“Nikahilah oleh kalian perempuan yang penyayang dan dapat memberikan banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan umatku dengan banyaknya jumlahmu di hadapan para Nabi pada hari kiamat kelak." (HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan Sa’id bin Manshur)
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Tim Penulis Inti Narasipost.Com)
NarasiPost.Com-Dunia krisis populasi. Banyak negara saat ini mengalami krisis populasi. Jumlah penduduk yang lahir atau angka kelahirannya lebih kecil dibandingkan angka kematiannya. Sebut saja Jepang, Cina, Hong Kong, Korea Selatan, juga Singapura. Hal ini menyebabkan pemerintah di beberapa negara, khususnya Asia Timur mengeluarkan iming-iming demi rakyat mau melahirkan lagi.
Melansir dari Liputan6.com, Kepala Eksekutif Hong Kong, John Lee Ka-chiu mengumumkan langkah untuk memberi tunjangan lebih dari 2.500 dolar AS atau sekitar Rp40 juta kepada orang tua baru untuk memiliki anak dalam upaya meningkatkan angka kelahiran yang menurun drastis, hal ini ia sampaikan dalam pidato kebijakan tahunannya pada Rabu, 25 Oktober 2023.
Kebijakan ini diambil oleh pemerintah Hong Kong demi meningkatkan kemauan para perempuan untuk menambah anak. Keengganan keluarga Hong Kong untuk melahirkan dikarenakan biaya hidup yang mahal. Bahkan banyak warga menolak dan mengatakan bahwa tunjangan dari pemerintah itu pun tak cukup untuk membayar sewa rumah sebulan, belum termasuk biaya hidup, susu formula, serta popok bayi yang harganya kian naik.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah Hong Kong ini tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara yang angka kelahirannya menurun tajam. Seperti Singapura yang mengalami angka kelahiran terendah di angka 7,9% pada tahun 2022. Departemen Statistik Singapura melaporkan tren bahwa ternyata persentase wanita usia 25-29 tahun yang mau melahirkan lebih kecil dibandingkan wanita usia 35-39 tahun. Biaya hidup yang tinggi menjadi pemicu enggannya wanita untuk menambah anak.
Korea Selatan memberikan bantuan pada kelahiran sekitar 518 dolar AS atau setara Rp8,2 juta dan meningkat menjadi 740 dolar AS atau sekitar Rp11,7 juta per bulan selama satu tahun. Hal ini ditempuh demi meningkatkan angka kelahiran yang hanya 0,78. Sementara itu, pemerintah Jepang, demi meningkatkan angka kelahiran yang hanya 1,3, pemerintah memberikan subsidi sebesar 107 dolar AS atau sekitar Rp1,7 juta untuk setiap bayi yang baru lahir sampai umur dua tahun. Bahkan sekitar 9 juta rumah di Jepang diambil alih negara, karena tak ada yang mewarisi.
Biaya Hidup Mahal di Alam Kapitalisme
Seperti jamak diketahui, dunia saat ini telah dikuasai oleh sistem kapitalisme. Demi keberlangsungan hidupnya, sistem ini dengan jahatnya telah melakukan intervensi ke banyak negara demi memperoleh tempat baru untuk berproduksi dan membuka pasar yang potensial. Hal ini sebagai syarat mutlak agar sistem ini bisa terus hidup dan ekonomi tumbuh. Untuk itulah kapitalisme membutuhkan tempat berproduksi dengan biaya semurah mungkin, seperti biaya upah, lingkungan, juga sosial.
Selain itu, kapitalisme juga perlu menemukan pasar baru. Maka, melalui teknologi informasi, digitalisasi, globalisasi, dan lain-lain, kapitalisme terus melancarkan serangan terhadap negara-negara yang dicengkeramnya itu. Langkah yang mereka lakukan adalah dengan terus menanamkan gaya hidup materialistik yang konsumtif juga hedonis. Mengapa? Karena gaya hidup inilah yang sangat vital dalam menciptakan pasar. Lagi-lagi kapitalisme yang diuntungkan.
Begitulah cengkeraman kapitalisme telah sangat merajalela di semua lini kehidupan masyarakat dunia saat ini. Sistem yang berakidah sekularisme ini telah meracuni benak manusia sehingga hanya fokus pada pemenuhan hasrat jasadi. Orientasi kebahagiaan dan kesuksesannya hanya terpusat pada melimpahnya materi. Gaya hidup hedonis seperti membeli barang branded, mahal, dan eksklusif menjadi dorongan dan motivasi hidup seseorang.
Makin sulitnya kehidupan di alam kapitalisme hingga membuat wanita enggan mempunyai anak, tak bisa dimungkiri karena sistem ini hanya berpihak pada pemodal. Negara membebaskan pemodal untuk menguasai kekayaan alam dan harta milik umum untuk pribadi mereka tanpa aturan yang jelas sehingga keberpihakan negara bukan untuk rakyat. Akibatnya perputaran harta hanya berkisar pada kaum kapital semata. Akibatnya, pemerataan kesejahteraan yang digadang-gadang hanyalah ilusi belaka. Bisa dilihat, di alam kapitalisme, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.
Sedangkan dengan menambah anak, maka biaya pemenuhan kebutuhan pun akan makin besar. Banyak orang yang berpikir bahwa sumber daya alam dan ekonomi makin menipis, perumahan makin sulit, dan seterusnya. Biaya hidup, tempat tinggal, pengasuhan dan kesehatan, biaya sehari-hari, serta biaya pendidikan akan berlipat-lipat jumlahnya jika anggota keluarga bertambah.
Selain memandang anak sebagai problem, banyak pasangan suami istri menganggap mempunyai anak akan mengubah gaya hidup, karier terhambat, juga kesenangan hidup ikut terganggu. Untuk itu, perempuan-perempuan di negara-negara maju maupun berkembang akan memilih untuk membatasi jumlah anak atau bahkan memilih child free. Inilah dasar mengapa populasi di negara-negara kapitalis menurun drastis hingga pada tahap menghawatirkan.
Kapitalisme yang Menyengsarakan
Diterapkannya sistem kapitalisme telah mengubah manusia menjadi sosok materialistik. Semua orang, laki-laki maupun perempuan, diracuni untuk hidup demi materi. Kapitalisme mewajibkan mereka ikut andil dalam laju pertumbuhan ekonomi. Mereka menghabiskan waktunya untuk mendapatkan kesenangan jasadi sehingga membuang fitrahnya. Manusia tak lagi menjadi makhluk hidup dengan segala nalurinya. Garizah nau'-nya, yaitu naluri kasih sayang dan ingin melestarikan keturunan telah hilang dan harus ditekan karena tuntutan dunia kerja. Garizah tadayun-nya, yaitu naluri beragama harus disingkirkan, karena aturan agama dianggap menghambat kemajuan. Garizah baqa'-nya atau naluri eksistensi diri terus diumbar tanpa aturan, karena kapitalisme memang sistem yang mengagungkan individualisme.
Akibatnya, hidup manusia gersang. Persaingan kerja yang makin sempit, ekonomi yang kian sulit, kebutuhan yang kian banyak, membuat manusia makin meninggalkan nuraninya. Ayah yang tak ingin bertambah tanggung jawabnya. Ibu yang kehilangan naluri keibuannya. Ogah punya anak atau cukup satu saja, tersebab biaya hidup mahal. Institusi keluarga dalam sistem ini akan makin terkikis dan hilang. Tak ada lagi generasi penerus. Kalaupun ada, mereka akan menjadi generasi stroberi yang lembek dan manja. Sungguh sistem kapitalisme membunuh populasi manusia.
Islam yang Menyejahterakan
Berbeda dengan sistem Islam. Negara Islam yaitu Khilafah mengatur harta dengan membagi menjadi tiga kelompok, yaitu kepemilikan negara, kepemilikan umum, dan kepemilikan individu. Masing-masing kepemilikan ini mempunyai kaidah-kaidah untuk mendapatkannya dan mempergunakannya.
Kepemilikan negara diperoleh dari pengelolaan harta negara, seperti usyur, kharaj, fai, ganimah, ghulul, daribah, dan lainnya. Harta ini dipergunakan untuk kebutuhan negara untuk menjamin kemaslahatan kaum muslim, seperti menggaji pegawai, tentara, santunan untuk orang-orang yang membutuhkan, dan lain-lain. Sedangkan kepemilikan umum diperoleh dari pengelolaan harta milik umum, yakni sumber daya alam. Harta sejenis ini secara mutlak harus diberikan atau dapat dinikmati oleh seluruh kaum muslim.
Ada dua jalan distribusi harta kepemilikan umum:
Pertama, kaum muslim bisa memanfaatkannya secara langsung, karena kepemilikan umum ini tidak memerlukan biaya yang besar. Contohnya adalah padang gembalaan, irigasi, air laut, sungai, dan sejenisnya.
Kedua, kaum muslim tidak bisa memanfaatkannya secara langsung karena memerlukan biaya yang sangat tinggi, teknologi yang canggih, dan keahlian. Contohnya adalah hasil pertambangan seperti emas, batubara, minyak bumi, dan sebagainya. Pengelolaannya diserahkan kepada negara sebagai wakil kaum muslim dan hasilnya diserahkan kembali kepada kaum muslim secara langsung, seperti subsidi, atau secara tidak langsung seperti jaminan secara mutlak kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Adapun kepemilikan individu adalah harta-harta yang boleh dimiliki oleh individu atas izin Allah. Harta tersebut bisa didapat dari warisan, hibah, hadiah, dan sejenisnya.
Dengan pengelompokan harta ini, Khilafah akan mendistribusikan harta tepat sasaran. Tak akan ada rumah tangga atau keluarga yang akan merasa berat menjalani kehidupan. Anak adalah generasi penerus, bukan beban. Keluarga muslim tidak akan membatasi jumlah anak karena takut miskin, mereka yakin Allah Maha Pemberi Rezeki. Rasulullah bersabda dalam hadis sahih riwayat Ahmad, Ibnu Hibban, dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik, bahwa,
تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَومَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Nikahilah oleh kalian perempuan yang penyayang dan dapat memberikan banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan umatku dengan banyaknya jumlahmu di hadapan para Nabi pada hari kiamat kelak."
Jadi, sudah saatnya mencampakkan kapitalisme. Sistem rusak buatan manusia ini telah terbukti menyengsarakan dan membunuh populasi manusia. Sudah saatnya kembali kepada Islam yang menyejahterakan, karena ia sistem dari Pencipta manusia.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Dalam sistem sekuler- kapitalisme, punya banyak anak memang harus siap- siap menanggung beban yang banyak. Dalam negara yang mengadopsi sistem yang cacat itu, rakyat harus berjuang sendiri menghidupi keluarganya. Kalaupun ada bansos yang dikucurkan kepada rakyat, masih minimalis dan belum menjangkau seluruh rakyat. Memang benar Mbak, hanya sistem Islam saja yang mampu mendorong rajyatnya untuk memperbanyak keturunan. Dan negara mengupayakan kesejahteraan rakyat per individu.
Banyak orang setelah menikah memutuskan tidak mau memiliki anak. Alasannya pun beragam, faktor ekonomi lah, gak siap lah, gak mau repot lah, inggin bebas lah, gak mau terbebani lah, dll. Bahkan dengan free child, mereka beranggapan hidupnya jauh lebih bahagia.
Berat hidup di sistem kapitalis. Pelayanan rakyat diberikan minimalis, padahal harus menguras isi dompet hingga tipis bahkan habis.
Kapitalisme adalah induk segala kerusakan. Jika induknya udah rusak maka setiap kebijakan turunannya juga tidak akan membawa pada kebaikan. Yuk, segera campakkan kapitalisme!
Susahnya hidup di bawah sistem kapitalisme. Segala hal dikapitalisasi. Rakyat hanya bisa gigit jari.
Yo bener banget, saatnya campakkan kapitalisme kembali terapkan aturan Ilahi, hanya dengan Khilafah..
Hidup dalam sistem kapitalisme sekularisme memang serba sulit..
Yang benar memang hidup dalam naungan Islam kaffah..
Memang gedeg hidup zaman now, serba terimpit, sampai seorang muslimah rela menanggalkan fitrahnya untuk punya anak. Banyak karena faktor ekonomi, banyak juga karena faktor pandangan hidup.
Bismilah, siap mencampakkan sistem kapitalisme
Tidak ada rasa nyaman dalam kehidupan era kapitalisme. Hanya sistem Islam yang mampu mengayomi seluruh warga negara secara totalitas