Penguasa yang mengabdikan dirinya menjadi pelayan demokrasi liberal menjadi biang kerok dari munculnya keluarga, masyarakat, dan kehidupan yang serba rusak saat ini.
Oleh. dr. Arenta Mantasari
(Kontributor NarasiPost & Pemerhati Generasi)
NarasiPost.Com-Pada pertengahan Oktober yang lalu masyarakat dikejutkan dengan peristiwa pengeroyokan yang menimpa 2 orang pelajar SMA di Dompu oleh 3 orang pelajar sekolah lainnya. Salah satu korban mengalami cedera serius dan membutuhkan penanganan intensif di RSUD Provinsi NTB. Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, motif pelaku adalah karena dendam kepada kedua korban (regional.kompas.com, Oktober 2023).
Banyak status di laman Facebook mengulas tentang kejadian ini, mulai dari menghujat pelaku, menuntut adanya penindakan tegas, hingga penggalangan donasi untuk biaya pengobatan korban. Lain Dompu, lain pula Kota Bima. Pada akhir September terjadi tindakan perundungan kepada salah seorang pelajar SMP oleh teman-teman sekolahnya, berupa penjambakan hingga pukulan yang menimbulkan pendarahan dari hidung. Ibu korban menuntut penyelesaian kasus tersebut secara cepat, tepat dan adil, karena sangat bersedih melihat kondisi putrinya yang sakit juga lebih banyak diam dan bengong sejak kejadian (rri.co.id, Oktober 2023).
Dua kasus di atas sudah cukup membuat masyarakat jerih, padahal masih banyak kasus lainnya seperti kasus tawuran yang hampir saja terjadi di Kota Bima pada Agustus yang lalu. Pun kasus kekerasan seksual serta eksploitasi anak dalam sektor ekonomi yang dilakukan oleh orang-orang terdekat. Selain itu, pelajar sekolah yang menjadi pengguna narkoba pun masih terus bermunculan. Baru-baru ini didapatkan hasil positif pada 19 dari 22 pelajar Kabupaten Sumbawa pada tes urine yang dilakukan pihak BNN di sekolah (kompas.com, Oktober 2023).
Banyaknya kasus yang menimpa para pemuda menjadi bukti tak terbantahkan bahwa dunia saat ini tidak layak untuk kehidupan mereka. Setiap kasus mestinya mendapat penanganan serius. Namun sayang beribu sayang, banyak pihak merasa bahwa penyelesaian masalah-masalah serupa sangatlah lambat, bahkan cenderung diabaikan dan tidak menjadi prioritas. Hukum positif yang berlaku di negeri ini tak mampu mengeradikasi kasus yang ada, pun sistem pendidikan dan sosial yang ada dipastikan gagal mencegahnya. Lalu bagaimana kita harus mengurai dan meluruskan karut marut dunia pemuda saat ini?
Masalah Pemuda, Masalah Kita Bersama
Menurut KBBI, pemuda adalah orang muda atau remaja, yang umumnya dilekatkan pada individu yang ada di kelompok usia belasan hingga dua puluhan awal. Mereka menjadi bagian terpenting dari masyarakat, dengan populasi yang cukup tinggi. Di Indonesia, statistik tahun 2021-2022 menunjukkan jumlah populasi pemuda hampir mencapai 50 juta jiwa. Jumlah yang begitu besar, yang juga menyimpan potensi besar ke arah kebaikan maupun keburukan. Jika menilik uraian fakta di atas, ternyata kian hari potensi keburukan kian menguat. Padahal, para pemuda sebagai komponen masyarakat tentu memberi pengaruh bagi stabilitas kehidupan sosial masyarakat saat ini. Dan harus kita ingat bahwa pemuda masa kini akan menjadi pemimpin serta penggerak peradaban di masa yang akan datang. Maka peradaban seperti apa yang menanti kita di depan?
Benar bahwa keluarga dan lingkungan masyarakat berpengaruh besar bagi maraknya kasus perundungan dan kriminalitas yang dilakukan oleh para pemuda. Mereka merupakan output dari pendidikan di keluarga masing-masing, yang tak sedikit di antaranya memang dalam kondisi sangat rapuh bahkan sudah roboh. Pun jika bangunannya masih terlihat utuh, banyak ditemui orang tua yang sibuk bekerja sehingga tidak mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna. Maka para pemuda, sejak masa kanak-kanak sudah diasuh ala kadarnya, tanpa visi yang jelas. Banyak orang tua yang begitu ringan menyerahkan pendidikan anaknya pada pihak lain, sehingga mereka gagal memastikan kecukupan bekal buah hatinya menjadi bagian dari masyarakat. Alhasil ketika akhirnya mereka memasuki dunia sekolah atau komunitas yang lebih luas dari keluarganya, bangunan mental sosial mereka belum siap. Munculnya konflik personal dengan teman sekolah, juga rekan sebaya di sekitar rumah tak akan mampu mereka sikapi dengan benar. Tak ayal, kasus kekerasan, perundungan dan kriminalitas menjadi jalan keluar bagi mereka.
Tentu tidak tepat jika jari kita hanya menunjuk orang tua sebagai pihak yang menjadi biang kerok. Lebih dari itu, saat ini kita sulit menemukan lingkungan dan masyarakat yang baik dan mampu memunculkan kebaikan. Alam sekuler telah membentuk manusia menjadi individualis. Masyarakat yang tak acuh, cuek, hanya peduli dengan kesenangan diri, menjadi masalah berikutnya yang semakin memperparah kondisi yang ada. Jika pun melihat adanya perilaku pemuda yang keluar dari norma-norma sosial dan agama, banyak di antara anggota masyarakat pura-pura tak melihat karena tak mau dibuat repot. Sudahlah para pemuda memang tidak disiapkan untuk bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri, lalu mereka berinteraksi dengan individu lain di masyarakat dengan karakter seperti ini, maka mereka seolah terjun ke ‘lubang buaya’. Menceburkan diri ke dalam masalah, dan sulit untuk merangkak keluar.
Hipokrisi Demokrasi Liberal
Kedua aspek di atas, yakni kegagalan keluarga dan masyarakat, sejatinya bukanlah masalah utama. Keduanya adalah dampak dari sesuatu yang bersifat sistemis. Sebagai bukti, masalah-masalah ini tidak hanya terjadi di wilayah tertentu, melainkan terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di negeri-negeri lainnya. Akar masalah yang sesungguhnya adalah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menihilkan peran Allah sebagai Al-Mudabbir dan Rasulullah sebagai pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira. Manusia dengan angkuhnya membuat sistem kehidupan sendiri dan mengatakan hal-hal di atas sebagai konsekuensi logis hidup di dunia modern seperti saat ini. Demi kebahagiaan semu, mereka tega menggadaikan kebaikan dunia akhirat yang telah dijanjikan Allah Ar-Rahman.
Gagalnya orang tua mendidik anak-anaknya adalah efek dari hilangnya qowwamah yang harusnya melekat pada diri para ayah, yang dikombinasikan dengan kasih sayang dan kelembutan para ibu dalam tarbiah anak-anak. Menurut Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki dalam kitab Adabul Islam fi Nizhomil Usrah, muara dari segala bentuk qowwamahadalah kepemimpinan skala negara. Penguasalah yang paling punya andil memastikan para ayah menjadi qowwaamdan ri’ayah keluarga, serta membuat kondusif sistem kehidupan dengan memberlakukan sistem kehidupan yang diridai Allah. Hal ini akan membuat fungsi keluarga bisa berjalan dengan benar dan optimal. Tanpa ini, keluarga akan hilang arah, kian hari kian rapuh, dan nasib pemuda akan menjadi lebih buruk dari apa yang kita dapati saat ini.
Penguasa yang mengabdikan dirinya menjadi pelayan demokrasi liberal menjadi biang kerok dari munculnya keluarga, masyarakat, dan kehidupan yang serba rusak saat ini. Beberapa di antaranya adalah:
- Sistem pendidikan dengan berbagai kebijakan dan fasilitas pendidikan dasar, menengah hingga tinggi memiliki asas dan napas yang sekuler dan liberal pula. Peserta didik dipersiapkan menjadi mesin penggerak perekonomian, sekaligus sebagai budak korporat. Maka output pendidikan yang berkepribadian saleh hanya menjadi angan semata.
- Media dengan konten rusak merusak, termasuk situs porno, begitu mudah diakses oleh para pemuda. Belum lagi fasilitasi berbagai kegiatan yang menyuburkan gaya hidup ala Barat oleh negara, seperti berbagai konser dan festival, menambah panjang daftar jebakan kehidupan liberal guna memuaskan hawa nafsu semata.
- Sistem peradilan dan berbagai produk hukum tidak benar-benar serius menangani karut marut masalah pemuda ini. Dimulai dari pendefinisian istilah anak dan remaja yang keliru, sehingga acapkali mereka lepas dari jerat hukum. Pun adanya UU Perlindungan Anak yang isinya sering kali tumpang tindih dengan aspek tarbiah dan ta’dib yang mestinya dijalankan. Lihatlah apa yang terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat, ketika seorang guru yang mendisiplinkan muridnya dengan tindak fisik ketika tak mau diajak menjalankan salat berjamaah, justru dipidanakan.
Solusi Islam
Individu yang berkualitas dan berdaya hanya akan didapatkan dalam sistem Islam, di mana setiap aspek kehidupan dikembalikan pada syariat rinci dari Allah. Syariat Allah tidak hanya komprehensif, namun juga penuh hikmah dan pasti akan mengantarkan manusia pada kebaikan. Sehingga sistem kehidupan yang berasal dari Allah Al-Hakim bukan hanya akan menindak tegas masalah-masalah yang disebutkan di atas, melainkan juga menjadi pencegah ampuh atas berulangnya hal serupa maupun penurunan kualitas individu dan masyarakat. Ada 3 pilar yang harus dibangun, yakni :
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga. Hal ini akan mendorong setiap individu untuk senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Keluarga juga dituntut untuk menerapkan aturan Islam, termasuk tarbiah terbaik sebagai wujud amanah dari Allah kepada para orang tua. Inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaannya.
Kedua, kontrol masyarakat. Hal ini akan menguatkan aspek pertama dan sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai tindakan brutal dan kejahatan yang dilakukan pemuda. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, tidak memberikan fasilitas dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan kriminalitas apa pun dapat diminimalisasi.
Ketiga, peran negara. Negara Islam wajib menjamin kehidupan yang bersih bagi rakyatnya dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, termasuk perundungan dan kemaksiatan para pemuda. Caranya dengan menegakkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang berkepribadian Islam yang andal, sehingga layak mengemban aman sebagai pemelihara bumi, bukan penghancur bumi seperti saat ini. Pun negara akan menjaga agama dan moral, serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslim, seperti peredaran minuman keras, narkoba, termasuk berbagai tayangan yang merusak di televisi atau media sosial.
Dalam pandangan Islam, negara adalah satu-satunya institusi yang secara sempurna dapat melindungi anak dan yang mampu mengatasi persoalan perundungan. Ini semua hanya akan terealisasi jika aturan Islam diterapkan secara totalitas dalam sebuah institusi negara, yaitu Daulah Islamiah yang sesuai dengan manhaj Rasulullah. Rasulullah saw. bersabda, “Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia urus.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim)
Wallahu a’lam bi ash-shawaab. []
Kondisi saat ini adalah darurat kejahatan remaja. Butuh penanganan serius. Setuju dr.Arenta, sinergi antara keluarga, masyarakat, dan negara amat dibutuhkan. Bahkan adanya kelompok- kelompok dakwah yang peduli pada nasib generasi harusnya direspon dengan positif. Kelompok yang konsisten menyerukan Islam Kaffah. Bukan malah dicurigai dan dilabeli sebagai kelompok radikal/ teroris.
Sedih kalau melihat bagaimana gambaran remaja hari ini ya. Mereka tak mampu menunjukkan jati irinya sebagai generasi muslim yang beriman. Namun, perilaku brutal malah sering kali dipertontonkan oleh generasi muda.
Miris melihat potret buram generasi hari ini.., negara yang menerapkan sistem kapitalisme liberal telah merusak mereka, jati diri dan potensi mereka dibajak.. padahal mereka adalah penerus estafet kepemimpinan Islam masa depan..
Bangkitlah Wahai pemuda Islam! Kalian adalah agent of change. Saatnya membawa perubahan kepada sistem Islam.