Dalam kapitalisme, rakyat dianggap sebagai beban. Maka, wajar jika kebijakan negara kapitalis akan selalu condong pada kepentingan para pemilik kapital.
Oleh. Deena Noor
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
Lowongan untuk menjadi pegawai negara kembali dibuka tahun ini. Dengan formasi lowongan yang besar, rakyat tentu berharap bisa diterima menjadi pegawai negara dan menikmati hidup yang lebih sejahtera.
Sebagaimana yang dilansir dari kompas.com (6/1/2024), Presiden Joko Widodo mengumumkan lowongan kerja untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebanyak 2,3 juta formasi pada tahun 2024 ini. Jumlah lowongan CPNS 2024 ini lebih banyak dari tahun 2023 yang hanya membuka sekitar 28.000 formasi. Dari jumlah tersebut, pemerintah membuka formasi baru yang dikhususkan bagi lulusan baru atau fresh graduate. Talenta baru ini merupakan talenta digital dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik yang merata di seluruh Indonesia dan juga untuk IKN. Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas, mengatakan bahwa pemerintah fokus mencari talenta baru yang akan ditempatkan di IKN. (kompas.com, 6/1/2023)
Apakah pembukaan lowongan CPNS ini benar-benar menjadi angin segar kesejahteraan bagi rakyat? Lalu, bagaimana Islam dalam menyejahterakan rakyatnya secara keseluruhan?
Fresh Graduate dan Digital Skill
Rekrutmen calon ASN digelar untuk menghadapi disrupsi teknologi yang sangat pesat. Karena itu, pemerintah membutuhkan para pembelajar muda yang terampil dari berbagai disiplin ilmu untuk mendukung pelayanan publik berbasis digital, efisiensi birokrasi, dan mendorong peningkatan kinerja, serta akuntabilitas pemerintah.
Sebanyak 690.822 ribu formasi untuk dosen, guru, tenaga kesehatan, serta tenaga teknis seperti talenta digital dibuka untuk fresh graduate. Jumlah itu nantinya akan tersebar di instansi pusat sebanyak 207 ribu dan di daerah sebanyak 483 ribu. (cnbc.com, 9/1/2024).
Namun, tidak semua fresh graduate itu punya keterampilan digital. Banyak juga di antara mereka yang hanya sekadar tahu, tetapi tidak sampai mendalam. Mereka tidak terbiasa atau tidak paham mengenai digitalisasi.
Jika disyaratkan harus menguasai digital, maka tidak semua fresh graduate punya kesempatan yang sama untuk menjadi ASN. Padahal, mereka bisa saja menguasai bidangnya walau tidak memiliki skill dalam digital. Maka, esempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan menjadi terhalang karena ada prasyarat tersebut.
Tenaga Muda untuk IKN
Sebagaimana pernyataan Menteri PANRB di atas, seleksi calon ASN sebanyak 2,3 juta formasi tersebut juga dipersiapkan untuk IKN. Mereka diproyeksikan untuk menjadi pendorong lahirnya kota dunia baru dengan paradigma kerja baru sebagai smart city yang melayani sepenuh hati dan adaptif terhadap tantangan zaman.
Namun, banyak pengamat yang menyatakan bahwa proyek IKN bermasalah sejak awal. Rakyat juga banyak yang menolak karena tidak urgen sama sekali. Di tengah kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja, pemerintah malah ngotot membangun ibu kota baru yang sebagian besar pembiayaannya dari investasi atau swasta. Ada kepentingan pengusaha (bisnis) di dalamnya sehingga yang menjadi fokus bukan kepentingan rakyat. Bahkan, aroma oligarki sangat kental dalam proyek ini.
Tenaga muda yang mendaftar menjadi ASN dan ditempatkan di IKN sejatinya nanti akan bekerja untuk para pemilik modal. Mereka seakan mengabdi untuk rakyat, tetapi sesungguhnya bekerja untuk para pengusaha yang mendanai IKN. Jadi, siapa yang sejahtera sesungguhnya?
Nasib Tenaga Honorer
Pembukaan 2,3 juta lowongan CPNS itu tidak hanya untuk para fresh graduate, tetapi juga menyasar tenaga honorer yang belum diangkat menjadi ASN. Melalui cara ini diharapkan bisa mengakomodir tenaga honorer yang telah sekian lama mengabdi kepada negara.
Sebanyak 1,6 juta formasi untuk menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) diperuntukkan tenaga honorer. Formasi tersebut akan dialokasikan untuk guru dan dosen, tenaga kesehatan, dan tenaga teknis sesuai kebutuhan. Ini merupakan komitmen pemerintah yang memiliki komitmen dan kebijakan konkret dalam menuntaskan tenaga non-ASN termasuk eks Tenaga Honorer Kategori II sebagaimana yang diamanatkan UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN. (jawapos.com, 10/1/2024)
Namun, adanya prasyarat keterampilan digital akan menjadi masalah tersendiri. Banyak dari tenaga honorer yang merupakan imigran digital. Mereka tidak akrab dengan teknologi sehingga kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi. Contohnya orang tua yang terbiasa dengan telepon genggam, tetapi harus memakai HP touch screen. Tentu tak mudah bagi mereka mengoperasikannya.
Imigran digital sendiri adalah generasi yang hidup sejak sebelum dan saat fase digital. Kelompok yang termasuk imigran digital adalah mereka yang lahir sebelum 1980-an atau Generasi X dan baby boomers. Mereka ini harus beradaptasi dengan banyaknya perubahan di zaman digital dari segi teknologi dan perkembangan internet. Mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengerti dan fasih dalam menggunakan teknologi baru.
Banyak tenaga honorer yang sudah berusia tua dan belum diangkat menjadi ASN. Mereka bisa kalah saing dengan tenaga muda dan segar. Adanya prasyarat kemampuan digital tentu akan makin menyulitkan mereka. Padahal, harapan mereka untuk bisa diangkat menjadi pegawai negeri dan memiliki penghasilan yang lebih baik di masa depan. Sudah bertahun-tahun mereka mengabdi kepada negara dengan gaji yang jauh dari mencukupi kebutuhan sehari-hari. Lalu, sampai kapankah mereka harus menunggu untuk bisa mengecap hidup yang sejahtera?
Standar Rusak Kapitalisme
Dengan masih banyaknya tenaga yang tidak terserap dalam lapangan kerja tentu memengaruhi angka pengangguran dan kemiskinan. Problem kemiskinan di negeri ini memang berkaitan dengan sistemnya. Sistem kapitalisme yang tengah bercokol saat ini malah menyuburkan kemiskinan dan kesenjangan di tengah umat manusia.
Kapitalisme menjadikan materi sebagai tolok ukurnya. Di mana sejahtera dilihat dari seberapa besar penghasilan. Jika nilai produk domestik bruto (PDB) meningkat, maka dianggap rakyatnya sudah sejahtera. Kesejahteraan dinilai secara rata-rata dari keseluruhan orang, bukan per jiwa. PDB dihitung dengan menjumlah pendapatan seluruh warga negara dibagi dengan jumlah penduduk. Angka yang dihasilkan adalah rata-rata dan tidak menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
Realitasnya, distribusi kekayaan di tengah masyarakat tidak merata. Kesenjangan sangat lebar antara si kaya dengan si miskin. Ada segelintir orang kaya raya yang memiliki aset di mana-mana. Di sisi lain, ada orang yang amat miskin sehingga tak mampu mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Meskipun jumlah orang dengan penghasilan tinggi di satu negara hanya segelintir, tetapi keberadaannya bisa mengatrol angka kesejahteraan. Selama ada si kaya dengan penghasilan yang selangit, maka level kesejahteraan bisa tetap melejit. Negara kapitalis ini akan lebih memperhatikan si kaya karena jumlahnya lebih sedikit dan penghasilannya sangat besar. Ini lebih menguntungkan bagi negara. Tidak perlu repot-repot mengeluarkan banyak dana untuk mengurusi, ‘cukup’ dengan membuat kebijakan yang sesuai dengan kepentingan mereka. Sementara terhadap si miskin, negara malas mengurusinya karena jumlahnya sangat banyak sehingga membutuhkan ongkos yang lebih besar. Ini membebani anggaran negara.
Dalam kapitalisme, rakyat dianggap sebagai beban. Maka, wajar jika kebijakan negara kapitalis akan selalu condong pada kepentingan pengusaha atau pemilik kapital.
Sistem kapitalisme telah terbukti gagal menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Sistem ini penuh kerusakan sehingga tidak layak dipertahankan. Angin segar kesejahteraan tidak akan bertiup untuk rakyat selama sistem ini masih diterapkan.
Sejahtera dalam Sistem Sempurna
Islam adalah sistem yang sempurna. Ia mengatur segala urusan manusia secara terperinci dan tepat. Hasilnya, kemasalahatan pun terwujud nyata dalam segala aspek kehidupan.
Hal itu tampak dalam kesejahteraan yang bisa dirasakan bersama. Kesejahteraan merupakan hak setiap insan. Segala aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat sangat diperhatikan seperti halnya urusan pekerjaan.
Di sisi lain, mendapatkan pekerjaan yang layak juga merupakan hak setiap warga negara. Setiap orang berhak bekerja sesuai dengan bidang dan kemampuannya. Tidak ada diskriminasi atau prasyarat yang memberatkan rakyat dalam mencari pekerjaan. Masing-masing akan bekerja di tempat yang diinginkan di mana pun. Untuk itu, ketersediaan lapangan pekerjaan yang luas menjadi sebuah kebutuhan. Tugas menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat inilah yang menjadi tanggung jawab negara (imam), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Seorang Imam adalah pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Islam mengatur mengenai pekerja yang bekerja pada negara dengan hukum ijarah (kontrak kerja). Negara boleh mempekerjakan pekerja secara mutlak, baik muslim maupun kafir. Siapa saja bisa menjadi pegawai negara. Tidak ada diskriminasi atau persyaratan yang rumit. Mereka diperlakukan secara adil sesuai ketentuan syariat.
Tidak ada status tenaga honorer karena rekrutmen pegawai negara dilakukan sesuai dengan kebutuhan riilnya. Misalnya ketika negara membutuhkan banyak pekerja dalam bidang administrasi, maka akan dibuka lowongan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Para pegawai negara ini nantinya akan melakukan pekerjaan administratif sehingga pelayanan terhadap rakyat dapat berjalan dengan lancar. Begitu pula ketika dibutuhkan pegawai di bidang-bidang lainnya, negara akan merekrut pekerja sesuai dengan yang diperlukan.
Hak-hak sebagai pegawai negara dijamin oleh negara. Para pegawai negara mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan akad ijarahnya masing-masing. Gaji pegawai negara diambil dari Baitulmal. Jika tidak mencukupi, maka bisa menarik pajak dari rakyat yang sifatnya temporer.
Dalam aturan Islam, banyak jenis pekerjaan halal selain menjadi pegawai negara seperti berdagang, bertani, berburu, menambang, dll. Lapangan pekerjaan yang luas di berbagai bidang memungkinkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Ini karena sumber daya alam yang melimpah dikelola oleh negara sehingga akan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Tentu saja, semua bidang pekerjaan ini berjalan sesuai ketentuan syariat.
Menjadi PNS di alam kapitalisme sering dianggap sebagai jaminan kesejahteraan. Tak heran jika banyak yang memburunya meskipun pada realitasnya tidak selalu demikian. Nasib pekerja dalam kapitalisme amat buruk karena kalah dengan kepentingan kapitalis. Namun, berbeda halnya dalam negara yang menerapkan Islam. Semua pekerja dalam sistem Islam akan terlindungi dengan akad yang syar’i. Hak dan kewajiban dijalankan sesuai dengan kesepakatan antara pekerja dan pemberi kerja. Ada konsekuensi tegas bagi pelanggar perjanjian kerja tanpa memandang posisinya.
Yang sangat membedakan dengan sistem kapitalisme adalah adanya periayahan oleh negara. Di mana setiap urusan rakyat diurus oleh negara. Rakyat bukan beban, tetapi pihak yang ditanggung kebutuhannya oleh negara. Kebutuhan pokok rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan menjadi tanggung jawab negara. Ketika rakyat bekerja, maka itu sebagai bentuk menjalankan kewajiban mencari nafkah untuk keluarganya. Rakyat tidak perlu khawatir penghasilannya tidak mencukupi karena harga-harga kebutuhan semuanya terjangkau. Pencari nafkah keluarga juga tidak perlu banting tulang atau bekerja mati-matian demi sesuap nasi karena ada negara yang menjalankan fungsi riayahnya dengan baik.
Khatimah
Inilah sejahtera dalam sistem sempurna. Kesejahteraan bagi setiap insan akan terwujud ketika Islam diterapkan secara sempurna oleh negara. Daulah Khilafah Islamiah menjadi institusi yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh di berbagai bidang kehidupan. Khilafah mengatur segala urusan rakyatnya dengan baik sesuai syariat sehingga tidak ada satu individu pun yang terbengkalai urusannya atau terzalimi dirinya. Maka, hanya dengan kembali kepada aturan Islam secara totalitas, keadilan dan kesejahteraan hakiki bagi setiap jiwa bisa terwujud.
Wallahu a’lam bishshawwab []
Mereka terlalu berambisi, Kanda. ASN menjadi permen bagi sebagian rakyat agar diam dengan kondisi proyek ambisius itu meski sebenarnya tak ada untungnya sama sekali bagi ASN yang diangkat kerja di sana.
Betul.
Sejauh ini, memang ini rezim yg paling awkward...
Sejauh ini, ini yang paling jauh...
Sepertinya IKN jadi "harga mati" bagi rezim negeri ini. Harus terlaksana, apa pun rintangannya! Aneh bin ajaib memang, banyaknya pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan dan mendesak, tapi membangun IKN seolah lebih mendesak.
Meski lapangan pekerjaan dibuka, tapi untuk bisa diterima sangatlah sulit.
Bagaimana pun caranya harus jadi proyek itu. Nasib rakyat makin apes
Sungguh aneh sikap penguasa yang ngotot pembangunan IKN berjalan, tanpa mempertimbangkan ada masalah lain yang harus ditangani, seperti memperbaiki kualitas pendidikan agar SDM negeri kita maju, mending dananya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi rakyat dan negara..
Betul. Banyak kebutuhan rakyat yg mendesak untuk segera dipenuhi.
Barakallah mba Dina. Apalagi saat ini persyaratan calon CPNS begitu ketat, ples ditambah dengan hukum rimba. Jadi hanya sebagain yang akan masuk. Susah memang sistem kapitalisme. Solusi tepatnya memang ada pada Islam.
Iya, betul mbak Riah
Persaingan ketat tes CPNS terkadang ditempuh dengan cara kotor pun tak lepas dari nilai kapitalisme dan KKN, ini semua karena faktor kesejahteraan yang belum tercapai. Banyaknya pengangguranndaripada lapangan pekerjaan.
Faktanya memang ada yg pakai cara2 curang untuk mendapatkan posisi tertentu
CPNS meskipun yang dibutuhkan banyak orang tetapi syaratnya pun makin rumit. Padahal menyediakan lapangan pekerjaan adalah tanggung jawab negara untuk semua warga para pencari nafkah
Betul mbak Firda
MasyaAllah, barakallah
Sepakat, lowongan CPNS hanya untuk yang beruntung saja. Pengangguran masih menjadi problem yang tidak terurai di sistem ini.
wa fiik barakallah..
Betul, mbak Isty.. pengangguran masih menghantui negeri ini..