Sudah seharusnya, hati orang beriman untuk senantiasa mengingat Allah karena tawakal merupakan konsekuensi dari tauhid.
Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Meraki Literasi)
NarasiPost.Com-Kita menyadari bahwa kondisi iman selalu berubah-ubah. Terkadang, perubahannya pun cenderung ekstrem. Suatu waktu, kita merasakan suasana iman yang memudar, hingga raga merasakan kemalasan akut untuk beramal saleh. Pada waktu lain, kita merasakan kehangatan iman di dalam hati, lalu diri menjadi patuh, tunduk, dan semangat untuk beramal saleh.
Dari sini, kita menyadari bahwa kondisi iman sangat memengaruhi hati dan amal perbuatan seseorang. Karena itu, kita tidak boleh menganggap remeh sesuatu yang tidak terlihat, seperti pemikiran, perasaan, keimanan, dan apa-apa yang ada di hati. Bahkan, Islam memiliki bentuk amalan khusus untuk hati, yakni tawakal kepada Allah. Iya, tawakal adalah aktivitas hati yang sangat erat kaitannya dengan akidah. Meskipun letaknya di hati dan bersifat nonfisik, ternyata tawakal bisa menjadi sumber kekuatan seorang muslim.
Sering kali kita berpikir bahwa manusia terkuat adalah mereka yang paling banyak memiliki modal materi, perlengkapan persenjataan, badan yang perkasa, dan lain sebagainya. Semuanya diukur pada hal-hal yang bersifat fisik, tampak, dan dapat diindra. Namun, tahukah kita bahwa amalan hati sangat memengaruhi kekuatan seseorang? Lantas, bagaimana bisa tawakal kepada Allah dapat menjadi sumber kekuatan?
Hakikat Tawakal
Tawakal kepada Allah bermakna penyerahan segala urusan kepada-Nya yang dibarengi dengan ikhtiar dan doa. Tawakal merupakan aktivitas hati, sehingga ucapan dan amal perbuatan seharusnya sesuai dengan yang diyakini oleh hati. Dengan kata lain, tawakal adalah mengimani sekaligus menjadikan Allah Swt. sebagai tempat bersandar, ketika mencari kemanfaatan dan menolak kemudaratan.
Banyak dalil-dali dalam Al-Qur’an yang mewajibkan tawakal, antara lain surah Ali-Imran ayat 159 dan 173, Al-Maidah ayat 23, Al-Furqon ayat 58, At-Taubah ayat 51 dan 129, Ath-Thalaq ayat 3, Hud ayat 123, dan masih banyak lagi. Karena itu, para ulama berpendapat bahwa kaum muslim yang mengingkari dalil-dalil qath’i mengenai wajibnya tawakal, maka ia dapat dikatakan kafir. Bahkan seorang muslim yang membaca Al-Qur’an dan menadaburinya akan memahami bahwa tawakal kepada Allah merupakan standar kriteria keimanan seseorang.
Sumber Kekuatan
Sebagian ulama salaf pernah menukil suatu kalimat indah, “Siapa yang ingin menjadi manusia terkuat, hendaknya ia bertawakal kepada Allah”. Ibnu Taimiyah pernah mengungkapkan dalam risalahnya yang berjudul At-Tuhfah Al-‘Iraqiyah bahwa suatu kaum yang hanya fokus pada sisi perintah, larangan, ibadah, dan ketaatan, tetapi mengabaikan sisi qada, qadar, tawakal, dan istianah maka meskipun mereka bermaksud baik dan mengagungkan Allah, mereka akan menjadi lemah, tidak berdaya, dan terlantar.
Bukankah meminta pertolongan pada Allah, bertawakal pada-Nya, memohon kepada-Nya, dan berdoa kepada-Nya dapat menguatkan seorang hamba dan mempermudah segala urusannya? Dari sini, Ibnu Taimiyah berusaha menjelaskan bahwa kekuatan yang hakiki sangat erat kaitannya dengan sekuat apa ketergantungan kita kepada Allah. Kekuatan bertawakal adalah modal awal untuk menguatkan mental dalam menghadapi kesulitan hidup. Lebih dari itu, tawakal adalah bentuk kejujuran keimanan kita kepada Allah Swt., sebagaimana firman-Nya:
وَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ وَكَفٰى بِا للّٰهِ وَكِيْلًا
“Dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pemelihara.” (QS. Al-Ahzab: 3)
Apabila Allah Swt. telah menyatakan kalimat tersebut di dalam Al-Qur’an, tidakkah cukup bagimu wahai diri bahwa Allah Swt. sebagai sebaik-baik pemelihara dan pelindung? Lantas, mengapa masih ada hati yang dipenuhi ketakutan dan kesedihan hanya karena tuntutan dunia? Pantaskah bagi seorang muslim memutuskan hubungannya dengan Allah Swt. ketika diri sedang mengalami penderitaan dan kepedihan? Padahal Allah telah menyatakan dalam Al-Qur’an, siapa saja yang bertawakal kepada-Nya maka segala kebutuhannya akan dicukupkan (QS. Ath-Thalaq: 3). Kita bertawakal karena hanya Allah Swt. yang mampu menyelesaikan segala urusan kita. Adakah yang mampu menyelesaikan urusan kita melebihi Allah?
Andaikan seseorang mengetahui ada seorang pejabat yang menjamin urusannya, niscaya dia akan yakin bahwa urusannya akan selesai. Lantas, bagaimana bisa ada orang yang melewatkan kesempatan (tidak merasakan jaminan Allah Swt.), padahal Dia yang menciptakan kebutuhan-kebutuhan makhluk-Nya?
Kuat Melawan Tipu Daya Setan
Setan hadir di setiap lini kehidupan keturunan Adam. Setan berjalan dengan mengembuskan rasa waswas, menebar fitnah, mengadu domba, menggoda, mengganggu, menyesatkan, memanjangkan angan-angan, dan menakut-nakuti kita dengan bayangan kefakiran ketika diri berpikir untuk berinfak di jalan Allah.
Setan juga menghiasi kebatilan sehingga tampak oleh kita seperti hal biasa dan baik, bahkan tidak perlu dianggap berlebihan. Ini merupakan teknik setan yang paling berbahaya. Padahal, dosa akan membuat pelakunya berakhir dengan kesempitan hidup. Oleh karena itu, ketika kita melihat seorang pelaku maksiat, pertama kali nuraninya akan terusik dan kita akan melihat dia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Demi Allah, aku menyesal dan aku juga tersiksa dengan perbuatan ini. Namun, mengapa sulit sekali untuk menghindari kemaksiatan ini. Terima kasih atas nasihatnya”.
Kemudian, setan akan terus membersamainya. Setelah itu, kita akan menjumpainya lagi di suatu waktu dan dia akan membela kemaksiatannya karena menganggapnya sebagai perkara biasa. Dia memandang orang-orang di sekitarnya terlalu berlebihan dalam mengharamkan sesuatu. Lalu, dia akan mencari dalil untuk menghalalkan kemaksiatannya. Mengatakan bahwa zaman telah berubah dan aturan agama sudah tidak relevan lagi. Begitulah, strategi setan dalam menghiasi kemaksiatan. Perlahan namun pasti, dan jika dituruti manusia akan terjebak tipu dayanya.
Tak jarang juga kita melihat, banyak orang berujung tragis. Mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Setelah ditelusuri, ternyata ia merasa terimpit oleh utang ribawi. Tak jarang juga kita melihat orang yang bunuh diri akibat diputuskan pacarnya. Dan aneka pemandangan-pemandangan tragis, buah dari kemaksiatan. Semoga Allah senantiasa melindungi kita semua.
Namun, tahukah kita bahwa tawakal kepada Allah merupakan sarana yang paling utama untuk melawan bahaya kekuasaan setan? Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 99 yang artinya, “Sesungguhnya, setan tidak memiliki pengaruh terhadap orang-orang yang beriman dan bertawakal hanya kepada Tuhan mereka”. Sebab, tawakal kepada Allah dapat menjadi obat untuk menangkis penyakit hati akibat tipu daya setan.
Tawakal dan Ikhtiar
Rasulullah saw. adalah manusia yang paling sempurna tawakalnya kepada Allah. Namun, beliau tampak membawa dua tameng pada perang Uhud, dan menyewa seorang pemandu musyrik ketika hijrah. Bahkan, ketika Rasulullah saw. akan melakukan perjalanan, baik untuk berjihad, haji, dan umrah, beliau tetap menyediakan perbekalan. Nabi juga pernah meminjam baju besi kepada Sofwan untuk berperang, menyebarkan mata-mata, memutuskan air dari Khaibar, dan mencari informasi tentang musuh. Padahal dalam surah Al-Maidah ayat 67, Allah telah berjanji akan memeliharanya dari gangguan manusia.
Karena itu, sangat lucu jika ada yang menyarankan agar kaum muslim “cukup” dengan berdoa saja untuk membela Palestina. Padahal, ia tahu bahwa jihad hukumnya wajib. Di mana yang memegang wewenang untuk mengomando pasukan militer adalah seorang pemimpin atau penguasa. Anehnya lagi, jika ada seorang muslim yang memilih pasif jika melihat kezaliman dan enggan menyelesaikan masalah-masalah yang mendera umat saat ini. Kemudian, menyatakan bahwa semua ini terjadi atas kehendak Allah Swt. Padahal, ia bisa memilih untuk menolong atau mengabaikan.
Ingat tidak, ketika Rasulullah dan kaum muslim di Madinah saat hendak melakukan perang Badar? Ketika kaum muslim yang berjumlah ratusan dan harus melawan ribuan kaum musyrikin. Rasulullah kemudian menghadap kiblat sambil berdoa agar Allah Swt. memberikan kemenangan di pihak kaum muslim. Inilah sikap seorang nabi, tidak hanya sebatas berdoa, beliau juga memotivasi para sahabat dan mengatur strategi perang. Nabi dan para sahabat tidak tunggu diam menunggu para malaikat menghabisi dan merealisasikan doa nabi tersebut. Artinya, doa itu ibarat panah yang diluncurkan ke langit, tetapi untuk mencapainya butuh ikhtiar dan waktu.
Kapan Kita Harus Bertawakal?
Sejatinya, tawakal bagi orang beriman dilakukan setiap saat. Sudah seharusnya, hati orang beriman untuk senantiasa mengingat Allah karena tawakal merupakan konsekuensi dari tauhid. Inilah barometer dari sebuah keimanan.
Karena itu, belum sempurna tawakal jika sekadar mengakui kebenaran Islam, namun malah tunduk dan kalah terhadap ideologi Barat, bahkan menakwilkan nas syariat agar sesuai dengan sekularisme. Bukankah apa-apa yang datang dari Al-Qur’an adalah sebaik-baik petunjuk? Bukankah konsekuensi dari keimanan adalah beramal saleh?
Secara ringkas, tawakal bermakna menyibukkan anggota badan agar selaras dengan hati. Hati yang mencintai Allah dan bergantung pada-Nya, tidak mungkin tunduk pada makhluk. Apalagi dengan ketundukannya itu, malah membuatnya mengingkari isi hatinya yang tunduk pada Allah.
Lihatlah, bagaimana kaum muslim sekarang begitu lemah. Ketika Palestina sedang digenosida, negeri-negeri muslim justru mengemis pada PBB yang dipimpin oleh Amerika untuk menyelamatkan mereka. Padahal telah tampak bukti-bukti bahwa Amerika adalah pendukung Yahudi Zionis dan mustahil juga membantu Palestina. Alhasil, ketundukan pada Barat (makhluk) membuat kaum muslim menjadi lemah, karena tidak dapat melakukan kewajibannya untuk berjihad. Ketakutan kaum muslim kepada negara adidaya, bukti bahwa jauhnya diri dari sikap tawakal kepada Allah.
Khatimah
Salah satu motivasi tertinggi dalam bertawakal adalah sebagai bentuk rasa syukur atas hidayah yang diberikan Allah Swt. kepada kita. Siapa saja yang menginginkan ketenangan, ketenteraman, dan kekuatan maka hendaklah melatih hatinya untuk senantiasa bertawakal. Hati yang senantiasa mengingat kebesaran Allah Swt., tidak akan merasa cemas dengan urusan dunia yang membelenggu sebab tawakal akan menjadi sumber kekuatan di hatinya.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Masyaallah tabarakallah. Betapa penting tawakal dimiliki setiap diri yg mengaku beriman kepada Allah. Agar kekuatan dirinya selalu muncul manakala permasalahan mengadang dan Allah yg menjadi satu-satunya sandaran terhebatnya.
Benar Mba, tawakal seharusnya menjadi aktivitas hati untuk seluruh kaum muslim
Saat kita menyerahkan segala urusan kita kepada Allah taala, saat itu pula mengalir kekuatan dahsyat dari Sang Maha Kuat dalam menjalani apa pun..
Benar Mba, hati yang kuat akan berpengaruh pada fisik dan amal.
Masyaallah, sangat mendalam pembahasan tawakal yang disajikan. Barakallahu fiik untuk penulis. Tawakal memang harus disertai ikhtiar terbaik seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Wafiik Barakallah Mbaku..
Betul. Tanpa tawakal, hati akan selalu gelisah. Yang penting niat, ikhtiar terbaik dan menyerahkan hasilnya pada Allah. Tatkala cinta dunia, tawakal tercerabut. Mau bela agama takut hilang ini dan itu. MasyaaAllah, tawakal adalah kekuatan hati
Benar Mba Novi, Hati yang menyandarkan pada YANG MAHA KUAT, akan senantiasa dikuatkan mengatasi masalah duniawi.
Barakallah mbak, memang terkadang kita melupakan hal tersebut, padahal itu adalah hal paling penting dalam kehidupan kita. Jadi ingat kata Ustadz felix, kalau sudah terjadi jangan dicari-cari alasannya. Bertawakallah kenapa Allah.
Wafiik Barakallah Mbaku... Iya perkara hati jangan dipandang remeh ternyata
Masyaallah, satu kata sederhana tetapi kadang aplikasinya masih sulit ya. Semoga kita bisa belajar tawakal di mana pun dan dalam kondisi apa pun.
Aamiin, bener Mba. Hati harus senantiasa dilatih untuk bersandar pada Allah..
Masyaallah, tulisannya banyak petuah. bismillah semoga bisa melatih hati agar terit bertawakal pada Allah.
Barokallahu fiik, Mbak
Jazakillah Khoir Mba.. Wafiik barakallah Mba