Para pakar kesehatan menyebut bahwa penyakit Chikungunya menjadi ancaman baru terhadap kesehatan global.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com-Gurita Chikungunya tampaknya bakal berakhir. Setelah selama ini belum ada vaksin untuk mencegah demam Chikungunya dan tidak ada pengobatan antivirus yang efektif. Masyarakat kini bisa sedikit bernapas lega setelah vaksin pertama di dunia untuk melindungi kekebalan tubuh dari virus Chikungunya telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA).
Persetujuan vaksin tersebut dilakukan untuk mengatasi kebutuhan medis yang sampai saat ini belum terpenuhi. Selain itu, persetujuan vaksin yang diumumkan pada 9 November lalu, dianggap sebagai kemajuan penting dalam hal pencegahan penyakit. Vaksin pertama di dunia untuk melawan Chikungunya dinamakan Ixchiq. Namun, FDA baru memberi persetujuan penggunaan vaksin Ixchiq kepada mereka yang berusia 18 tahun atau lebih tua yang memiliki risiko terpapar Chikungunya lebih tinggi. (tempo.co, 12/11/2023)
Cara kerja vaksin tersebut adalah dengan menyuntikkan Ixchiq ke dalam tubuh dengan dosis tunggal. Ixchiq sendiri merupakan vaksin yang mengandung virus Chikungunya yang hidup tetapi sudah dilemahkan. Penyuntikan vaksin tersebut akan menimbulkan gejala seperti orang yang mengalami penyakit Chikungunya. Evaluasi terhadap Ixchiq sendiri sudah dua kali dilakukan uji klinis di Amerika Utara. Di mana, satu dosis vaksin diberikan kepada 3.500 partisipan yang berusia 18 tahun, sedangkan 1.000 partisipan lainnya menerima plasebo. (bisnis.com, 13/11/2023)
Mungkin banyak orang yang belum tahu, sebenarnya seperti apa penyakit Chikungunya itu? Dan apa pula bahayanya bagi manusia? Diketahui pula bahwa penemuan vaksin merupakan upaya menjaga kesehatan masyarakat. Lalu seberapa penting sebenarnya kesehatan manusia yang kini terasa mahal karena kapitalisasi kesehatan?
Mengenal Chikungunya dan Bahayanya
Chikungunya telah menjadi permasalahan kesehatan global yang belum memiliki pengobatan efektif hingga kini. Chikungunya sendiri adalah penyakit infeksi serupa demam yang disebabkan oleh Alphavirus. Penyakit ini disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Nama Chikungunya sendiri berasal dari bahasa Kimakonde, yakni bahasa yang lazim digunakan oleh masyarakat Makonde, Afrika. Chikungunya dapat diartikan berkerut.
Meski jarang kasus yang menyebabkan kematian, tetapi virus ini juga berbahaya jika dibiarkan tanpa penanganan serius. Virus Chikungunya (CHIKV) teridentifikasi pertama kalinya di Republik Tanzania pada tahun 1952. Virus ini kemudian menyebar ke beberapa negara lain di Afrika dan Asia. Di Asia, virus ini pertama kali terdeteksi di Thailand pada 1967 dan India pada 1970. Kemudian pada tahun 2004 sebaran virus ini semakin luas karena adaptasi CHIKV. Setidaknya ada sekitar 110 negara di Afrika, Asia, Eropa, dan Amerika yang yang telah teridentifikasi CHIKV. (WHO-int, 08/12/2022)
Sedangkan di Indonesia sendiri pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya, tepatnya pada tahun 1982. Kota pertama yang terdeteksi Chikungunya adalah Samarinda pada tahun 1973. Meski jarang kasus kematian karena CHIKV, tetapi dalam beberapa kasus virus ini dapat merenggut nyawa. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), pada bayi baru lahir yang terinfeksi saat kelahiran, orang yang berusia di atas 65 tahun, dan orang dengan kondisi medis tertentu seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan jantung, memiliki risiko kematian tertinggi dengan gejala parah sampai kematian.
Bahkan, para pakar kesehatan menyebut bahwa penyakit Chikungunya menjadi ancaman baru terhadap kesehatan global. Sebarannya semakin luas yang diperparah dengan terjadinya perubahan iklim. WHO menyebut, dalam 15 tahun terakhir, setidaknya terdapat 5 juta kasus Chikungunya, meski penyakit parah dan kematian jarang terjadi. Sementara itu, gejala umum yang dialami para penderita penyakit ini adalah demam dan nyeri sendi. Adakalanya mereka juga mengalami sakit kepala, ruam, dan nyeri otot. Demikianlah potensi bahaya yang disebabkan oleh Chikungunya.
Urgensi Penelitian
Kesehatan merupakan modal penting bagi manusia. Dengan modal sehat dan bugar, maka tubuh akan terhindar dari serangan penyakit. Dengan tubuh yang sehat pula, semua aktivitas dapat dilakukan dengan maksimal. Begitu pentingnya kesehatan, maka setiap negara wajib mengupayakan berbagai solusi untuk menjaga kesehatan masyarakatnya. Salah satunya dengan menyediakan obat-obatan yang efektif sesuai dengan jenis penyakitnya. Untuk menyediakan obat-obatan yang efektif terhadap berbagai jenis penyakit, maka negara harus melakukan berbagai penelitian.
Penelitian tersebut menjadi faktor penting dalam bidang kesehatan. Pasalnya, penelitian dalam bidang medis menjadi jalan ditemukannya obat dan berbagai metode pengobatan penyakit. Penelitian akan membantu mengidentifikasi obat, terapi, maupun peralatan medis yang baru. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup para pasien. Bagi paramedis profesional, penelitian menjadi cara untuk mengetahui kemajuan di berbagai bidang termasuk kesehatan.
Aktivitas penelitian membutuhkan sokongan dana yang besar. Karena itu, negara wajib memfasilitasi berbagai penelitian tersebut. Sayangnya, penelitian di berbagai bidang saat ini justru banyak dilakukan oleh negara-negara kapitalis besar. Sedangkan tujuan dari negara-negara kapitalis adalah meraup keuntungan. Maka tak heran jika layanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak setiap individu dan diberikan secara gratis justru dikapitalisasi.
Walhasil, kesehatan menjadi barang mahal di sistem kapitalisme. Layanan kesehatan pun berkasta. Siapa yang memiliki dana besar, maka dia bisa mendapatkan layanan mudah dan terbaik. Sebaliknya, bagi masyarakat ekonomi lemah, layanan kesehatan yang diterima juga sekadarnya. Inilah realitas kesehatan di bawah naungan kapitalisme.
Kesehatan, Hak Dasar Individu
Jika kapitalisme menjadikan kesehatan sebagai ajang bisnis yang menggiurkan, berbeda halnya dengan Islam. Islam menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan pokok setiap individu. Artinya, setiap orang berhak mendapatkan layanan kesehatan tanpa mengotak-ngotakkan antara orang kaya dan rakyat jelata. Hak rakyat atas layanan kesehatan menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Karena itu, negara wajib mengupayakan segala cara agar hak rakyat tersebut dapat dipenuhi dengan baik.
Tak hanya memiliki kualitas terbaik, layanan kesehatan dalam Islam juga diberikan secara gratis alias tanpa dipungut biaya. Keunggulan jaminan kesehatan Islam telah terbukti nyata karena layanan ini memiliki empat sifat, yaitu:
Pertama, universal. Artinya, tidak ada kastanisasi dan pembedaan dalam pemberian layanan kepada rakyat.
Kedua, gratis atau tanpa ada pungutan sepeser pun. Negara tidak boleh memungut biaya atas layanan kesehatan, sebab kebutuhan ini adalah hak seluruh rakyat.
Ketiga, layanan kesehatan dapat diakses oleh seluruh rakyat dengan mudah.
Keempat, pelayanan yang diberikan mengikuti kebutuhan medis, bukan dibatasi oleh batas biaya tertinggi yang disediakan sebagaimana BPJS. Selain itu, penjagaan kesehatan dalam Islam tidak sebatas pengobatan semata, tetapi mencakup keseluruhannya mulai dari pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan, hingga peningkatan kesehatan.
Sifat-sifat dalam layanan kesehatan di atas bukanlah sesuatu yang sulit diwujudkan oleh negara (Khilafah). Pasalnya, sistem kesehatan dalam Islam juga ditopang oleh sistem ekonomi dan keuangan yang sangat tangguh. Sumber-sumber pemasukannya sangat besar, di antaranya dari harta kepemilikan umum. Jumlah tersebut sangat mampu membiayai pelayanan kesehatan berkualitas termasuk riset dan pengembangan sistem kesehatan.
Penerapan sistem kesehatan Khilafah yang ditopang oleh sistem ekonomi dan keuangan yang tangguh, telah melahirkan banyak ilmuwan dan penemuannya di bidang kesehatan. Di antaranya adalah seorang ilmuwan muslim pertama yang memiliki jasa luar biasa, yakni Abu Musa Jabir bin Hayyan atau di dunia Barat dikenal dengan nama Geber. Beliau hidup pada tahun 721–815 M. Beliau berhasil menemukan teknologi distilasi, pemurnian alkohol untuk disinfektan, dan mendirikan apotek pertama di Baghdad dan dunia.
Ada pula Ishaq bin Ali al-Ruhawi yang menulis kitab berjudul Adab al-Tabib, yang mengulas tentang kode etik kedokteran. Ilmuwan muslim lainnya adalah Banu Musa (800–873 M), astronom dan matematikawan dari Baghdad yang berhasil menemukan masker gas. Masker ini digunakan oleh para pekerja pertambangan dan industri sehingga tingkat kesehatan mereka bisa diperbaiki. Dan masih banyak lagi ilmuwan muslim yang lahir di era keemasan Islam.
Khatimah
Hakikatnya setiap penyakit pasti ada obatnya, baik yang ringan maupun berat. Rasulullah saw. pun menyebutkannya dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ
Artinya: "Semua penyakit ada obatnya. Apabila sesuai antara obat dan penyakitnya, maka (penyakit) itu akan sembuh dengan izin Allah Swt."
Hanya saja, berharap layanan kesehatan yang mudah, gratis, dan terjangkau masih sebatas mimpi dalam sistem kapitalisme. Untuk mewujudkan semua impian itu, satu-satunya harapan adalah dengan mengembalikan kejayaan Islam sebagaimana yang terjadi di masa lalu. Dengan diterapkannya Islam sebagai pengatur kehidupan, maka jaminan kesehatan terbaik, mudah, dan gratis bisa benar-benar terwujud.
Wallahu a'lam bishawab []
Masya Allah, betapa indahnya hidup dalam sistem Islam.
Betul bu. Semoga saat itu segera tiba ya
Jadi semakin rindu dengan sistem Islam yang menyejahterakan..
Betul mbak, semoga tak lama lagi ya.
MayaaAllah..jadi rindu sama layanan kesehatan Khilafah. Konon, saking nyamannya rumah sakit Islam, banyak pasien yng pura-pura sakit.
Iya, betul. Saya suka membayangkan bagaimana itu rasanya ya. Sesuatu yang gak ada dalam sistem kapitalisme
Ya betul banget penyakit di era kapitalisme dijadikan ajang cari profit. Beda banget dengan Islam, kesehatan menjadi tanggung jawab negara yang harus diatasi secara menyeluruh dan gratis
Keren Mba Sartinah
Semoga banyak yang tercerahkan
Aamiin, syukran Bu Dewi
Chikungunya pernah mewabah beberapa tahun yang lalu di negeri ini. Saya sempat terjangkit saat itu. Persendian terasa sakit dan sukit digerakkan. Demam juga turut menyertai. Benar Mbak, walau bukan penyakit mematikan tapi sangat menyiksa sekali. Alhamdulillah kalau sekarang ditemukan vaksin yang bisa membendung penyebaran virus tersebut. Namun harapan sistem kesehatan bisa berubah lebih baik, berkualitas & gratis tampaknya masih ilusi.
Masyaallah ... kalau di kampung saya belum pernah tahu ada yang kena Chikungunya, mbak, ternyata cukup menyiksa juga ya. Harusnya memang tanggung jawab negara ini ya untuk mencari obat yang efektif.
Barakallah
Semoga usia kita panjang ya pada tegaknya Khilafah, hingga bisa merasakan sisen kesehatan dan ekonomi yang luar biasa...
Pernah dengar penyakit chikungunya itu katanya sendi-sendi sakit, demam. Semoga vaksin ini bermanfaat.
Aamiin. Syukran mbak Sherly, wa fiik barakallah.
Bibi saya pernah kena penyakit ini. Lama sembuhnya. Selama persoalan lingkungan, akses kesehatan,dan pendidikan belum merata, potensi penyakit apapun muncul. Jika pun sudah ada vaksin, apakah gratis atau harus bayar. Penemuan vaksin jadi solusi sementara karena seharusnya sampai pada penggantian sistem.
Betul mbak, dan vaksin yang ada hari ini lebih kepada tujuan bisnis ya, bukan untuk menjaga kesehatan masyarakat oleh negara.