Dengan adanya asas materi, maka kepemilikan SDA adalah hal yang paling diburu, sebab di sana terdapat keuntungan yang sangat menggiurkan.
Oleh. Siti Komariah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Indonesia, di tahun 2023 mengalami kenaikan yang cukup baik. Pasalnya, realisasi PNBP melebihi apa yang ditargetkan oleh negara Indonesia. Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga Oktober 2023 ini, PNBP telah terealisasi sebesar Rp494,18 triliun atau mencapai 111,96% dari target APBN tahun ini. Realisasi ini memperlihatkan bahwa PNBP meningkat 3,72% secara tahunan (year-on-year/yoy), di tengah harga komoditas yang termoderasi dan meningkatkan inflasi global.
Secara rinci, pendapatan SDA mencapai Rp214,66 triliun atau 109,53% dari target, meningkat 5,59% yoy. Pendapatan SDA nonmigas pun meningkat 35,69% yoy, sedangkan SDA migas terkontraksi 16,54% yoy. Penurunan pendapatan SDA migas disebabkan moderasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) (ekonomi.bisnis.com, 28/11/2023).
Benarkah Berimbas pada Kesejahteraan Rakyat?
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) merupakan salah satu komponen dari pendapatan negara. Sumber PNBP sendiri terdapat dari penerimaan sumber daya alam (SDA), kekayaan negara yang dipisahkan (KND), dan PNBP lainnya. Penerimaan dari SDA alam terdiri dari 2 sumber, yakni SDA migas dan nonmigas. Kemudian penerimaan KND dari dividen BUMN. Sedangkan penerimaan PNBP lainnya berasal dari pendapatan kementerian, seperti administrasi pertanahan, pembayaran tilang, perpanjangan SIM, karantina, dan lainnya.
PNBP setiap tahunnya memiliki target yang hendak dicapai untuk mengukur seberapa besar pendapatan negara. Pendapatan ini nantinya digunakan untuk mewujudkan kemandirian bangsa, dan memperkuat ketahanan fiskal, serta mendukung pembangunan negara secara berkelanjutan, dan pastinya untuk perbaikan kesejahteraan rakyat.
Penerimaan negara bukan pajak setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup baik, apalagi selama dua tahun berturut-turut. Menurut Kementerian Keuangan, pada tahun 2021, realisasi PNBP sebesar Rp458,49 triliun. Hasil ini menunjukkan peningkatan sebesar 33,35% dari tahun sebelumnya. Bahkan, realisasinya melebihi target yang hendak dicapai oleh APBN sebesar Rp298,4 triliun.
Kemudian, di tahun 2022, realisasi PNBP juga menunjukkan peningkatan sebesar Rp588,3 triliun atau 122,2% dari target Perpres 98/2022. Angka ini tumbuh 28,3% dari tahun lalu yang juga sudah mengalami peningkatan, yakni sebesar Rp458,5 triliun. Di tahun 2023 ini pun PNBP juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan.
Namun, pertumbuhan PNBP seakan tidak berimbas pada kesejahteraan rakyat atau perbaikan ekonomi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Jamak diketahui, kemiskinan masih menjadi gurita di tengah-tengah masyarakat, walaupun data BPS menunjukkan bahwa ada penurunan kemiskinan sebesar 0,46 juta orang di tahun 2023 ini. Namun, penurunan kemiskinan ini tidak merata di seluruh daerah dan jomplang dengan peningkatan ekonomi di daerahnya.
Misalkan, Sulawesi Tengah dan Maluku. Angka kemiskinan di kedua provinsi ini mengalami kenaikan di kuartal I tahun 2023. Padahal, kedua provinsi tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Indonesia. Maka, bisa dikatakan bahwa penurunan kemiskinan tidak merata ke berbagai daerah dan masih menjadi PR besar bagi pemerintahan. Kemudian, fakta di lapangan masih banyak rakyat yang kelaparan, pengangguran di mana-mana, sulitnya rakyat menggapai harga bahan pokok, dan masalah ekonomi rakyat lainnya yang menunjukkan bahwa rakyat belum sejahtera.
Melihat berbagai fakta, benarkah bahwa pertumbuhan ekonomi berimbas pada kesejahteraan rakyat dan pemulihan ekonomi atau hanya sekadar data yang tidak membuahkan hasil nyata?
Menilik Akar Masalah
Pendapatan negara Indonesia yang mengalami pertumbuhan bukan hanya dari sektor PNBP, namun dari penerimaan pendapatan dari pungutan pajak juga mengalami pertumbuhan yang sangat baik. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan pascapandemi, yakni sebesar Rp1.000,5 triliun (40,6% dari pagu) di tahun 2023, meningkat sebesar 17,3%. Namun, peningkatan tersebut nyatanya tidak berpengaruh besar terhadap kesejahteraan rakyat di negeri ini, yang ada rakyat masih terbelenggu dalam pusaran penderitaan dan kemiskinan.
Hal ini disebabkan oleh sistem yang diemban oleh negeri ini, yakni sistem kapitalisme demokrasi. Sistem buatan akal manusia ini meniscayakan pengelolaan sumber daya alam, baik migas maupun nonmigas oleh swasta atau korporasi. Sebab, sistem kapitalisme mengadopsi sistem ekonomi liberal yang menonjolkan kebebasan kepemilikan. Dengan adanya asas materi, maka kepemilikan SDA adalah hal yang paling diburu, sebab di sana terdapat keuntungan yang sangat menggiurkan.
Dengan investasi sebagai dalihnya, sedangkan penguasa yang hanya berfungsi sebagai regulator sebagai jalannya. Penguasa didikte untuk memuluskan setiap keinginan para korporasi untuk mengeruk kekayaan alam di negeri ini, dengan berbagai payung hukum yang lebih memihak pada para korporasi. Alhasil, hasil pengelolaan sebagian besar dinikmati oleh segelintir orang, sedangkan negara pemilik SDA tersebut hanya mengambil profit dari royalti pengelolaan SDA yang tidak seberapa. Pendapatan tersebut tidak cukup untuk menyejahterakan rakyat negeri ini.
Sebagaimana dilansir dari CNBCIndonesia.com, (07/02/2023), PT Freeport Indonesia yang beroperasi di daerah Mimika, Papua, sepanjang tahun 2022 mencatat pendapatan sebesar US$ 22,78 miliar atau setara Rp341,70 triliun (asumsi kurs Rp15.000/US$). Sedangkan kontribusi perusahaan itu untuk penerimaan negara Indonesia sendiri sepanjang tahun 2022 sebesar US$ 3,586 miliar atau Rp54,15 triliun (asumsi kurs Rp15.101/US$. Penerimaan tersebut dalam bentuk pajak dividen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dengan demikian, yang masuk ke dalam kas negara dari penghasilan PT Freeport sangatlah minim.
Belum lagi sistem politik kapitalisme juga meniscayakan bahwa pemimpin tidak lagi memprioritaskan urusan rakyat. Hak milik rakyat pun senantiasa dikuasai untuk kepentingan pribadi masing-masing. Tak heran jika kesejahteraan rakyat hanya sebuah mimpi, walaupun negerinya memiliki SDA melimpah.
Islam Mengelola SDA dengan Sempurna
Sebagaimana diketahui, Islam merupakan agama paripurna yang memiliki pengaturan yang jelas dan sempurna dalam segala hal, termasuk pengelolaan SDA. Dalam Islam hasil pengelolaan SDA juga merupakan salah satu pendapatan negara yang masuk pada pos baitulmal. Hasil pengelolaan SDA, baik migas maupun nonmigas ini digunakan untuk membiayai kesejahteraan masyarakat, mulai dari pemenuhan kebutuhan dengan menyediakan lapangan pekerjaan, membiayai sistem kesehatan dan pendidikan sehingga bisa dinikmati oleh rakyat dengan murah, bahkan gratis, serta keperluan masyarakat lainnya.
SDA ini wajib dikelola oleh negara, tidak boleh diswastanisasi atau privatisasi, sebab SDA masuk pada harta kepemilikan umum. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Manusia berserikat dalam tiga hal, api, padang rumput, dan air." (HR. Ibnu Majah).
Rasulullah pun menegaskan, "Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Ibnu Majah).
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni juga mengatakan bahwa, "Barang-barang tambang merupakan milik seluruh masyarakat, walaupun harta itu diperoleh dari tanah hak milik khusus (tanah milik pribadi)", sehingga siapa saja yang menemukan barang tambang, seperti emas, dan barang tambang lainnya yang jumlahnya sangat besar, maka wajib memberikan pengurusan pengelolaannya kepada negara. Pendapatan hasil pengelolaan SDA tersebut untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. Jika harta milik rakyat dimonopoli atau dikuasai individu-individu tertentu, itu merupakan bentuk pengkhianatan. Sebab, merampas hak atas harta dari pemilik sahnya.
Selain itu, pengelolaan SDA pun sesuai dengan syariat Islam, yakni memperhatikan kelestarian lingkungan, serta keselamatan bagi kehidupan rakyat. Misalkan, jika SDA tersebut berada di kawasan masyarakat, negara tidak akan semena-mena untuk mengelola SDA tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh sistem kapitalisme sekuler saat ini.
Penerapan sistem ekonomi Islam pun mengatur tentang pemasukan pendapatan negara. Tidak semua bentuk penerimaan negara bukan pajak masuk dalam kas negara, apalagi pajak. Islam memiliki mekanisme pemasukan yang khas yang tidak dimiliki oleh sistem kapitalisme saat ini. Pemasukan ini bersifat tetap dan mampu menjaga kestabilan ekonomi dalam negara Islam selama berabad-abad silam. Salah satu pemasukan negara, seperti fai, kharaj, dan zakat yang tidak menzalimi masyarakat.
Di sisi lain, penerapan sistem politik Islam pun menjadikan pemimpin akan memprioritaskan kepentingan rakyat, bukan kepentingan para korporasi. Mereka akan mengupayakan sebaik-baiknya untuk mengurus urusan rakyatnya, tanpa terkecuali dalam urusan pengelolaan SDA.
Khatimah
Dengan demikian, jelas bahwa yang mampu membawa rakyat pada kesejahteraan hanya sistem Islam, sebab Islam memiliki mekanisme pengaturan khas yang tidak dimiliki oleh sistem kapitalisme. Seperti dalam pengelolaan SDA yang melimpah yang dimiliki oleh negeri Indonesia ini.
Sumber kekayaan alam di negeri Indonesia ini dalam pengelolaan sistem Islam akan menghasilkan pundi-pundi rupiah yang luar biasa. Keuntungan tersebut akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga rakyat tidak terlunta-lunta apalagi menderita di negeri yang kaya raya.
Oleh karena itu, sudah saatnya rakyat sadar dan bersama-sama bergabung dalam barisan dakwah untuk berjuang mengganti sistem yang rusak buatan akal manusia ini dengan sistem dari Sang Pencipta Manusia, yaitu sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiah. Wallahu A'alam Bissawab []
hmm.. ujung-ujungnya pertumbuhan PNBP tidak berimbas pada kesejahteraan rakyat atau perbaikan ekonomi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
Rakyat selamanya tidak akan sejahtera selama meninggalkan sistem Islam dan mengambilislam hanya dari segi ibadah mahdah saja
PNBP hanyalah sebagian kecil pemasukan negeri ini dari sektor nonpajak. Apalagi negara hanya memperoleh royalti dan pajaknya saja, bukan keseluruhan dari pengelolaan SDA. Andai negara mengelola seluruhnya secara mandiri, niscaya pendapatan negara dari sektor ini sangat besar yang bisa membiayai dan mewujudkan kesejahteraan.
Meskipun mengalami peningkatan yang baik tetapi pada kenyataannya PNBP belum mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Itu semua karena imbas dari sistem saat ini yang hanya menyelesaikan masalah secara parsial.
Barakallah mba @Siti. Naskahnya mantul
PNBP ini harus kerja ekstra keras untuk melipatgandakan pemasukan dan bisa menyejahterakan rakyat. Apalagi PNBP harus bersaing dengan raksasa monopoli yang bernama investasi dan eksploitasi.
Barokallah Mbak. Keren tulisannya