Kehidupan sekularisme meniscayakan manusia memiliki sifat materialistis, individualisme, dan matinya rasa empati.
Oleh. Dewi Sartika
(Kontributor NarasiPost.Com & Penggiat Literasi)
NarasiPost.Com-Pemuda/santri adalah agen perubahan, di pundaknya kejayaan suatu bangsa dibebankan. Pada peringatan hari santri tepatnya tanggal 22 Oktober 2023 lalu, dengan mengambil momentum resolusi jihad yang digaungkan oleh Hadratus Syekh Kiai Haji Hasyim Asy’ari pada tahun 1945, yang membuat bangsa ini mampu mempertahankan kemerdekaan. Kini resolusi itu kembali digemakan, diharapkan seruan tersebut dapat mengembalikan spirit jihad pada jiwa para santri. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Santri.
Presiden Joko Widodo menghadiri apel hari santri 2023 di Surabaya, Minggu, 22 Oktober 2023. Dalam kesempatan tersebut, Joko Widodo selaku kepala negara didampingi oleh sejumlah menteri dari Kabinet Indonesia Maju dalam sambutannya Jokowi menyebutkan santri merupakan pilar dan fondasi kekukuhan suatu bangsa. Hal itu telah terbukti sejak zaman perjuangan kemerdekaan. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di Indonesia, kita memiliki lebih dari 36.000 pondok pesantren, ini adalah sebuah kekuatan besar penentu masa depan bangsa, penentu lompatan kemajuan bangsa, dan penentu keberhasilan cita-cita bangsa, demikian yang disampaikan Joko Widodo.
Menurut Joko Widodo, semangat para santri dalam berjihad, hingga mati syahid untuk memperjuangkan kepentingan bangsa pada masa kemerdekaan, harus terus dijaga dalam konteks masa sekarang, di mana bentuk tantangan yang dihadapi begitu beragam. (CNBCIndonesia, 22-10-2023).
Kiai Haji Hasyim Asy’ari, pernah memberikan fatwa bahwa melawan penjajah itu wajib, melawan penjajah itu adalah fardu ain dan meninggal melawan musuh adalah mati syahid. Tentunya fatwa tersebut mampu menggerakkan dan membakar jiwa para santri untuk berjuang demi kepentingan bangsa, negara, dan umat. Pada masa melawan para penjajah dalam meraih kemerdekaan, kontribusi kaum muslim sangatlah besar, khususnya para santri. Sebagaimana pekikan takbir Bung Tomo yang mampu membakar jiwa arek-arek Suroboyo untuk mengambil peran dalam berperang melawan penjajah. Semangat jihad yang dikumandangkan semata-mata karena panggilan agama bukan karena panggilan nasionalisme, sebagaimana sejarah menuliskan motivasi para santri dalam perjuangannya melawan penjajah semata mata hanya karna panggilan agama bukan yang lain.
Namun sayangnya, seruan jihad dari para pendahulu dalam melawan penjajah, kini justru disalahartikan sebagai bentuk cinta tanah air (nasionalisme). Hal ini dikarenakan adanya penerapan sistem sekularisme yang hingga kini makin menguatkan cengkeramannya di negeri ini. Karenanya wajar jika hari ini kaum muslimin atau negara-negara muslim lebih mementingkan keamanan dan keselamatan negeri sendiri tanpa memedulikan negara lain, meskipun mereka membutuhkan pertolongan.
Kehidupan sekularisme meniscayakan manusia memiliki sifat materialistis, individualisme, dan matinya rasa empati. Pun juga, dengan para santri yang keberadaannya saat ini hanya sebagai alat penguasa untuk melanggengkan hegemoni kekuasaan dan kepentingannya.
Di tengah berbagai problem yang terjadi baik di tingkat dunia maupun dalam negeri, sangatlah penting untuk mengembalikan spirit resolusi jihad dengan makna yang sebenarnya pada jiwa para santri, sebagaimana awalnya Islam mendorong setiap muslim terlebih para santri untuk berperan dalam kehidupan sesuai syariat Islam.
Santri adalah para pemuda agen perubahan yang di tangannyalah perubahan peradaban tergenggam. Mereka adalah orang-orang yang berilmu, berwawasan Islam luas, taat kepada Rabb-Nya, serta memiliki semangat Jihad yang kuat dalam jiwanya sebagaimana para santri pada masa lalu.
Agar potensi yang ada dalam diri para santri dapat terarah dan menjadi sebuah kekuatan besar bagi perubahan suatu bangsa, maka, harus ada perubahan dalam hal cara pandang, yakni sesuai dengan cara pandang Islam. Pesantren seharusnya tidak hanya mencetak para usahawan semata, namun juga mencetak para santri yang faqih fiddin yang sadar akan problem umat serta mampu menyelesaikannya.
Tak hanya itu, pesantren juga harus mengubah paradigmanya bahwa para santri saat ini cuma mencukupkan diri untuk belajar agama di pesantren dan hanya untuk pesantren. Akan tetapi, santri juga harus diberi bekal pemahaman cara menyelesaikan persoalan ditengah-tengah umat. Ketika mereka keluar dari pesantren, ilmunya dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat dan membawa perubahan bagi umat. Karena, kerusakan di muka bumi tidak akan terselesaikan kecuali manusia sendiri yang menyelesaikannya. Sebagaimana firman Allah ”Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri.” ( Ar-Ra’du: 11).
Ketika seorang muslim memahami ayat tersebut dengan perspektif Islam, maka akan terbentuk dalam benak mereka kesadaran tentang kebutuhan yang paling penting dan mendesak bagi kaum muslim saat ini. Sebab, faktanya kaum muslim mengalami penderitaan, kesedihan, dan kenistaan yang luar biasa. Meskipun mereka hidup di dalam negeri yang kaya akan sumber daya alam. Namun, tak sedikit di antara mereka yang hidup dalam kemiskinan dan kebodohan. Kondisi ini menjadi suatu keniscayaan sebab kekayaan yang ada telah dikuasai oleh pihak asing, yang diberi jalan oleh para penguasa untuk menguasainya.
Sementara di sisi lain, kaum muslim di belahan dunia lainnya, juga banyak mengalami penderitaan dan kezaliman khususnya negeri Palestina yang mengalami kezaliman yang dilakukan oleh Zionis Israel.
Persoalan yang dialami oleh kaum muslim begitu pelik dan rumit. Namun, semua persoalan ini dapat terselesaikan secara tuntas jika Islam dan aturannya dijadikan sebagai asas dalam kehidupan. Yang diterapkan oleh negara di dalam naungan daulah Khilafah.
Sebab, dengan keberadaan daulah Khilafah kaum muslim akan memiliki negara yang akan meriayah serta menjamin seluruh kebutuhannya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan sebagainya.
Pun juga, dengan adanya daulah Khilafah kaum muslim memiliki Junnah (perisai) yang akan melindungi kaum muslim serta memerangi mereka yang menzalimi kaum muslim dan para sekutunya. Dan tugas para pengemban dakwah saat ini adalah mengembalikan keberadaan daulah Khilafah tersebut dengan mendakwahkan Islam kaffah di tengah-tengah umat. Mengubah pemikiran umat yang telah teracuni oleh pemahaman kapitalis menjadi pemikiran yang sahih sesuai dengan syariat Islam. Agar keberkahan dapat menyelimuti negeri ini.
Wallahu A’lam Bishawwab []
Peringatan Hari Santri sering hanya bersifat seremonial saja. Makna hakiki seorang santri pun telah bergeser, yang semula adalah seorang alim (ulama) yang mampu menyelesaikan problem umat
berlandaskan ilmu agamanya, bergeser pada pemberdayaan santri di bidang ekonomi. Banyak pesantren yang fokus pada produk pesantren, sebagai implementasi pemberdayaan skill santri.
Spirit jihad santri jangan sampai salah arti. Sebab, kehidupan kapitalisme begitu mengoda manusia dan membelokkan spirit jihad santri.
Bahkan sekarang banyak santri yang tidak tahu apalagi peduli dengan urusan keumatan.. bagaimana mereka akan mempunyai ghirah generasi pembebas jika mereka tidak dilatih berempati terhadap problematika umat? Sedangkan mereka malah dicekoki dengan nasionalisme dan sekulerisme..
Saatnya back to Islam secara totalitas