteraan rakyat, apabila masih mengembangkan sistem ekonomi kapitalisme. 

Konsep Ekonomi yang Sahih

Jika ingin mewujudkan kesejahteraan rakyat, solusinya hanya ada pada Islam. Islam memiliki konsep ekonomi yang jitu untuk mengurus sebuah negara. Konsep ini pun telah dibuktikan pada masa kejayaannya, dan mampu membawa masyarakat pada kesejahteraan rakyat yang hakiki dalam sebuah peradaban. Konsep ekonomi Islam memiliki pengaturan yang khas, mulai dari pengelolaan kepemilikan umum, investasi apa saja yang boleh dilakukan dan terlarang, hingga pemasukan tetap negara yang menjadi menopang perekonomian suatu negara yang terkumpul dalam pos baitulmal. 

Islam memiliki pengaturan yang jelas tentang pengelolaan SDA. Di mana, SDA tidak boleh diswastanisasi atau privatisasi, karena SDA adalah harta milik umum yang hasil pengelolaannya wajib digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan yang lainnya. Pengelolaan SDA pun wajib dilakukan oleh negara itu sendiri, tidak boleh diserahkan pada asing atau individu tertentu.

Kemudian, Islam pun memiliki batasan investasi yang jelas. Di mana, dalam bidang-bidang strategis, seperti pembangunan infrastruktur atau layanan publik, dan pengelolaan SDA tidak boleh dilakukan investasi. Sebab ini merupakan salah satu tanggung jawab negara untuk menyediakannya secara gratis. Sedangkan untuk utang ribawi sendiri telah nyata haram.  Individu yang melakukan utang ribawi dianggap sebagai melanggar syariat, begitu pun dengan negara juga tidak boleh melakukan aktivitas ini. Allah berfirman, 

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ

“Orang-orang yang mereka memakan riba tidak berdiri kecuali sebagaimana berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian sesungguhnya karena mereka berkata, sesungguhnya jual beli sama dengan riba. Dan menghalalkan Allah pada jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 175)

Kemudian negara Islam memiliki pemasukan harta tetap yang tersimpan di dalam baitulmal, pemasukan tersebut dari pemungutan kharaj, fai, zakat, khumus, dan jizyah. Pemungutan ini pun disesuaikan dengan tuntunan syariat Islam, dan dibebankan kepada para pencari nafkah (laki-laki). Ditambah dengan hasil pengelolaan sumber daya alam, dan lainnya sebagai pemasukan baitulmal. Sedangkan, untuk pemungutan pajak, Islam tidak menjadikannya sebagai salah satu sumber pemasukan tetap atau sumber pemasukan berkelanjutan bagi negaranya. Namun, ia merupakan instrumen lain jika kas baitulmal benar-benar kosong dan tidak ada sumber pemasukan lain. Pemungutan pajak ini pun didasarkan pada kemaslahatan umat dan dibebankan hanya pada kaum muslim, serta orang yang berlebih harta. Kemudian besaran pajak pun disesuaikan dengan kebutuhan mendesak pada saat kondisi itu saja, tidak boleh negara memungut pajak secara berlebih, karena ini bisa menjadi bentuk kezaliman yang dibenci oleh Allah. 

Khatimah

Berbagai regulasi yang dikeluarkan untuk mengentaskan kemiskinan dan mengatasi tingginya angka pengangguran, semua itu tidak akan bisa terwujud selama sistem yang diterapkan masih sistem kapitalisme. Sebab, sistem ini adalah sistem yang hanya mencari keuntungan untuk diri sendiri, bukan sistem yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia. Sehingga solusi satu-satunya untuk mewujudkan kesejahteraan hanya  mengambil Islam dalam bingkai Daulah Khilafah.

Wallahu a’lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Siti Komariah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Bansos, Benarkah Mengatasi Kemiskinan?
Next
Penembakan Massal Kembali Terjadi, Sekularisme Biangnya
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Arum indah
Arum indah
10 months ago

Islam solusi tuntas utk sluruh permasalahan.

Wd Mila
Wd Mila
10 months ago

Potong gaji 50%?? Pemerintah pikir itu tidak berpengaruh pada hidup hidup mereka. Apalagi saat yang sama, iuran pajak dinaikan.. Sungguh, ini bukti kezaliman penguasa akibat penerapan sistem bobrok, kapitalisme

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
10 months ago

Ganasnya penyakit kapitalisme sungguh mewabah di nusantara, dan di dunia. Islamlah yang bisa menghapus ide itu, dalam bentuk negara dalam pemerintahan bersistem kekhalifahan. Maka kemiskinan pun lenyap di bumi ini.

Sartinah
Sartinah
10 months ago

Mengguritanya kemiskinan dan beratnya beban hidup terkadang memicu tindakan-tindakan brutal masyarakat. Inilah wujud kegagalan negara di bawah sistem kapitalisme yang gagal mewujudkan kesejahteraan.

Firda Umayah
Firda Umayah
10 months ago

Kerusuhan di Papua adalah bukti atas kepengurusan pemerintah dan negara yang kurang baik

Novianti
Novianti
10 months ago

Korbannya makin bertahan. Makin banyak negara yang terpuruk. Seharusnya sudah cukup menjadi pelajaran bagi negara lainnya lalu segera take action mencampakkan sistem kapitalisme dan menerapkan sistem Islam

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram