Meskipun masyarakat telah memiliki kesadaran terhadap keuangan syariah, mereka belum benar-benar memahaminya. Pemahaman yang rendah ini disebabkan oleh penggunaan istilah-istilah akad dalam bahasa Arab.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sistem keuangan syariah sudah diterapkan beberapa dekade di Indonesia. Namun, tingkat literasi masyarakat dalam sistem keuangan syariah masih rendah. Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Ismail Riyadi, Kepala Grup Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah Otoritas Jasa Keuangan. Pendapatnya itu berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh OJK tentang literasi keuangan.
Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLIK) menunjukkan tingginya gap antara literasi keuangan secara umum dengan keuangan syariah. Tingkat literasi keuangan secara umum adalah 49%. Sedangkan tingkat literasi keuangan syariah hanya 9,14%. (cnnindonesia.com, 29/10/2023)
Mengenal Keuangan Syariah
Keuangan syariah merupakan sistem pengelolaan keuangan yang menjadikan prinsip-prinsip Islam sebagai pedomannya. Prinsip-prinsip ini tidak hanya diterapkan dalam sistem, tetapi juga pada lembaga keuangan maupun produk-produk lembaga tersebut.
Berikut ini beberapa prinsip utama dari keuangan syariah. Pertama, mendapatkan rida Allah Swt. Kedua, mengikuti petunjuk Al-Qur'an dan hadis. Ketiga, bebas dari riba. Keempat, menerapkan bagi hasil. Kelima, sektor yang dibiayai bukan sektor yang diharamkan. Adapun produk-produk keuangan syariah adalah asuransi, surat berharga, saham, deposito, dan pembiayaan yang semuanya berlandaskan pada syariat Islam.
Dalam melakukan pengelolaan harta, ada beberapa hal yang dilarang dalam sistem keuangan syariah. Pertama, riba.Kedua, maisir atau judi. Ketiga, garar, yakni ketidakpastian atau pertaruhan. Keempat, boros. (lifepal.co.id, 23/07/2021)
Penyebab Rendahnya Tingkat Literasi Syariah
Hasil survei yang dilakukan oleh OJK menunjukkan bahwa hanya ada sembilan dari 100 orang yang benar-benar menjalankan keuangan syariah. Sementara itu tingkat inklusi keuangan syariah baru mencapai 12,2%. Nilai ini jauh di bawah tingkat inklusi keuangan secara umum yang mencapai 85%.
Rendahnya tingkat literasi ini terjadi karena beberapa faktor. Pertama, masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah. Meskipun masyarakat telah memiliki kesadaran terhadap keuangan syariah, mereka belum benar-benar memahaminya. Pemahaman yang rendah ini disebabkan oleh penggunaan istilah-istilah akad dalam bahasa Arab.
Kedua, ada perbedaan preferensi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat disodori keuangan syariah dan konvensional. Perbedaan itu terjadi karena ada yang menerima produk keuangan syariah berdasarkan keyakinan agama, ada pula yang lebih suka pada produk keuangan konvensional. Padahal, produk keuangan syariah memiliki banyak variasi akad perjanjian dibandingkan produk konvensional.
Ketiga, kurangnya kompetensi sumber daya manusia yang terjun dalam keuangan syariah. Hal ini menyebabkan layanan dan pemanfaatan teknologi yang belum optimal. Di samping itu, tidak didukung dengan regulasi serta modal yang cukup.
Urgensitas Penerapan Keuangan Syariah
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam. Oleh karena itu, menerapkan sistem keuangan syariah merupakan satu hal yang harus dilakukan. Dengan sistem ini, kaum muslim dapat melakukan berbagai muamalah sesuai dengan syariat. Misalnya, mereka tidak akan terlibat dalam transaksi riba atau melakukan usaha yang diharamkan.
Di samping itu, keuangan syariah akan mendorong pengembangan sektor riil di tengah masyarakat. Dengan demikian, keuangan syariah diharapkan dapat mendukung program pemulihan ekonomi. Di samping itu, dapat mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Keuangan Syariah dalam Tinjauan Syariat Islam
Meskipun berbasis syariah, tetapi produk-produk lembaga keuangan syariah belum sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam. Hal ini dapat dilihat dari beberapa produk yang ditawarkan kepada masyarakat, seperti perbankan syariah. Salah satu produk perbankan syariah adalah pemberian pinjaman tanpa bunga. Ketidaksesuaiannya dengan syariat Islam adalah adanya penerapan denda bagi nasabah yang terlambat dalam membayar utang.
Contoh lainnya adalah asuransi syariah. Penyelenggara asuransi syariah menyatakan bahwa mereka menggunakan prinsip yang berbeda dengan asuransi konvensional. Salah satunya adalah prinsip tabarru' (donasi). Hal ini berlandaskan pada hadis yang menceritakan tentang pujian Rasulullah saw. terhadap kaum Asy'ariyun. Jika mereka sedang melakukan perjalanan dan bekal mereka tinggal sedikit, mereka akan mengumpulkan bekal mereka menjadi satu. Kemudian, makanan itu mereka bagi secara merata. Kaum Asy'ariyun mengumpulkan harta setelah terjadi kekurangan makanan di antara mereka. Itulah sebabnya mereka melakukan tabarru'.
Sedangkan pada asuransi syariah, harta itu dikumpulkan sebelum terjadi bencana atau kesulitan. Mereka juga tidak mengetahui kapan bencana itu terjadi. Dengan demikian, ada garar atau ketidakpastian di dalamnya.
Di samping itu, dalam takaful, para peserta tidak mendapatkan kompensasi. Sedangkan dalam asuransi syariah, para peserta akan mendapatkan kompensasi. Oleh karena itu, asuransi syariah belum benar-benar menerapkan prinsip syariat Islam.
Inilah beberapa contoh ketidaksesuaian sistem keuangan syariah dengan syariat Islam. Dapat dikatakan bahwa keuangan syariah yang diterapkan pada dasarnya merupakan sistem keuangan konvensional, tetapi dengan label syariah. Hal ini terjadi sebagai akibat dari penerapan sistem ekonomi kapitalis di negeri ini. Penerapan sistem ini membuat masyarakat, terutama umat Islam belum benar-benar memahami konsep keuangan syariah yang benar.
Keuangan Syariah dalam Sistem Kapitalisme vs Sistem Islam
Diterapkannya sistem keuangan syariah di berbagai negara saat ini lebih banyak dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan materi. Girah umat Islam yang tinggi mendorong mereka berusaha meninggalkan riba. Mereka pun beralih dari bermuamalah menggunakan lembaga keuangan konvensional ke lembaga keuangan syariah.
Hal ini dipandang sebagai peluang bagi para kapitalis untuk meraup keuntungan materi. Oleh karena itu, mereka pun bersemangat untuk beralih ke sistem keuangan syariah. Dengan demikian, penerapan sistem keuangan syariah saat ini memang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan materi.
Hal ini berbeda dengan sistem keuangan syariah dalam sistem Islam. Penerapan sistem ini berlandaskan pada ketakwaan terhadap Allah Swt. Dengan demikian, penerapan sistem keuangan ini bertujuan untuk menjalankan syariat Allah Swt. Hal itu merupakan tujuan diciptakannya jin dan manusia. Allah Swt. telah menyatakan hal ini dalam surah Adz-Dzariyat [51]: 56.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku."
Oleh karena itu, penerapan sistem keuangan syariah dalam sistem Islam tidak dapat berdiri sendiri, tetapi berkaitan dengan penerapan sistem ekonomi secara global. Di samping itu juga berkaitan dengan penerapan sistem pendidikan, hukum, pemerintahan, dan sebagainya.
Penerapan sistem keuangan syariah tanpa menjalankan syariat Islam yang lainnya hanya akan menemui kegagalan. Oleh karena itu, penerapan sistem keuangan Islam harus dilakukan dalam sistem yang menerapkan Islam secara kaffah. Dengan demikian, tujuan dari penerapan sistem keuangan syariah akan terwujud. Wallaahu a'lam bi ash-shawaab.[]
Para kapitalis itu betul2 menyebalkan ya, di manapun ada peluang dapat untung besar, mereka akan memanfaatkan sebaik-baiknya.
jika ingin perbankan syariah yang benar sesuai syariat Islam, ya harus diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam juga. alias harus sepaket semua. kebanyakan bank syariah kan yang punya adalah orang kapitalis, yang notabenenya tidak paham hukum syarak,,,
Betul sekali
Betul, saat ini banyak orang yang berpikir bahwa bank syariah itu berbeda jauh dari bank konvensional, ternyata gak jauh berbeda ya. Inilah perbankan di negara yang menerapkan kapitalisme, semua tak bisa lepas dari debu-debu riba.
Riba sudah menjadi "sego jangan" (nasi & sayur), istilahnya orang Jawa. Jadi sudah dikonsumsi tiap hari. Na'udzu billaah min dzaalik.
Masyaallah sangat jauh berbeda ya sistem keuangan Islam dengan era kapitalisme. Mengapa tak mengambil pilihan yang tepat ya? Ada apakah nih para penguasa negeri?
Semoga naskah keren ini mampu menembus pars pemimpin negeri yang salih
Karena negara berkembang hanya menjadi satelit bagi negara pengemban sistem kapitalisme, sehingga para pemimpinnya menjadi pengekor.
Ya betul, bank yang berlabel syariah sama saja bank konvensional. Hanya labelnya saja, prakteknya tetap riba. Masyarakat karen kekurangtahuannya berbondong-bondong ke Bank syariah.
Semangat melaksanakan syariat, tapi belum dibarengi dengan pemahaman yang benar terhadap syariat.