Pandai memilih skala prioritas dalam mengatur pengeluaran akan menghindarkan seseorang dari sifat boros dan jeratan utang
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com-Uang menjadi satu hal yang begitu sulit didapatkan tetapi sangat mudah dihabiskan. Apalagi jika menyaksikan harga-harga kebutuhan pokok yang terus melambung, seolah barang-barang tersebut tak mau berkompromi dengan isi dompet. Jika tak pintar-pintar mengatur arus keuangan maka krisis anggaran pasti akan terjadi. Berita buruknya, jika kondisi keuangan sudah menunjukkan alarm darurat sedangkan kebutuhan sudah mendesak untuk dipenuhi, maka ujung-ujungnya pasti berutang.
Bagi mereka yang ekonominya mapan, mungkin tak terlalu merasakan imbas kenaikan harga kebutuhan pokok. Namun, bagi orang yang kemampuan ekonominya pas-pasan bahkan kurang, bisa dipastikan sekadar untuk makan sehari-hari saja sangat sulit. Jika tetap memaksakan berbelanja tanpa kendali sedangkan keuangan tak mendukung, maka "gali lubang tutup lubang" pasti akan jadi menu hariannya.
Jangan "Lapar" Mata!
Pada fitrahnya, manusia memang selalu menginginkan apa yang tidak dimilikinya. Sebagai contoh, jika sudah memiliki satu barang berwarna hijau, terkadang dia masih menginginkan barang sejenis yang berbeda warna. Jika sudah memiliki satu tas merek tertentu, terkadang dia pun masih ingin memiliki tas merek lainnya. Belum lagi jika berseliweran iklan di sosial media tentang barang-barang lokal dan impor dengan diskon gila-gilaan, sering kali mata menjadi "lapar" dan sulit mengendalikan keinginan untuk tidak berbelanja. Dan begitulah seterusnya.
Jika tak meredam syahwat berbelanja, maka hanya dalam hitungan bulan saja, lemari akan penuh dengan pakaian dari berbagai model dan merek, dapur akan dipenuhi perabot dengan beragam jenis dan warna, bahkan meja hias akan dipenuhi berbagai macam produk kecantikan. Tanpa sadar, semua barang-barang tersebut akan terus bertumpuk dan bertambah banyak. Padahal, barang-barang tersebut tidak selalu bermanfaat. Syahwat berbelanja yang tak mampu diredam, terkadang membuat banyak orang tak lagi mengukur kemampuan ekonominya. Jika uang tak lagi mencukupi, maka utang sering kali jadi pilihan.
Karena itu, setiap orang mesti menanamkan prinsip, "penuhilah kebutuhan, bukan keinginan" agar tetap mampu menjaga "kewarasan" anggaran bulanan. Jangan mudah "lapar" mata meski barang-barang tersebut sangat menggoda. Dengan begitu, banyaknya keinginan yang tertumpuk di dalam hati dapat ditekan.
Memang benar bahwa kebutuhan itu harus dipenuhi, baik saat ada uang atau tidak. Namun, keinginan tak selalu harus dituruti. Menuruti semua keinginan, apalagi jika kondisi ekonomi pas-pasan, sama halnya menjerumuskan diri pada banyak kemudaratan. Namun, bukan berarti seseorang tidak boleh memiliki apa yang diinginkannya. Jika memiliki uang dan tidak berlebihan maka tidaklah mengapa.
Memilih Skala Prioritas
Canggihnya teknologi saat ini membuat proses jual beli terbilang sangat mudah dan cepat. Selain itu, iming-iming menarik terus saja diberikan oleh para pedagang sebagai bagian dari strategi pemasaran, mulai dari harga promo, memberi doorprize, hingga diskon besar-besaran demi menarik minat konsumen. Dan hasilnya? Sebagian orang rela berburu barang-barang tersebut demi menuruti keinginan dan kepuasan diri.
Padahal, sebanyak apa pun keinginan yang dituruti, sesungguhnya tidak akan menghilangkan "dahaga" berbelanja, jika tidak ada rasa syukur di dalamnya. Di sisi lain, ada berbagai kebutuhan keluarga yang juga menuntut untuk dipenuhi, baik biaya listrik, air, sekolah anak, kebutuhan dapur, dan sebagainya. Karena itu, untuk menjaga agar pengeluaran tidak "bocor" hingga terlilit utang, maka mesti pandai-pandai memilih skala prioritas dalam membeli berbagai kebutuhan.
Pandai memilih skala prioritas dalam mengatur pengeluaran akan menghindarkan seseorang dari sifat boros dan jeratan utang. Jika sudah dikelola sedemikian rupa tetapi tetap tidak cukup, maka utang bisa menjadi pilihan. Andaipun terpaksa harus berutang, maka pastikan utang tersebut tidak melampaui kemampuan finansialnya.
Hidup tanpa utang itu lebih menyenangkan. Secara umum, orang yang memiliki banyak utang jelas berbeda dengan orang yang tidak memiliki utang, salah satunya dari kondisi mental. Utang akan membuat hidup tak tenang karena bayang-bayang sang penagih selalu muncul dalam pikiran. Banyak orang yang akhirnya tak nyenyak tidur karena beban pikiran semakin berat.
Berbeda halnya dengan orang yang tak memiliki utang. Meski berada dalam kehidupan yang sederhana, tetapi ada perasaan plong karena tak harus dikejar cicilan setiap bulan. Berikutnya, tidak memiliki utang dapat menghemat pengeluaran. Menjalani hari-hari tanpa harus menyisihkan sebagian uang untuk membayar utang, tentu dapat meringankan pengeluaran setiap bulannya.
Me-manage Keuangan
Sesungguhnya setiap muslim wajib menjalani kehidupan sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw., baik dalam perkataan maupun perbuatan. Salah satu tuntunan dalam Islam adalah bagaimana mengatur pengeluaran agar tidak terjatuh dalam sifat boros dan berlebih-lebihan. Allah Swt. telah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 26:
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
Artinya: "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros."
Ayat tersebut menjelaskan tentang larangan bersifat boros dan menghambur-hamburkan harta. Pasalnya, sifat tersebut akan melahirkan keingkaran dan hilangnya rasa syukur atas rezeki yang diberikan oleh Allah Swt. Lantas, bagaimana cara mengatur keuangan bulanan agar cukup memenuhi kebutuhan hidup dan tidak utang? Berikut beberapa tipnya.
Pertama, membagi pengeluaran ke dalam tiga pos. Langkah ini sebagaimana pernah dicontohkan oleh sahabat Nabi saw., yakni Salman Al-Farisi. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa suatu ketika Salman Al-Farisi membuat anyaman dengan modal 1 dirham. Kemudian anyaman tersebut dijual seharga 3 dirham. Keuntungan dari penjualan tersebut kemudian dibagi dengan menggunakan rumus 1-1-1. Yakni, 1 dirham digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, 1 dirham lagi beliau gunakan untuk bersedekah, dan sisanya yaitu 1 dirham terakhir digunakan kembali untuk modal usahanya.
Kedua, jangan mudah berutang. Mungkin sebagian orang berpikir bahwa utang bisa menjadi penyelamat untuk keluar dari masalah keuangan. Namun, Islam telah menganjurkan agar setiap muslim tidak mudah berutang, kecuali dalam kondisi tertentu, misalnya untuk memenuhi kebutuhan pokok atau yang semisalnya. Jika memang harus berutang karena keadaan mendesak, maka hindari utang yang mengandung riba. Selain berdosa, riba akan menjerumuskan seseorang pada utang berlipat ganda.
Ketiga, menyisakan sedikit dari penghasilan untuk ditabung. Sejatinya Islam melarang seseorang menimbun atau mengumpulkan harta tanpa memiliki tujuan atau rencana apa pun. Namun, Islam membolehkan seseorang menabung jika memiliki rencana atau tujuan tertentu di masa mendatang, misalnya untuk membangun rumah, menikah, menyekolahkan anak, membeli kendaraan, dan sebagainya. Selain itu, tabungan juga dapat digunakan sebagai dana cadangan yang bisa dipakai kapan saja.
Keempat, sisihkan untuk sedekah/infak/zakat. Setiap muslim hendaklah menyadari bahwa di dalam hartanya ada hak orang lain. Sedekah misalnya, merupakan bagian dari sunah yang akan meringankan kesulitan orang lain, meski tak seberapa jumlahnya. Karenanya bersedekah tak harus menunggu kaya terlebih dahulu, tetapi bisa dilakukan kapan saja. Selain bisa meringankan kesulitan orang lain, sedekah akan mendatangkan pahala bagi orang yang melakukannya.
Kelima, hidup dalam kesederhanaan. Rasulullah saw. adalah teladan terbaik dan menjadi pribadi yang sangat sederhana. Sederhana bukan berarti hidup dalam kesusahan dan kemelaratan. Namun, sederhana merupakan gaya hidup tertentu yang bertujuan untuk menjauhkan diri dari sifat serakah. Kesederhanaan akan membuat seseorang selalu bersyukur dalam kondisi apa pun.
Jika seorang muslim mengikuti tuntunan dari Rasulullah saw., maka tidak akan ada orang yang gemar hidup boros hanya untuk memenuhi tuntutan gaya hidup, apalagi sampai berutang di banyak tempat. Di sisi lain, seorang muslim tidak akan menuruti seluruh keinginannya meski diberikan kelimpahan harta.
Khatimah
Setiap manusia hakikatnya selalu berusaha menggapai kebahagiaan, ketenangan, dan kenyamanan dalam hidup meski dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang membeli dan mengumpulkan banyak barang mewah, ada pula yang merasa cukup jika kebutuhannya sudah terpenuhi. Pada intinya semua terletak pada ada atau tidaknya rasa syukur yang dimiliki.
Sebanyak apa pun harta yang dimiliki jika tidak menyelipkan rasa syukur di dalamnya, niscaya tidak akan merasa cukup. Demikian juga sebaliknya, sekecil apa pun rezeki yang diberikan oleh Allah, jika disematkan rasa syukur di dalamnya maka hal itu akan terasa cukup. Jangan paksakan diri untuk hidup seperti orang lain karena kita tak akan cocok memakai ukuran orang lain, begitu pun sebaliknya. Cukup penuhi kebutuhan semampunya, syukuri apa yang ada, tak perlu terlihat mampu di depan semua orang, dan jangan memaksakan semua keinginan apalagi sampai berutang.
Wallahu a'lam bishawab.[]
rumus 1-1-1. Yakni, 1 dirham digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, 1 dirham lagi beliau gunakan untuk bersedekah, dan sisanya yaitu 1 dirham terakhir digunakan kembali untuk modal usahanya.
Tidak hnya memotivasi, tapi mencerahkan. Barakallah Mbak Sartin
Aamiin, wa fiik barakallah mbk Erdiya
Perkara utang adalah yang harus dihindari sebisa mungkin kecuali mendesak dan itu pun harus segera dibayar. Setiap diri harus pandai mengatur antara kebutuhan dan keinginan. Semoga Allah terus memudahkan kita dalam memperoleh rezeki yg berkah dan terhindar dari utang.Aamiin .
Betul mbak Mimi. Aamiin
Tanpa utang, hidup memang lebih tenang. Nasihat yang sangat bagus bagi perempuan yang suka lapar mata ketika berbelanja, sampai rela menggunakan jurus pay later
Nah, jurus pay later ini yang banyak terjadi. Dalihnya kalau langsung bayar katanya gak bisa kebeli.
Naskah mbak Sartinah selalu keren.....khusus yang ini, bermanfaat bagi dirikuh....yang kurang bisa mengatur uang....
Uangnya yang gak mau diatur mbak, hehe ...
Betul. Belajar membedakan keinginan dengan kebutuhan itu penting. Diajarkan sejak dini. Apalagi di tengah godaan materi luar biasa
Betul mbak. Di kampung saya aja, kalau gak pintar memilih skala prioritas, aduh semua barang ingin dibeli atau diutang.
Sepakat, Mba Sar. Mengelola keuangan sama pentingnya dg mengelola waktu. Harus ditentukan skala prioritasnya
Betul mbak. Tapi kadang karena keinginan yang terus dituruti, yang harusnya diprioritaskan justru diabaikan ya.
Betul banget mba. Kalau kita tidak pandai-pandai dalam " memutar" uang belanja, bisa-bisa "galian lubang" ada di mana - mana. Barakallah mba @Sartinah,
Wa fiik barakallah mbak Atien
Betul sekali, sederhana tanpa utang itu bagian dari perjuangan hidup di sistem hari ini, kalau sanggup mewujudkannya jadi tentrem ayem.. jazakillah Khoir tulisannya mencerahkan
Betul, harusnya sih bisa ya. Tapi godaan untuk hidup hedonis kadang menari-nari ya.
Waiyyaki, mbak
Wah, apalagi memang media selalu memanjakan mata kita agar selalu klik keranjang kuning ya.. hehe.. jazakillah khoir tipsnya Mba Sar..
Betul mbak, kita aja kadang tergoda ya.
Waiyyaki mbak Mila
Bener banget. Zaman sekarang banyak hal yang bikin laper mata. Padahal bukan kebutuhan apalagi prioritas. Astagfirullah. Barakallahu fiik mbak Sartinah. Tulisannya mencerahkan
Aamiin, wa fiik barakallah mbak Firda
Pelajaran plus tabokan nih buat mamak-mamak..jangan lapar mata maaak
Hihi ... betul mbak. Ini bukan hanya terjadi di sama mamak-mamak di kota-kota besar lho, di kampung saya pun begitu. Lapar mata sulit dikendalikan
Terima kasih ka ini menjadi pengingat bagi kaum perempuan
Sama-sama mbak Mahyra, semoga bermanfaat