Ibadah Dulu Atau Nunggu Kaya?

Begitulah sifat manusia, tidak pernah puas. Karena bukan ketidak-cukupannya yang menghalangi ketaatan. Bukan sedikitnya uang yang menjadi hambatan untuk beribadah. Melainkan hatinya yang fakir lagi mengalami kesempitan. Tersebab jauh dari iman.



Oleh: Ana Nazahah (Revowriter Aceh)

NarasiPost.com - Judul di atas, seharusnya sangat tidak tepat jika ditanyakan pada pribadi Mukmin. Walau bagaimanapun setiap Muslim pasti tahu tujuan ia dicipta. Tidak lain untuk beribadah kepada-Nya.

Hanya saja, dewasa ini, pertanyaan semisal wajib kita renungkan kembali. Untuk apa kita menjalani hidup selama ini? Untuk mengejar dunia? Atau beribadah kepada-Nya? Pasalnya, mayoritas kita hari ini lebih menyukai mengejar harta dan tergila-gila dengan harta, ketimbang memperbaiki diri dengan beramal salih.

Kadang kita dapati manusia yang sibuk bekerja. Dari pagi buta hingga matahari tenggelam. Kerja dan terus bekerja. Banting tulang. Keringat bercucuran. Lelah mendera jiwa dan raga. Dan ternyata seluruh usaha itu hanya memuaskan kepentingan dunia. Sangat jarang wajah itu dibasahi air wudhu. Tak sekalipun terpikir sempat menghadiri majlis ilmu. Hidupnya terlalu sibuk. Tak sempat untuk melakukan hal-hal tak begitu penting. Menurutnya.

Ternyata, makna penting dan tidak pentingpun telah bergeser jauh dari tujuan hidup yang sebenarnya. Kendati lisan selalu meyakini, bahwa tujuan hidup adalah untuk beribadah kepada-Nya. Namun kenyataannya selalu bertentangan dengan apa yang tangan dan kaki perbuat. Ternyata ibadah yang dimaksud adalah aktivitas pemenuhan pada perut dan syahwat semata.

Hidup enak! Itulah cita-cita manusia. Nggak masalah jika harus terus berkerja. Biarpun lelah. Biarpun menderita. Asal bisa hidup enak, tak mengapa. Tidur nyaman, perut kenyang. Itulah bahagia. Bahagia yang didefenisikan, sesempit itu.

Katanya "Bagaimana mungkin bisa ibadah jika perut lapar? Gimana bisa sekolah, menuntut ilmu, belajar Islam, jika nggak punya uang? Acap kali ada pertanyaan sumbang "Apakah belajar Islam dan datang ke kajian bisa bikin perut kenyang?" Tanpa disadari, walaupun tak dizahirkan, pernyataan ini jelas tergambar dalam tindakan.

Pertanyaannya, kapan batas perut manusia 'kenyang' (dalam artian lapang)? Sampai batas mana uang itu dikatakan cukup, sehingga barulah bisa beribadah, menuntut ilmu, dan mendakwahkan Islam? Kapan?

Rasulallah Shallallahu 'Alaihi Wassalam menjawabnya melalui sabda beliau :

لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِيَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا وَلَوْ أُعْطِيَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ

"Seandainya anak keturunan Adam diberi satu lembah penuh dengan emas niscaya dia masih akan menginginkan yang kedua. Jika diberi lembah emas yang kedua maka dia menginginkan lembah emas ketiga. Tidak akan pernah menyumbat rongga (mulut) anak Adam selain tanah, dan Allah menerima taubat bagi siapapun yang mau bertaubat.” (HR. Al-Bukhari No.6438).

Begitulah sifat manusia, tidak pernah puas. Karena bukan ketidak-cukupannya yang menghalangi ketaatan. Bukan sedikitnya uang yang menjadi hambatan untuk beribadah. Melainkan hatinya yang fakir lagi mengalami kesempitan. Tersebab jauh dari iman.

Karenanya ia menganggap dunia adalah satu-satunya kesenangan. Padahal dunia yang dikejar adalah kesenangan yang memperdayakan. Sebagaimana Firman Allah Swt :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kalian dan sekali-kali janganlah syaitan memperdayakan kalian tentang Allah.” (QS. Fatir: 5)

Allah Swt juga mengingatkan kita, agar supaya tidak terperdaya dengan harta, lalu meninggalkan ibadah kepada-Nya.

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah fitnah (cobaan), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Taghabun: 15)

Karena itu, sudah seharusnya kita bijak dalam menentukan sikap kita. Tidak meninggalkan perintah Allah Swt meski sesibuk apapun kita.

Seorang anak, yang sekolah atau kuliah, akan lebih bermanfaat dan berkah ilmunya jika dibarengi dengan menuntut ilmu agama kemudian mengamalkannya.

Seorang ayah bertugas mencari nafkah akan lebih berkah hartanya jika si ayah juga tidak meninggalkan kewajibannya kepada Tuhannya, di samping ia menjalankan tugasnya sebagai kepala rumah tangga.

Demikianpun ibu, sesibuk apapun di rumah, mengurus anak dan memasak. Sebisa mungkin meluangkan waktu untuk menambah pemahaman agama, menyempatkan hadir di majelis ilmu misalnya. Belajar Islam. Sehingga ia bisa menunaikan tugasnya sebagai ummu warabatul bait sesuai tuntunan syari'at-Nya.

Sungguh, alangkah indahnya hidup, jika kita bisa memadukan kesibukan dengan menuntut ilmu agama. Sekaligus mengamalkan serta mendakwahkannya. Allah Swt akan datangkan limpahan karunia-Nya, dari langit dan bumi. Kan kita dapati kebahagian yang sesungguhnya, di dunia maupun di akhirat-Nya.

Wallahua'lam.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim penulis Inti NarasiPost.Com
Yana Sofia Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. Sangat piawai dalam menulis naskah-naskah bergenre teenager dan motivasi. Berasal dari Aceh dan senantiasa bergerak dalam dakwah bersama kaum remaja.
Previous
Pembubaran Ormas, Pembungkaman Hak Berserikat
Next
Penjaga Cahaya Allah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram