Ironisnya, ternyata hasil usaha dari eksplorasi sumber daya alam lebih banyak dibawa ke negara investor. Indonesia hanya mendapatkan sebagian kecilnya saja.
Oleh. R. Raraswati
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Gas bumi adalah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang Allah karuniakan kepada manusia. Di Indonesia sendiri memiliki kekayaan alam yang berlimpah, mulai dari gas bumi, tembaga, nikel, batu bara, emas, dan lainnya. Belum lagi kekayaan dari lautnya, ada berbagai macam ikan yang kaya manfaat, airnya yang mengandung garam, rumput laut, dan sebagainya. Maka, seharusnya Indonesia kaya dengan semua ini. Tidak terus menerus sebagai negara berkembang tanpa perubahan. Kenapa Indonesia tetap menjadi negara berkembang? Kapan Indonesia menjadi negara maju bahkan adidaya? Mungkinkah?
Penemuan Gas Bumi
Bisnis.com, 6/1/2024 mengabarkan adanya 2 penemuan besar (giant discovery) potensi gas bumi di Indonesia sepanjang tahun 2023. Penemuan tersebut menjadi indikasi besarnya potensi gas di Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat per Januari 2023 terdapat cadangan terbukti (proven reserves) minyak bumi mencapai 2,41 miliar barel (BBO), sedangkan cadangan terbukti (proven reserves) gas bumi ada di angka 35,3 triliun kaki kubik (TCF). Masyaallah, ini adalah karunia yang patut kita syukuri dan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kemaslahatan umat.
Penemuan cadangan gas besar di Indonesia yaitu:
Pertama, sumur eksplorasi Layaran-1 Blok South Andaman menemukan sekitar 100 kilometer lepas pantai Sumatera bagian utara. Penemuan ini diumumkan secara resmi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Mubadala Energy pada Desember 2023 lalu.
Sumur eksplorasi Layaran-1 tersebut dioperasikan Mubadala, perusahaan energi internasional yang berkantor pusat di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Di sana terdapat kolom gas yang luas dan telah dilakukan akuisisi data lengkap. Sumur tersebut telah berhasil mengalirkan kualitas gas yang sangat baik dengan kapasitas 30 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Hal ini disebut-sebut sebagai penemuan gas terbesar ke-3 di dunia.
Kedua, sumur eksplorasi Geng North-1 wilayah North Ganal juga menemukan cadangan gas jumbo di Kalimantan Timur oleh raksasa migas asal Italia, Eni pada Oktober 2023. Awalnya Eni memperkirakan total struktur yang ditemukan sebesar 5 TCF gas dengan kandungan kondensat sekitar 400 Mbbls. Uji produksi sumur pun berhasil dilakukan dengan perkiraan kapasitas sumur hingga 80-100 MMscfd serta sekitar 5-6 kbbld kondensat.
Angin Segar bagi Penguasa dan Pengusaha
Penemuan gas besar secara beruntun pada 2023 ini menjadi kesuksesan kegiatan eksplorasi industri hulu migas dan akan dilanjutkan di tahun 2024. Keberhasilan tersebut bisa menjadi angin segar bagi penguasa dan pengusaha. Pasalnya, penemuan ini akan menjadi daya dorong peningkatan investasi hulu migas di Indonesia.
Indonesia memang telah menentukan target produksi 1 juta barel per hari (BOPD) sedangkan gas menjadi 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030 nanti. Untuk itu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperkirakan kebutuhan investasi sebesar 20 hingga 26 miliar dolar AS per tahun. Jelas, penemuan gas besar di tahun 2023 membawa peluang besar bisa menarik investor.
Investor dianggap penting untuk pengelolaan sumber daya alam yang ada. Dalam sistem kapitalis, mencari investor adalah jalan untuk mendapatkan modal agar bisa mengelola sumber daya alam yang ditemukan. Dengan modal yang diberikan, diharapkan pengusaha bisa membuka lapangan pekerjaan sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Adanya lapangan pekerjaan juga dinilai dapat meningkatkan nilai ekonomi negara dalam jangka panjang. Intinya, investor dianggap memberi kontribusi nyata dalam perekonomian, lapangan pekerjaan, pengembangan teknologi, infrastruktur, dan sebagainya. Dengan demikian, adanya investor dianggap bisa menaikkan pendapatan negara. Inilah sistem kapitalis yang mengandalkan investasi dalam mengelola sumber daya alamnya. Mereka tidak memperhitungkan bahwa investor juga memiliki tujuan meraih keuntungan dari investasinya yang bisa jadi justru merugikan negara.
Bahaya Investasi
Selama ini selalu digambarkan pentingnya investasi, terutama dari asing. Berbagai kebaikan diinformasikan di media bahkan diajarkan pada dunia pendidikan. Investasi asing seolah menjadi jalan cepat untuk mendapatkan modal usaha, terutama untuk pengelolaan sumber daya alam. Padahal, di sisi lain investasi asing sangat berbahaya bagi negara maupun rakyat.
Tahukah Anda? Ketergantungan negara terhadap investasi asing bisa melemahkan mata uang negara. Memang, investasi asing bisa menghasilkan devisa yang menopang rupiah, namun dalam jangka panjang justru akan menyedot devisa karena adanya kewajiban mengirim deviden ke negara asalnya.
Selain itu, investasi asing bisa menimbulkan kerusakan lingkungan karena kurangnya bahkan tidak adanya perhatian terhadap dampak usaha bagi lingkungan. Investasi asing juga berdampak pada terbengkalainya sektor pertanian. Hal ini karena banyak masyarakat yang tergiur bekerja pada perusahaan dibandingkan mengembangkan lahan pertaniannya. Masyarakat mencari aman, bekerja di perusahaan dengan mendapatkan upah tanpa risiko kerugian gagal panen. Tentu saja ini bisa menjadi berkurangnya lahan produktif. Masyarakat memilih menggunakan lahannya untuk usaha dibandingkan sebagai lahan pertanian. Ironisnya, ternyata hasil usaha dari eksplorasi sumber daya alam lebih banyak dibawa ke negara investor. Indonesia hanya mendapatkan sebagian kecilnya saja.
Tidak cukup di situ, investasi asing juga bisa membahayakan kedaulatan negara. Pasalnya investor bisa saja mengatur dan mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia secara berlebihan dalam jangka waktu yang lama. Di saat itulah Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kekayaannya sendiri. Bisa dibilang ini bentuk penjajahan yang diizinkan negara.
Pengelolaan SDA dalam Negara Khilafah
Pengelolaan sumber daya alam dalam negara Khilafah sangat berbeda dengan negara yang menerapkan sistem kapitalis. Dikutip dari kitab Nidzamul Iqtishadi karya Syekh Taqqiudin an Nabhani, ada dua cara dalam mengelola sumber daya alam.
Pertama, sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan masyarakat secara langsung. Sumber daya alam ini contohnya padang rumput, sumber air laut, dan semacamnya. Dalam hal ini, Khilafah hanya mengawasi pemanfaatannya agar tidak membawa mudarat.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Tirmidzi dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah dan meminta agar diberikan tambang garam kepadanya. Kemudian Nabi memberikan tambang itu. Ketika Abyad bin Hamal r.a. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah mengambil kembali pemberian tambang garam itu dari Abyad bin Hammal.”(HR. Abu Dawud dan At-Timidzi)
Dalam hadis di atas, disebutkan Rasulullah menarik kembali tambang garam yang beliau berikan pada Abyadh bin Hammal setelah beliau tahu bahwa tambang garam tersebut depositnya melimpah. Sehingga tambang garam tersebut tidak boleh dimiliki oleh individu karena merupakan milik kaum muslim. Hadis ini menjelaskan bahwa barang tambang yang depositnya melimpah adalah milik umum, sehingga tidak boleh dimiliki oleh individu. Dalil ini berlaku bukan hanya untuk garam saja, melainkan juga berlaku untuk seluruh barang tambang. Larangan tersebut berdasarkan kalimat dari hadis tersebut, yaitu “layaknya air yang mengalir”. Jadi, semua barang tambang yang jumlah depositnya “layaknya air yang mengalir”, tidak boleh dimiliki oleh individu.
Kedua, sumber daya alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat. Hal ini karena masih membutuhkan pengelolaan oleh tenaga ahli, keterampilan dan teknologi khusus yang membutuhkan biaya besar. Sumber daya ala mini contohnya minyak bumi, gas, dan bahan tambang lain sejenisnya.
Dalam hal ini, mulai eksplorasi, eksploitasi pengelolaannya mutlak ada pada Khilafah. Meski membutuhkan biaya besar, khilafah tidak akan mencari investor dalam pengelolaannya. Khilafah akan bekerja sama dengan swasta dalam akad ijarah atau siwa jasa. Pihak swasta ini memberikan jasa tanpa memiliki wewenang untuk menguasai. Dengan demikian, hasil pengelolaan sumber daya alam bisa seluruhnya menjadi milik negara dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyatnya.
Dengan diterapkannya sistem Islam dalam pengelolaan sumber daya alam, sangat mungkin suatu negara seperti Indonesia menjadi lebih maju bahkan adidaya. Tidak seharusnya Indonesia menyandang sebutan negara berkembang dengan kekayaan yang tiada pernah putus. Semoga umat semakin paham dan mau memperjuangkan diterapkannya sistem Islam dalam pemerintahan dan di segala lini kehidupan.
Allahu a’lam bish showab.[]
Sedihnya hidup d negeri kaya, tp rakyatnya bahkan harus berjuang keras untuk menikmati kekayaan negeri sendiri
Jika kekayaan alam Indonesia dikelola dengan syariat Islam sudah pasti rakyat akan sejahtera.
Barakallah, Bu Raras. Selalu sedih membaca berbagai penemuan tambang tapi yang mengelola bukan negara. Apalagi hasilnya tidak diserahkan untuk segenap kemakmuran rakyat
Semoga Islam segera kembali memimpin dunia
Alhamdulillah sudah dimuat. Penemuan sumber daya alam baru mestinya menambah kesejahteraan rakyat, bukan justru menambah utang