Bumi ini adalah satu sistem kehidupan. Bila suatu area bergejolak, maka akan memengaruhi area lainnya. Begitu pun bila terjadi badai El Nino di Kawasan Pasifik, wilayah lain pun akan terpengaruh olehnya. Itulah Butterfly Effect. Lalu, bagaimana Islam menyolusinya?
Oleh. Nay Beiskara
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Lauri Untamo (49 tahun), seorang wisatawan yang tengah berlibur ke Laplandia, Finlandia, melakukan atraksi yang cukup menarik dengan air mendidih. Ia mendidihkan air di dalam kabinnya kemudian ia lemparkan melingkar di atas kepalanya di luar kabin saat suhu di sana minus 30°C di Tahun Baru. Dalam sekejap, air mendidih itu pun berubah menjadi awan es instan yang melayang. Suatu trik yang hanya bisa dilakukan kala suhu suatu tempat mencapai tingkat dingin yang amat jarang terjadi di bumi ini. (Kontan.co.id, 06/01/2024)
Beberapa hari terakhir ini di negara Nordik salah satunya Finlandia memang memegang rekor suhu terdingin di muka bumi. Cnnindonesia.com (06/01/2024) mencatat dari Institut Meteorologi Finlandia, suhu di sana terjun ke angka minus 44,3°C di wilayah Barat Laut Finlandia, Lapland. Suhu terendah yang hanya terekam tiga kali pada abad ini. Sementara itu, Institut Meteorologi dan Hidrologi Swedia (SHMI) menyatakan bahwa di Naimakka, Swedia, suhu dingin 'tak jauh berbeda yakni mencapai minus 43,8°C. Adapun di Norwegia, cuaca terdingin dilaporkan mencapai minus 20°C di Oslo dan minus 30°C di bagian timur negara itu. Sedangkan Denmark dan negara Skandinavia lainnya tercatat suhu berada di bawah 0°C yang sebelumnya diwarnai hujan salju nan lebat. Sungguh dahsyat!
Cuaca dingin yang ekstrem di Finlandia dan Swedia membuat ribuan rumah tanpa aliran listrik, sedang di sebagian wilayah lainnya konsumsi listrik justru meningkat. Karena banyaknya permintaan, harga listrik meroket hingga level tertinggi mencapai 2,35 euro atau sekitar Rp40 ribu per kilowatt-jam (cnnindonesia.com, 06/01/2024). Suhu dingin membeku ini juga menyebabkan gangguan transportasi darat di seluruh kawasan Nordik, baik di jalan-jalan utama maupun jalur kereta api. Jalur laut pun terganggu yang mengakibatkan pelayaran Feri dan Kapal Crown Seaways terhambat. Di saat yang sama, negara-negara di Eropa lainnya mengalami cuaca buruk yang disertai banjir, seperti di Jerman, Prancis, Inggris, dan Belanda. (Voaindonesia.com, 05/01/2024)
Penurunan suhu yang dramatik di kawasan Nordik, yakni di Finlandia, Swedia, Norwegia, dan Denmark, serta peningkatan curah hujan di beberapa negara Eropa bagian selatan terjadi akibat pengaruh dari fenomena El Nino di Samudra Pasifik bagian tengah. Para saintis menyebutnya sebagai "Butterfly Effect". Lalu, apa itu "Butterfly Effect" ?
Butterfly Effect dari Badai El Nino
Butterfly Effect pertama kali diungkapkan oleh Edward N. Lorenz (1917-2008), seorang meteorolog dan matematikawan asal Amerika Serikat. Dalam sebuah forum asosiasi sains pada Desember 1972, yaitu The American Association for the Advancement of Science ke-139 di Washington DC, ia menyampaikan pertanyaan, "Apakah kepak sayap kupu-kupu di hutan Amazon, Brazil, mengakibatkan tornado di Texas?"
Ia membuat sebuah metafora yang memberikan gambaran bahwa perubahan kecil di suatu wilayah akan memengaruhi wilayah lain dengan dampak yang jauh lebih besar. Kaitannya dengan El Nino, walaupun fenomena ini terjadi di Samudra Pasifik, tetapi pengaruhnya dapat dirasakan secara global. Bahkan dapat dipastikan, tidak ada satu pun wilayah di permukaan bumi ini yang tidak turut merasakan dampaknya, tidak terkecuali negara-negara besar. Mungkin seekor kupu-kupu terlalu kecil untuk memiliki dampak global, tetapi tidak dengan Walker Circulation dengan badai El Nino-nya. Fenomena El Nino adalah kupu-kupu yang amat besar.
Detik.com (08/10/2023) melansir dari laman resmi BMKG, El Nino merupakan sebuah fenomena peningkatan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasfik bagian tengah. Perubahan suhu ini menyebabkan pergeseran angin dan arus laut yang akhirnya mengubah pola cuaca secara global.
Dampaknya amat terasa bagi dunia. Sebut saja Australia, Indonesia, dan sebagian kawasan Asia bagian selatan, El Nino membuat wilayah-wilayah ini lebih kering dengan curah hujan yang rendah. BMKG melaporkan bahwa beberapa daerah dengan curah hujan rendah berpotensi mengalami kekeringan ekstrem. Lebih dari itu, kekeringan dan panasnya suhu di wilayah tertentu mampu memantik kebakaran hutan dan lahan.
Sementara di Amerika Serikat, badai El Nino di Kawasan Pasifik membuat cuaca lebih basah di negara-negara bagian selatan AS dan Teluk Meksiko, sedangkan di AS bagian utara dan Kanada mengalami kekeringan. Detiknews.com(02/06/2023), mengabarkan areal hutan yang terbakar di Kanada mencapai 2,7 juta hektare. Hal ini menyebabkan banyak warga harus dievakuasi. Adapun kondisi di Kawasan Tanduk Afrika mengalami curah hujan tinggi yang menyebabkan banjir. Indonesiawindows.com (02/12/2023) melansir bahwa 270 orang tewas dan lebih dari 900 ribu warga terpaksa mengungsi karena banjir di Somalia, Kenya, dan Ethiopia.
Bagaimana dengan Eropa? Memasuki musim dingin ini, Eropa bagian selatan menerima peningkatan curah hujan yang menyebabkan banjir di beberapa wilayahnya, seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Belanda. Sementara itu, wilayah Eropa bagian utara termasuk di dalamnya Kawasan Nordik mengalami kondisi yang lebih dingin dan kering. Itulah mengapa, negara paling bahagia di dunia, Finlandia, menghadapi penurunan suhu yang drastis. Perubahan iklim terjadi di semua tempat akibat badai El Nino di Samudra Pasifik.
Namun pertanyaannya, apakah perubahan iklim yang terjadi dan berbagai pengaruh yang ditimbulkan murni karena adanya Badai El Nino ini atau ada penyebab lainnya? Lalu, apa yang menjadi akar dari permasalahan ini?
Kapitalisme: Paradigma Batil Biang Masalah
Sebagai manusia sekaligus hamba Allah Swt., kita tentu tidak bijak dan tidak layak bila menyalahkan fenomena El Nino yang terjadi secara periodik. Karena adanya peristiwa alam tersebut telah digariskan Allah Swt., "Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfudz)." (TQS. Al-An'am: 59)
Oleh karenanya, kita sebagai hamba-Nya yang beriman harus menghadapinya dengan sabar dan tidak meninggalkan ikhtiar untuk mencari penyelesaiannya. Hanya saja, menarik untuk disimak apa yang disampaikan sebuah artikel pada laman un.org tentang Climate Change. Para saintis yang bergerak di bidang cuaca memaparkan bahwa yang bertanggung jawab atas perubahan iklim adalah manusia dan aktivitasnya. El Nino memang menimbulkan kerusakan bagi manusia, seperti kekeringan yang menyebabkan produktivitas pertanian menurun drastis, gagal panen sehingga meroketnya harga kebutuhan pokok, dan bahkan kehilangan nyawa karena kelaparan. El Nino juga membuat sebagian besar negara besar tenggelam dalam banjir karena tingginya curah hujan. Namun ternyata, aktivitas manusialah yang sejatinya telah mempercepat dan memperparah dampak perubahan iklim dalam dua abad terakhir, dan hari ini manusia merasakannya.
Anda mungkin bertanya, apa saja aktivitas manusia yang mampu sedemikian rupa mengubah iklim di bumi ini. Menurut un.org, aktivitas manusia yang menjadi pendorong utama perubahan iklim adalah aktivitas industri yang salah satu konsekuensinya adalah deforestasi. Kegiatan industri dalam menghasilkan barang pemenuhan kebutuhan manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan bensin untuk kendaraan, pemakaian batu bara untuk pemanasan gedung dan infrastruktur lainnya, pembukaan lahan dan penebangan hutan tanpa reboisasi, serta kegiatan pertanian, merupakan aktivitas yang mampu menghasilkan emisi gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini yang memerangkap panas, menyelimuti bumi, dan meningkatkan suhu.
Karena bumi adalah sebuah sistem yang unsur satu dengan lainnya saling terhubung, maka perubahan di suatu daerah akan memengaruhi daerah lainnya. Sehingga, peningkatan suhu di suatu tempat di bumi bukan hanya memberi dampak lebih hangat, tetapi lebih dari yang dapat dibayangkan oleh manusia. Di antara perubahan itu yakni, kekeringan yang hebat, kelangkaan air, kebakaran yang sulit dikendalikan, naiknya permukaan air laut, banjir, mencairnya es di daerah kutub, bencana dan badai di laut dan di darat, serta menurunkan keanekaragaman hayati. (www.un.org)
Secara alamiah, manusia akan beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan nalurinya sesuai pemahamannya. Hanya saja hari ini, kita dapati manusia tidak melakukan aktivitas sekadar untuk memenuhi hajat hidupnya, melainkan memenuhi keinginan hawa nafsunya. Terlebih lagi, sistem yang saat ini diterapkan, yakni kapitalisme, telah menjadi nyawa kehidupannya. Sistem inilah yang mendorong manusia untuk bergaya hidup konsumtif, lebih tamak untuk memiliki sesuatu, dan selalu bernafsu memenuhi keinginannya terhadap barang. Memiliki barang-barang pemenuhan kebutuhan seperti pakaian (fashion), makanan dan minuman (food), perhiasan, perabot rumah tangga, elektronik, properti, kendaraan, hiburan (film & fun) dan sesuatu yang bersifat materialistik lainnya, merupakan standar kebahagiaan bagi manusia. Standar kebahagiaan ini sesuai dengan akidah sekuler yang menjadi landasan sistem tersebut. Akhirnya, manusia berusaha meraih itu semua tanpa memikirkan lagi apakah itu kebutuhan atau keinginan. Karena mereka memahami bahwa meraih materi dan kesenangan duniawi adalah tujuan keberadaan mereka di dunia.
Sementara itu, sektor industri dalam kapitalisme memandang bahwa keinginan manusia itu menjadi ladang keuntungan baginya. Dari sinilah akhirnya industri dalam sistem ini didorong untuk memenuhi keinginan manusia dengan memproduksi barang pemenuhan tadi sebanyak-banyaknya yang sering kali mengabaikan kerusakan lingkungan. Terlebih lagi saat ini muncul industri yang memang khusus untuk menarik dan memikat konsumen guna membeli barang yang diproduksi oleh industri barang dan jasa, yakni industri periklanan (advertising). Hasilnya, seperti yang kita lihat hari ini. Betapa banyak masyarakat yang tergiur oleh banyaknya iklan barang-barang kebutuhan dan berhasrat untuk memilikinya.
Paradigma batil mengenai standar kebahagiaan dalam sistem kapitalisme dan tujuan keberadaan manusia inilah yang merusak manusia, menjauhkan nilai-nilai kemanusiaan, dan memusnahkan lingkungan. Hal ini pula yang menjadi biang masalah dari perubahan iklim yang terjadi. Lalu, bagaimana solusinya?
Islam Solusi Hakiki
Manusia dibekali akal oleh Sang Pencipta tidak hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga menjaga dan melestarikan kehidupan itu sendiri. Hal ini sesuai dengan tujuan penciptaan manusia dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 30 yang artinya, "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’."
Dalam tafsir Al-Mukhtashar, Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid memaparkan bahwa tugas utama manusia adalah untuk memakmurkan bumi atas dasar ketaatan kepada Allah Swt. dan Dia Maha Tahu hikmah besar di balik penciptaan manusia dan penetapannya sebagai khalifah, yakni untuk mengelola bumi sesuai aturan-Nya.
Islam sebagai agama siyasi memandang bahwa akar dari segala problematika yang terjadi di dalam kehidupan manusia saat ini karena diterapkannya sistem kapitalisme. Maka dari itu, untuk menyelesaikannya, kita harus memahami dahulu bagaimana paradigma yang sahih tentang standar kebahagiaan, tujuan penciptaan manusia dari sisi Allah Swt., bagaimana cara Islam mengatur masalah industri dan sumber daya alam serta pengelolaannya.
Pertama, Islam mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya dengan jalan yang dihalalkan oleh hukum syarak, baik dengan bekerja, berdagang, atau yang lainnya. Bukan untuk memuaskan keinginan hawa nafsunya karena keinginan manusia tidak ada batasnya. Islam yang komprehensif memiliki aturan dalam memperoleh harta dan mengembangkannya. Di satu sisi, Islam tidak melarang manusia untuk memiliki sesuatu apabila ia mampu. Tetapi di sisi lain, Islam menganjurkan untuk tidak menumpuk barang-barang yang tidak terpakai dan melarang untuk bertindak boros. Karena kita meyakini bahwa setiap barang apa pun dan harta yang kita miliki, itu semua adalah amanah yang akan dihisab di akhirat kelak.
Kedua, Islam memandang bahwa standar kebahagiaan bukanlah dengan terpenuhinya kebutuhan jasadi sebanyak mungkin. Banyaknya materi yang kita miliki, belum tentu menjamin kita akan bahagia. Betapa banyak orang yang kaya harta, tetapi ia tidak merasakan kebahagiaan. Kebahagiaan hanya didapat ketika Allah Swt. meridai apa yang kita perbuat. Bagaimana cara mendapatkan rida Allah Swt.? Yakni dengan menunaikan ketaatan kepada-Nya dan patuh pada apa yang dibawa oleh utusan-Nya. Mindset seperti inilah yang akan mengubah perilaku seseorang siapa pun itu, tak terkecuali para pelaku industri.
Ketiga, Islam memerintahkan untuk menjauhi perbuatan yang sia-sia dan melarang merusak lingkungan. Sehingga, tidak akan didapati di dalam masyarakat Islam orang yang menumpuk-numpuk harta berupa uang, barang, makan, elektronik, dan mengoleksi barang-barang fashion branded karena itu merupakan bentuk kesia-siaan. Perilaku seperti itu tidak ada manfaatnya bagi masyarakat. Allah Swt. telah berfirman dalam surah Al-Mukminun ayat 1-3 yang artinya, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang Mukmin. Yaitu, orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. Dan orang-orang yang meninggalkan perbuatan sia-sia.” Dalam ayat lain, Allah juga telah melarang berbuat kerusakan di muka bumi. "Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (TQS. Al-A'raf: 56)
Sebailknya, sebagai khalifah di bumi, manusia diberikan wewenang untuk mengelola seluruh nikmat yang ada di bumi-Nya untuk kesejateraan umat manusia. Sehingga, sudah sepatutnya kita menjaga dan melestarikan lingkungan hidup, serta mengelola sumber daya alam sesuai tuntunan Sang Pencipta.
Keempat, Industri di dalam Islam diatur sedemikian rupa agar tidak menghasilkan kerusakan. Karena setiap pelaku industri dibatasi oleh cara pandang dan sistem yang mampu mencegah kerusakan akibat proses industrialisasi.
Kelima, Islam memberikan wewenang kepada negara untuk mengelola sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak. Begitu pula dengan industri energi yang bahan bakunya dalam jumlah yang besar tidak boleh dikelola oleh swasta, tetapi oleh negara. Karena itu, negara akan berupaya memperhatikan kemaslahatan masyarakat dalam pengelolaannya tanpa berorientasi keuntungan secara materi. Negara tidak akan mengelolanya secara eksploitatif dan tentunya dengan memedulikan keseimbangan lingkungan hidup.
Demikian cara Islam dalam menyolusi masalah perubahan iklim dan penyelamatan lingkungan hidup agar terhindar dari kerusakan. Semuanya itu haruslah diawali dengan mengubah paradigma yang keliru dan batil tentang kehidupan yang kapitalistik kemudian digantikan dengan cara pandang Islam. Cara pandang yang khas bagaimana setiap individu di dalam masyarakat dan negara memenuhi kebutuhan hidup dan nalurinya. Bagaimana Islam membatasi keinginan dan kerakusan jiwanya, serta bagaimana Islam dengan keagungan peradabannya mewujudkan lingkungan yang lestari. Wallahu a'lam bish-shawab.[]
Subhanallah, terang pemaparan bahwa rusaknya iklim dan cuaca karena ada campur tangan manusia (sistem juga).
Barokallahu fiik, Mbak Nay
MasyaaAllah, selain jago desain, Mba Nay ternyata jago nulis juga ya...
Sampai iklim pun ikut terusak akibat ulah kapitalisme
Ya Allah, suhu minus lebih 40 derajat itu rasanya seperti apa? Tak bisa dibayangkan. Mirisnya, semua ternyata ada campur tangan manusia yang melakukan industri besar-besaran.
Betul mbak, perubahan iklim yang berdampak pada berbagai fenomena alam tak sepenuhnya salah alam. Banyak penelitian justru menunjukkan jika perubahan iklim banyak disebabkan campur tangan manusia.