Narasi Terorisme Kembali Mencuat, Siapa yang Diuntungkan?

Narasi Terorisme

“… Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia….” (TQS. Al-Ma’idah [5]: 32).

Oleh. Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Menjelang natal dan akhir tahun, isu terorisme kembali mencuat. Lagi-lagi isu ini dikaitkan dengan Islam dan umatnya. Namun, bukan sebagai korban, melainkan sebagai pelaku, lengkap dengan simbol-simbol ajaran Islam yang melekat. Seperti yang baru-baru saja terjadi di Kota Samarinda, Densus 88 menangkap terduga teroris yang merupakan bendahara dari Jemaah Islamiyah. Densus 88 mengamankan IAZ, terduga teroris ini di Jalan Lambung Mangkurat, RT 08, Kelurahan Pelita, Kecamatan Samarinda Ilir pada Jumat (1/12/2023). (kaltim.tribunnews.com 2/12/2023).

Menurut warga sekitar, terduga teroris ini tidak terlihat seperti pelaku teroris dan biasa membeli roti di salah satu toko kelontong di daerah tersebut. Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar menyebut anggota Jemaah Islamiyah (JI) dan Anshor Daulah yang ditangkap berjumlah 19 orang. Aswin mengatakan mereka semua ditangkap karena berkaitan dengan aktivitas mereka yang aktif menyebarkan propaganda terorisme dan materi-materi radikal di media sosial atau pelatihan-pelatihan fisik yang dilakukan oleh mereka. (kaltim.tribunnews.com 2/12/2023).

Isu-isu terorisme selalu berulang kali terjadi, tetapi anehnya isu ini selalu dikaitkan dengan agama Islam. Tak pernah dikaitkan dengan agama lain. Narasi-narasi perang melawan terorisme dan radikalisme selalu tumbuh subur bagai jamur pada musim hujan semenjak disahkannya revisi Undang-Undang Terorisme pada 25 Mei 2018 lalu. Padahal selama ini jika ada aksi kekerasan yang dilakukan oleh seseorang dari agama selain Islam, seperti para anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang telah berkali-kali membunuh, menculik dan menakut-nakuti warga dan aparat, mereka tak pernah dikategorikan sebagai kelompok teroris melainkan hanya disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Agama mereka yakni Kristen juga tak pernah disangkut-pautkan.

Padahal jika dilihat dari UU Terorisme, aksi yang dilakukan OPM harusnya masuk kategori terorisme karena terbukti telah mengganggu keamanan publik yakni separatisme. Begitupun berbagai aksi perang dan kejahatan yang dilakukan Barat (AS) seperti operasi militer AS kepada warga Afganistan dan Irak yang telah menumpahkan jutaan darah warga di sana dengan dalih memerangi terorisme (GWOT) dan dukungan AS terhadap penjajah Israel yang telah membantai ratusan ribu warga Palestina hingga saat ini. Mereka pun tak pernah disebut teroris.

Lalu dengan semua narasi-narasi perang melawan terorisme ini, mengapa Islam selalu menjadi yang tertuduh? Ada apa di balik semua narasi kontraterorisme ini dan siapa yang diuntungkan?

Siapa yang Diuntungkan?

Narasi perang melawan terorisme sebenarnya diawali oleh Barat yang menyusun proyek besar Global War on Terrorism (GWOT). Proyek ini mulai digencarkan sejak pengeboman Menara WTC 9/11 pada 2001. Semenjak kejadian tersebutlah AS menjadikan momentum WTC sebagai legalitas untuk menebar ancaman ke seluruh dunia melalui proyek GWOT. AS pun menggandeng negara-negara lain untuk sama-sama melawan terorisme dan negara yang menolak akan digolongkan sebagai pendukung teroris.

Dengan proyek GWOT inilah AS kemudian mengotak-ngotakkan umat Islam menjadi beberapa kelompok yakni kelompok Islam tradisionalis, modernis, liberalis, dan fundamentalis. Dampak dari semua ini, umat Islam tidak lagi menjadi umat yang satu, melainkan terpecah belah dan saling curiga terhadap sesama saudaranya. Tentunya tujuan AS menyusun proyek GWOT ini tidak lain adalah untuk menjaga dominasi AS untuk menguasai dunia dengan ideologi kapitalismenya, melegitimasi imperialisme kepada negeri-negeri Islam, dan mencegah kebangkitan Islam.

Barat tidak ingin ada kekuasaan lain yang menyainginya dan untuk tetap menjaga dominasinya di dunia, AS harus membuat proyek politik global yang bisa digunakan untuk menekan atau menghukum suatu negara yang tidak mau tunduk pada AS. Proyek inilah yang disebut GWOT. Dengan GWOT, AS seakan bertindak sebagai polisi dunia yang mudah menghukum negara mana pun melalui operasi militer dengan dalih negara tersebut mendukung atau menjadi poros terorisme.

Inilah sebabnya AS melancarkan operasi militer ke Afganistan karena diduga menjadi markas Al-Qaeda dan melindungi pimpinannya saat itu, Osama bin Laden yang dituding menjadi dalang pengeboman Menara WTC 9/11. Namun, nyatanya tudingan tersebut sampai saat ini belum terbukti, sedangkan AS dengan operasi militernya tersebut telah menewaskan jutaan warga sipil Afganistan.

Melalui GWOT juga, AS mencengkeramkan imperialismenya ke negeri-negeri Islam yang memiliki kekayaan SDA tak terhingga. Seperti misalnya konflik KKB di Papua yang seakan tak pernah berhenti bahkan justru memakan korban dari aparat dari TNI beberapa waktu silam. Beberapa pengamat mengatakan bahwa konflik ini memang seakan dipelihara agar tetap eksis, sedangkan AS dengan tenang mengeruk SDA emas di Papua lalu membawanya ke negaranya.

Dengan proyek GWOT juga, AS bisa menekan kebangkitan Islam dan menciptakan virus Islamofobia di segala lini, bahkan tak jarang umat Islam pun terjangkiti virus ini. Barat sangat paham jika umat Islam bersatu dan memahami agamanya dengan baik, maka Islam akan menguasai dunia dengan seluruh syariatnya yang membawa rahmat dan kebaikan bagi umat manusia. Namun, Barat tidak menginginkan hal tersebut terjadi karena Barat akan kehilangan hegemoni kapitalismenya dalam menguasai seluruh kekayaan SDA di negeri-negeri Islam.

Alhasil Barat pun mengkiriminalisasi sebagian ajaran Islam seperti jihad dan Khilafah, bahkan mempersekusi siapa pun yang memperjuangkannya. Barat pun menuduh siapa pun yang tidak pro dengan ide-ide Barat seperti humanisme, pluralisme, feminisme, dan demokrasi, maka ia akan dilabeli radikal atau bahkan ekstremis. Oleh karenanya, seluruh narasi perang melawan terorisme dan radikalisme sejatinya hanyalah menguntungkan Barat agar tetap bisa menancapkan hegemoninya kepada negeri-negeri Islam. Barat sebenarnya berperang melawan Islam dan kaum muslim demi mengadang laju kebangkitan Islam dan Khilafah.

Islam Tidak Mengajarkan Teror

Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian dan toleran kepada umat manusia mana pun tanpa memandang ras, suku, atau agamanya. Hal ini karena dalam Islam nyawa manusia begitu dihargai dan dimuliakan. Allah taala berfirman,

“… Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya….” (TQS. Al-Ma’idah [5]: 32).

Begitupun di ayat-ayat lainnya tentang larangan membunuh manusia. (lihat QS. Al-Baqarah [2]: 84, QS Al-An’am [6]: 151, QS Al-Isra’ [17]: 31 dan 33).

Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud dan Ahmad).

Dengan melihat kedua dalil tersebut, jelaslah bahwa Islam tak pernah mengajarkan umatnya untuk melakukan aksi teror yang bisa menciptakan ketakutan bahkan hingga menimbulkan korban. Umat mesti paham bahwa di tengah derasnya opini melawan radikalisme dan terorisme, umat harus mencari penjelasan yang jernih tentang syariat Islam semisal Islam politik, jihad, dan Khilafah agar umat tidak terjebak kepada narasi-narasi Barat yang berusaha memonsterisasi ajaran-ajaran Islam hingga berujung fobia. Umat mesti paham bahwa syariat Islam adalah rahmat yang ketika diterapkan, terbukti telah membawa kebaikan selama 13 abad menaungi dunia dengan hukum yang adil dan menyejahterakan manusia.

Bukti historis ini telah dipaparkan oleh seorang sejarawan Kristen, T.W. Arnold, dalam bukunya, The Preaching of Islam, ia menuliskan, “Sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan kepada mereka. Perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan sultan atas seluruh umat Kristen. Kaum Cossack yang merupakan penganut kepercayaan kuno dan selalu ditindas Gereja Rusia menghirup suasana toleransi dengan kaum Kristen di bawah pemerintahan sultan.”

Alhasil, umat Islam mesti cerdas dalam memandang narasi-narasi terorisme yang tampaknya adalah strategi adu domba antarsesama kaum muslim atau dengan umat agama lain. Narasi perang melawan terorisme ini akan terus menjadi “jualan” Barat beserta agen-agennya agar umat Islam fobia terhadap agamanya sendiri, takut mempelajari Islam secara menyeluruh, dan akhirnya terpecah belah hingga tak paham mana kawan dan mana lawan. Umat Islam mesti bersatu dan memperjuangkan tegaknya Islam dalam kancah kehidupan agar bisa meruntuhkan dominasi dan kepentingan Barat dan menolong kaum muslim hari ini yang tertindas di Palestina, Rohingya, Uighur, dan lainnya. Sungguh hal tersebut tidak akan lama lagi. Wallahu a‘lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Hanifah Tarisa Budiyanti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
PNBP Terus Meningkat, Berimbas pada Kesejahteraan Rakyatkah?
Next
Ilusi Zero Stunting dalam Kapitalisme
4.5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wd Mila
Wd Mila
10 months ago

 Narasi-narasi perang melawan terorisme dan radikalisme selalu saja dikaitkan dengan Islam.. Padahal kalau bicara data dan pelaku teror terbesar, sebagian besar pelakunya bukan lah seorang muslim. Misalnya saja, Yahudi Zionis dan antek2nya yaa

Nirwana Sadili
Nirwana Sadili
10 months ago

Jangan sampai orang Islam sendiri mengira seidara muslimnya sebagai teroris. Ini sangat berbahaya

Bedoon Essem
Bedoon Essem
10 months ago

Islam bukan teroris jangan sampai apatis..itu narasi musuh Islam..

Mimy Muthmainnah
Mimy Muthmainnah
10 months ago

Jualan narasi teror di akhir tahun yg terus berulang. Jadi mikir siapa teroris sebenarnya di negri ini? ....

Atien
Atien
10 months ago

Negara-negara kafir pengemban Kapitalisme akan terus menyudutkan Islam dan pengembannya dengan narasi-narasi tak berdasar demi ambisi kekuasaan. Terorisme dan radikalisme masih menjadi senjata yang cukup ampuh untuk menjauhkan umat Islam dari agamanya. Barakallah mba @Hanifah

Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
10 months ago

Narasi usang yang menstigma Islam dan kaum muslim. Belum lagi embusan islamofobia di tengah kaum muslim sendiri. Hiks

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram