Pemikiran positif bisa jadi tidak menghapus atau menghilangkan hambatan. Namun, mampu mengubah hambatan yang ada menjadi kerdil dan memunculkan potensi.
Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pernahkah merasa lelah? Capek dan berat melangkah? Merasa diri ini tak berarti apa-apa. Tak mampu melakukan sesuatu yang berarti dalam pandangan kita. Merasa apa yang ada dalam diri terasa menghambat semua gerak kita.
Jomlo menjadi hambatan. Sendirian tak ada yang menguatkan. Separuh agama belum di tangan katanya. Punya pasangan, hambatan. Ribet, harus izin, membagi waktu, menyesuaikan pikiran dan perasaan. Punya anak, hambatan. Kurang gesit. Kurang banyak waktu. Kurang bebas. Single parents menjadi hambatan. Ada ketimpangan, kurang lengkap kasih sayang, dan tak ada yang diajak bekerja sama.
Kaya, hambatan. Sibuk mengelola keuangan. Tak sempat melakukan banyak hal. Kurang harta, hambatan. Tak bisa banyak infak, tak bisa menyumbang, dan tak bisa membeli kebutuhan.
Sekolah, hambatan. Banyak tugas, masalah dengan teman, atau dengan pacar. Kuliah, hambatan. Lebih sibuk dengan tugas, bergaul agar bisa diterima di circle yang ada, dan kebutuhannya banyak. Kerja, hambatan. Menyita waktu. Tak ada kesempatan untuk meng-upgrade diri dan eksis dalam kegiatan lainnya.
Jika semua kondisi menjadi hambatan, maka kesimpulannya semua manusia memilki hambatan. Tinggal bagaimana menjadikan hambatan itu menjadi sebuah potensi yang cemerlang. Masih ingat hukum Ohm?
Menurut hukum Ohm, sebuah hambatan tinggal dikawinkan dengan arus listrik yang ada, maka akan menghasilkan sebuah potensi (V = i.R). Jika kondisi yang ada adalah hambatan, maka diperlukan pemikiran yang menjadi arus perubahan. Pemikiran positif dalam diri ketika bertemu hambatan justru akan merubahnya menjadi potensi.
Jika semua manusia memiliki hambatan, sama juga dengan muatan arus pemikiran. Semua manusia juga memilikinya. Semua manusia mampu melakukannya. Hanya tergantung seberapa besar kemauannya.
Pemikiran positif bisa jadi tidak menghapus atau menghilangkan hambatan. Namun, mampu mengubah hambatan yang ada menjadi kerdil dan memunculkan potensi.
Saya tak pandai berbicara. Tak cakap bahasa Arab. Tak hafal banyak dalil. Ini hambatan, tetapi jika pemikiran positifnya ada, “Gak bisa berbicara, ya, aku bagian nulis saja. Bagian antar undangan juga gak ada masalah. Itu semua melancarkan dakwah.” Apakah hambatannya hilang? Tidak, tetapi arus pemikiran positif ketika bertemu hambatan, maka akan menjadi potensi yang terpendam.
Selanjutnya, potensi itu tak akan ada gunanya jika didiamkan saja. Colokan lampu yang berisi potensial itu, Guys, gak akan berguna hanya dengan kita lihat saja. Harus disalurkan agar menjadi daya. Misalnya, disalurkan ke TV, lemari es, dan alat listrik lainnya.
Sama dengan kita. Jika potensi itu dibiarkan, tak dilaksanakan, tak mendorong pada sikap dan perilaku, maka tak akan ada gunanya. Hanya sebatas teori semata. Jadi, gali potensimu, lakukan, bukan dipendam. Maka, akan menghasilkan daya yang besar.
Manusia akan menjadi berdaya ketika menyalurkan potensinya. Makin besar potensinya, makin besar dayanya dan makin kecil hambatannya. Ini sejalan dengan rumus daya dalam fisika (P = V2/R).
Jika seseorang mampu memikirkan hal positif yang ada dalam dirinya dan mendorongnya untuk melakukan banyak kebaikan, maka dialah manusia yang berdaya.
Coba bayangkan seorang Bilal bin Rabbah. Jika melihat dari sisi hambatan, bisa jadi hanya kekurangan yang didapatkan. Dia dari ras hitam di Habsyah. Tak sekadar miskin, tetapi juga seorang budak yang tak ada nilainya. Tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan, tak memilki kekuasaan untuk mengatur diri dan kehidupannya.
Namun, ketika Islam datang, keimanan itu menjadikannya berpikir positif. Agama baru ini akan menjadikannya setara dengan siapa pun yang beriman dan menjamin seluruh kehidupan. Lebih dari itu, sisi keimanannya menyatakan ini agama yang benar.
Saat masuk Islam, Bilal juga mampu melejitkan diri. Mencari potensi yang dimiliki. Barangkali dia tidak sekaya Utsman sehingga tidak bisa infak besar-besaran. Tidak semulia Abu Bakar yang setiap saat penuh kebaikan. Juga tak sepandai Ali yang kecerdasannya tak bisa diragukan.
Namun, Bilal memiliki potensi. Suaranya yang bagus, mendayu sendu, menggerakkan hati kaum muslimin yang sedang terlena dengan dunia, dan mengingatkan bahwa sudah saatnya kembali menghadap-Nya. Dengan alunan suara merdunya, Bilal mengajak manusia bercengkerama dengan Rabbnya dalam sujud panjang doa-doa dan kepasrahan. Bilal juga mampu menggali potensinya hingga Rasulullah sendiri yang mengabarkan bahwa terompahnya terdengar dari surga.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, ceritakanlah tentang satu amalan yang kamu lakukan di dalam Islam yang paling kamu nantikan pahalanya, karena aku mendengar suara kedua sandalmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak ada amal yang aku lakukan yang paling aku harapkan pahalanya daripada aku bersuci pada waktu malam atau siang, pasti aku melakukan shalat dengan wudhu tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan untukku.” (Muttafaqun 'alaih. Lafal hadis ini adalah milik Bukhari) [HR. Bukhari, no. 443 dan Muslim, no. 715]. Ad-daffu adalah suara sandal dan gerakannya di atas tanah. Wallahu a'lam.
Apa yang istimewa? Kelihatannya sepele dan kecil saja. Menjaga wudu dan salat sunah sesudahnya. Bisa jadi tak banyak yang dilakukan. Namun, dengan istikamah dan kesadaran bahwa itu yang dimilikinya, maka ia mampu melejitkan hingga membawanya ke kehidupan yang kekal. Surga Firdaus.
Inilah contoh manusia berdaya besar. Manusia berdaya besar adalah yang potensinya berhasil dimaksimalkan. Pada saat yang sama, hambatannya diminimalkan. Maka, perlu banyak pemikiran positif yang dilahirkan agar hambatan tak mendominasi diri dan menjadi makin kecil karena besarnya potensi yang mampu dilejitkan.
Jadi, mau masuk digolongan yang mana anda? Terus meratapi hambatan yang ada atau menggali potensi sehingga menjadi manusia berdaya? Pilihan ada di tangan anda. []
Terus menggali potensi diri, fokus pada tujuan dan strategi untuk mecapainya, bukan pada hambatan.
Barakallah..
Hambatan pasti akan selalu ada. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.
Masyaallah ... betul. Setiap manusia memiliki potensi masing-masing. Selama demi kebaikan, maka harus semangat menggali potensi itu ya. Barakallah ...
Masyaallah. Semoga bisa mendaki manusia berdaya yang mampu memaksimalkan potensi yang ada pada diri kita.
Barakallah mba @Netty, naskahnya mengena di hati.
Amalan rahasia yang Allah dan dia yang tau.. MasyaAllah jazakumullahu khairan mb..
MaasyaaAllah. Memiliki amalan andalan di hadapan Allah. Cukup Allah dan dirinya yang tahu
Masuk golongan yang tidak fokus pada hambatan Ustadzah.
Bismillah selalu berupaya fokus pada solusi
Barokallah, Ustadzah
Tulisannya bagus. Barakallahu fiik mbak Netty.