Hilirisasi, Indonesia Perlu Pemimpin yang Berani?

Hilirisasi

Negara tidak memiliki skema kemandirian dalam penguasaan industri strategis. Oleh karena itu, tidak heran bila diserahkan pada swasta sebagaimana mekanisme dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Beberapa minggu tidak mendengar sepak-terjang dan pernyataan-pernyataannya, Luhut B. Panjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, kini kembali dengan pernyataan terbarunya. Luhut B. Panjaitan berharap pemerintahan mendatang tidak memulai hilirisasi dari nol, tetapi menyempurnakan apa yang sudah dimulai baik sektor mineral maupun nonmineral. Hilirisasi nonmineral yang dicontohkan olehnya adalah hilirisasi rumput laut. (finance.detik.com, 28/10/2023)

Untuk mewujudkan harapannya, Luhut menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin pemberani dengan karakter kuat, memiliki kepakaran, tegas, dan kritis. Menurutnya, pemimpin pemberani semacam ini bila mengambil kebijakan, argumentasinya jelas sehingga ia tidak mudah diombang-ambingkan orang. 

Bila ditelisik, harapan pertama dan kedua seolah hubungan sebab-akibat. Jika pemimpinnya berani, proses penghiliran sektor mineral dan nonmineral akan berhasil. Sebaliknya, bila pemimpinnya lemah maka proses hilirisasi ini akan gagal. Pernyataan ini menarik dibahas, benarkah demikian? Terlebih beberapa kalangan menyebutkan bahwa yang dimaksud pemberani adalah “berani berkhianat pada rakyat”, “berani membungkam mulut rakyat”, “berani menghalalkan segala cara”, “berani otak-atik hukum negara”, dan masih banyak lagi “keberanian-keberanian” lainnya yang menjadi realitas kini. Terakhir, bagaimana sosok pemimpin berkarakter kuat dan pemberani dalam sistem Islam.

Fakta Hilirisasi di Bumi Pertiwi

Hilirisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai ekonomis dari suatu komoditas. Dengan hilirisasi, bahan baku diolah menjadi produk setengah jadi atau siap pakai. Hilirisasi ini dapat dilakukan di berbagai sektor baik mineral maupun nonmineral, seperti sektor pertambangan, pertanian, dan manufaktur. Selain meningkatkan nilai tambah sebuah komoditas, hilirisasi diyakini dapat menaikkan daya saing produk di pasar internasional, menciptakan lapangan kerja baru, dan menambah pendapatan negara. Oleh karena itu, hilirisasi dianggap sebagai upaya penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan hilirisasi, Indonesia dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari sumber daya alam yang dimiliki.

Namun, benarkah Indonesia akan makmur sejahtera bila hilirisasi sukses? Tentu saja benar, walaupun sebatas teori. Fakta yang terjadi justru sangat berkebalikan. Di negeri ini, seluruh sektor industri strategis dikuasai oleh swasta mulai dari hulu sampai hilir baik industri pertambangan, industri energi, industri pangan, maupun industri telekomunikasi. Negara sebatas pemungut pajak dan pembuat kebijakan saja. Negara tidak memiliki skema kemandirian dalam penguasaan industri strategis. Oleh karena itu, tidak heran bila diserahkan pada swasta sebagaimana mekanisme dalam sistem ekonomi kapitalisme.

Sebagai contoh di industri pertambangan. Di hulu, pihak swasta menguasai konsesi pertambangan yang merupakan aset strategis negara. Di hilir, mereka menguasai industri pengolahan hasil tambang, seperti industri smelter, industri besi, dan baja hingga industri baterai. PT Freeport yang menguasai konsesi tambang emas dan tembaga di Papua memiliki smelter tembaga terbesar di dunia yang terletak di Gresik, Jawa Timur. Dari menambang emas dan tembaga di Papua saja, keuntungannya sudah sangat melimpah. Bayangkan betapa besar keuntungan yang diraup bila ditambah pengolahan tembaga sampai ke limbahnya. 

Dilansir oleh cnbcindonesia.com (18/1/2023), smelter di Gresik yang direncanakan beroperasi pada bulan Mei 2024 ini, diklaim mampu menyerap konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton per tahun. Adapun komoditas yang dihasilkan nantinya berupa produk katode tembaga dengan akumulasi 600 ribu ton per tahun. Dari lumpur anodenya bisa dihasilkan emas dan perak murni sebanyak 6 ribu ton per tahun. Produk sampingannya berupa asam sulfat sebesar 1,5 juta ton per tahun, limbah proses peleburan tembaga yang mengandung besi dan silika (terak tembaga) sebanyak 1,3 juta ton per tahun, dan gipsum sebesar 150 ribu ton per tahun. Ini hanya satu contoh saja, padahal ada banyak tambang di Indonesia yang pengelolaannya dari hulu ke hilir diberikan pada swasta, seperti PT Adaro Energi dan PT Bukit Asam di tambang batu bara, PT Timah, serta PT Vale Indonesia yang mengelola tambang nikel.

Tidak berbeda pula di industri pangan. Di hulu, para kapitalis menguasai sumber daya pangan, seperti lahan pertanian, peternakan, dan perkebunan. Di hilir, mereka menguasai industri pengolahan pangan, seperti industri makanan dan minuman. Contoh perusahaan pangan yang menguasai dari hulu ke hilir adalah PT Wilmar Nabati Indonesia. Perusahaan ini mengelola kebun kelapa sawit seluas 231.697 hektar, menjadi produsen pupuk, sekaligus produsen minyak goreng. Ada pula PT Charoen Pokphand Indonesia dengan industri olahan daging ayam di bagian hilir. Sementara itu, di bagian hulu menguasai peternakan ayam, mulai dari penyediaan anak ayam (day old chicks), pakan, hingga obat-obatannya. 

Penguasaan industri strategis oleh swasta ini sudah pasti mengabaikan kesejahteraan rakyat. Ya, mana mungkin swasta mau rugi dan bersusah-susah memikirkan kemakmuran rakyat, sedangkan negara saja abai. Kalau pun ada program CSR (Corporate Social responsibility), itu pun hanya 2% hingga 3% per tahun dari keuntungan perusahaan.

Baca juga :
https://narasipost.com/teenager/08/2023/benarkah-ri-diserang-karena-hilirisasi-dalam-negeri/

Praktik hilirisasi seperti ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Selama itu pula, tidak ada satu pun pemimpin yang berani protes atas nama rakyat. Alih-alih gelisah menyaksikan rakyatnya menderita, mereka justru berusaha melanggengkan kekuasaan. Para pemegang amanat kekuasaan rakyat ini pun berubah menjadi sosok-sosok yang “berani bermain mesra” dan “berani mengesahkan berbagai proposal dari pihak swasta”. Mereka tidak peduli meskipun proposal itu menabrak kebijakan, tidak sesuai amdal, bahkan bila harus mengusir rakyat. Contoh terhangat adalah kasus Pulau Rempang. Demi mengeksploitasi pasir kuarsa termasuk mengolahnya menjadi kaca dan panel surya, masyarakat adat Rempang diusir dari tempat tinggalnya.

Seluruh realitas ini tidak dapat dimungkiri. Di dalam sistem demokrasi, para oligarki kapital dan penguasa bergandengan tangan di balik punggung rakyat. Mereka menutup mata atas penderitaan yang ditimbulkan. Bagi penguasa, semua dilakukan demi mengamankan posisinya dan lingkaran kekuasaannya, bukan hanya dalam kontestasi Pilpres 2024, tetapi periode per periode. Bagi para oligarki kapital, seluruh upayanya demi meraih keuntungan sebesar-besarnya dan memperluas korporasinya hingga mancanegara. 

Pemimpin Pemberani dalam Islam

Tentang karakter pemimpin dalam Islam, tidak ada rujukan terbaik selain Al-Qur’an. Allah Swt. telah menyebutkan kriteria pemimpin di dalam surah Al-Qashash ayat 26.

قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ

Artinya, “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, karya  Syekh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah, yakni ia (Nabi Musa) merupakan sosok yang layak diajak bekerja karena memiliki dua sifat baik, yaitu kuat dan amanah (al-qawiy dan al-amin). Kata al-qawiy memiliki dua makna, yaitu kuat secara fisik dan kuat iman. Kekuatan fisik seorang pemimpin sangat diperlukan sebab pemimpin yang lemah fisik tidak akan mampu mengurus keperluan dirinya sendiri, apalagi mengurus kepentingan orang banyak. Keberanian mengambil keputusan yang tepat sesuai tuntutan syariat tatkala berhadapan dengan kekuatan para pemilik modal dan kekuasaan. 

Abu Dzar Al-Ghiffari pernah memohon kepada Rasulullah saw., untuk menjadi pejabat, tetapi tidak dikabulkan. Kepada Abu Dzar, Rasulullah saw. bersabda,

يَا أَبَا ذَرٍّ، إِنَّكَ ضَعِيفٌ، وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إِلَّا مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا


“Abu Dzar, kamu ini lemah, sementara jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Pembalasan amanah itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil amanah tersebut sesuai dengan haknya dan menunaikan kewajiban dalam kepemimpinannya.” (HR. Muslim)

Di tahap inilah kekuatan iman seorang pemimpin diuji. Dia akan menukar keimanannya kepada Allah dan hari akhir dengan kesenangan duniawi yang fana ataukah bersikukuh dengan seluruh idealisasinya sebagai muslim apa pun konsekuensinya. 

Kata al-amin bermakna dapat dipercaya. Ketika diberi amanah, seorang pemimpin akan menjalankan seluruh amanahnya dengan sebaik mungkin demi kemaslahatan umat. Dia tidak akan berkhianat. Bila seorang pemimpin mampu amanah, niscaya rasa aman akan terwujud. Sebagaimana masyhur kisah Sayidina Umar bin Khattab yang sangat khawatir Allah Swt. meminta pertanggungjawaban darinya, bila ada keledai terperosok akibat jalan rusak di masa pemerintahannya.

 Selain dua sifat di atas, seorang pemimpin harus memiliki ketakwaan. Pemimpin yang bertakwa tidak akan sudi menjalankan aturan di luar syariat Allah. Ia akan menyelaraskan seluruh perbuatannya baik sebagai individu maupun pemimpin dengan apa-apa yang diturunkan di dalam Al-Qur’an dan sunah. 

Khatimah

Pemimpin semacam ini tidak akan didapatkan melalui kontestasi lima tahunan. Demikian pula tidak akan didapat di dalam sistem demokrasi seperti saat ini. Pemimpin yang bertakwa, kuat, dan amanah sebagaimana dimaksud di dalam surah Al-Qashash ayat 26 hanya meniscayakan terjadi dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah. Sejarah panjang peradaban Islam telah membuktikan lahirnya pemimpin-pemimpin yang pemberani menentang kezaliman dan teguh melaksanakan syariat Islam. Walhasil, rakyat sejahtera, aman, dan makmur.

Wallahu a’lam bi ashawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Haifa Eimaan Salah satu Tim Penulis Inti NarasiPost.Com. pernah memenangkan Challenge bergengsi NarasiPost.Com dalam rubrik cerpen. beliau mahir dalam menulis Opini, medical,Food dan sastra
Previous
Tingkat Literasi Keuangan Syariah Rendah, Mengapa?
Next
Membentuk Politik Indonesia Lebih Baik
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

9 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Afiyah Rasyad
Afiyah Rasyad
1 year ago

Ya Allah, ambisi kapitalisme memang membuat siapa pun yang menjadi pengikutnya serakah. Para kapitalis, baik yang menengah ke bawah ataupun ke atas, hanya berpikir pada keuntungan. Nahasnya, penguasa negeri ini larut dalam pemikiran serakah itu

Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

"Mana mungkin swasta mau rugi dan bersusah-susah memikirkan kemakmuran rakyat, sedangkan negara saja abai." Jleb, bener banget Mba. yaa..namanya Pengusaha pasti mau cari untung lah..apalagi pengusahanya berpaham kapitalis kelas kakap.. heh

Haifa
Haifa
Reply to  Wd Mila
1 year ago

Betul, Mba Mila. Jangankan pengusaha kelas kakap, pengusaha kelas teri pun kalau di sistem kapitalisme ambisinya meraup Untung sebanyak-banyaknya

Neni Nurlaelasari
Neni Nurlaelasari
1 year ago

Kondisi pemimpin dalam sistem kapitalisme memang pada berani. Namun, beraninya mengkhianati amanah rakyat. Karena sistem ini memang di desain untuk menguras SDA untuk oligarki. Maka sudah saatnya kembali pada penerapan sistem Islam secara kaffah, yang pemimpin dan aturannya benar-benar untuk mensejahterakan rakyat.

Haifa
Haifa
Reply to  Neni Nurlaelasari
1 year ago

Sedih tiap kali baca berita ttg pemimpin2 yang hanya berani kepada rakyatnya saja, tetapi bertekuk lutut di hadapan asing dan Aseng

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Betul mbak, para pemimpin akan sulit menjadi sosok yang pemberani jika masih menjalankan sistem di bawah asuhan kapitalisme. Sudah berulang kali pemimpin berganti, nyatanya negeri ini bukan tambah memiliki kewibawaan tetapi makin ramah pada para korporasi. Miris deh kalau cuma retorika yang diandalkan.

Haifa
Haifa
Reply to  Sartinah
1 year ago

Ini ketika kata "berani" dimaknai sesuai ideologi masing2 ya, Mba.

Berani versi Islam sangat jauh maknanya dg berani versi kapitalisme

Yuli Juharini
Yuli Juharini
1 year ago

Pemimpin yg baik menurut Islam adalah yg menjalankan aturan sesuai syariat Islam yaitu yg bersumber dari Al-Qur'an san As-Sunah. Jadi tidak sekadar berani.

Haifa
Haifa
Reply to  Yuli Juharini
1 year ago

Sepakat, Mba.
Kalo sekadar berani, sekarang ya banyak sekali. Apalagi kalo sekadar "berani malu", "berani menghabisi rakyat", dll

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram