Masalah Menghampiri, Bunuh Diri Jadi Solusi

bunuh diri

Mereka lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya baru dimulai saat pintu kematian datang menjemput manusia.

Oleh. Siti Komariah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Bunuh diri", kata yang tidak asing terdengar di telinga kita. Ya, bunuh diri akhir-akhir ini menjadi tren di tengah masyarakat untuk menuntaskan masalahnya. Sebagaimana terjadi di beberapa daerah, salah satunya di Semarang, Jawa Tengah. Seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes) berinisial  NJW (20) warga Ngaliyan, Semarang ditemukan tewas di Mal Paragon, tepatnya di area pintu keluar. Kompol Indra Romantika, mengungkap dugaan mahasiswi tersebut bunuh diri dengan ditemukannya sebuah surat untuk ibunya tercinta (liputan6.com,  12/10/2023). 

Kasus di atas satu dari berbagai kasus bunuh diri yang terjadi di negeri ini. Kasus bunuh diri pun kian meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri),  sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023, terdapat 971 kasus bunuh diri di Indonesia. Kasus ini meningkat tajam dibanding tahun 2022 lalu yang jumlahnya  900 kasus (katadata.co.id, 18/10/2023).

Bukan Hanya di Indonesia

Tren kasus bunuh diri nyatanya tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Namun, tren ini terjadi secara global. World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa setiap detik terdapat satu orang yang melakukan bunuh diri di seluruh dunia. WHO memperkirakan, tindakan bunuh diri ini mencapai lebih dari 800 ribu orang di seluruh dunia. WHO juga menyebutkan tren bunuh diri ini, bahkan masuk ke dalam 20 besar penyebab kematian di dunia. 

Dilansir viva.co.id, beberapa negara yang memiliki tren bunuh diri tertinggi, seperti Lesotho, negara yang terperangkap dataran di Afrika bagian Selatan ini menjadi negara yang memiliki tingkat kasus bunuh diri tertinggi di dunia, bahkan mendapatkan julukan negara paling depresi. Kasus bunuh diri mencapai 72,4 kasus per 100 ribu penduduk. Negara ini menghadapi berbagai masalah, seperti kemiskinan, pengangguran, dan lainnya yang menjadi penyebab bunuh diri terjadi. 

Kemudian, Guyana, negara yang berada di kawasan Amerika Selatan menjadi negara kedua dengan kasus bunuh diri tertinggi di dunia. Kasus bunuh diri mencapai 40,3 per 100 ribu penduduk. Negara ini juga memiliki berbagai masalah yang menyebabkan kasus bunuh diri, seperti tingkat kemiskinan tinggi, penyalahgunaan narkoba, minimnya layanan kesehatan mental, dan lainnya. Beberapa negara lainnya juga memiliki kasus bunuh diri tertinggi di dunia, yakni Eswatini, Korea Selatan, Rusia, dan seterusnya. 

Dari data di atas menunjukkan bahwa kasus bunuh diri, baik di Indonesia maupun dunia sudah mengkhawatirkan. Sungguh nyawa seakan tiada berharga, saat masalah datang menyapa. Tidak lagi bersikap tenang dalam menghadapi masalahnya, bunuh diri seakan menjadi solusi terakhirnya. Sejatinya apa yang menyebabkan kasus bunuh diri menjadi tren di tengah masyarakat? Apakah mental masyarakat saat ini benar-benar telah sekarat?

Faktor Penyebabnya

Melansir dari muslimahnews.net, ada beberapa faktor penyebab seseorang memilih jalan pintas menyelesaikan masalahnya atau bunuh diri. Pertama, kesehatan mental yang rapuh di kalangan generasi. Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) melaporkan bahwa 1 dari 3 remaja Indonesia berusia 10-17 tahun banyak memiliki masalah kesehatan mental. 

Usia tersebut masuk dalam periode kritis. Di mana remaja masih mengalami perkembangan biologis, psikologis, dan emosional. Artinya, pemikiran mereka masih labil dan mudah terkena penyakit mental. Pada periode ini, generasi sangat membutuhkan bimbingan dari berbagai elemen untuk menyiapkan diri menghadapi masa transisi (peralihan remaja ke dewasa). 

Namun, akibat layanan kesehatan mental yang minim, membuat masalah mental ini tidak terdeteksi sedari dini. Alhasil, terbawa sampai menuju masa transisi. Pada periode ini, mereka tidak memiliki kesehatan mental yang kuat, sehingga saat mereka diterjang masalah kecil, baik di universitas maupun perusahaan, seperti tekanan pekerjaan, persoalan percintaan, dan masalah lainnya membuatnya mudah menyerah dan depresi berat yang berakhir bunuh diri. 

Kedua, gaya hidup yang materialistis dan hedonis. Tak dimungkiri bahwa gaya hidup tersebut telah merebak di tengah masyarakat. Pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder tidak lagi ada perbedaan. Semua menjadi prioritas yang harus diutamakan. Hal ini membuat sebagian besar rakyat, termasuk para mahasiswa dan pasangan muda berlomba untuk memenuhinya, hingga rela terjebak dalam lingkaran riba yang justru membuat mereka menderita. 

Bagaimana tidak, di saat pengeluaran kebutuhan lebih besar daripada pemasukan keuangan, ditambah dengan bunga riba yang terus bertambah. Teriakan rentenir terus terngiang di telinga, sedangkan menghindar pun tidak berdaya. Hal ini membuat mereka berada dalam pusaran kebingungan dan kecemasan berlebihan. Alhasil, stres memikirkan solusinya, namun tidak kunjung menemukannya, sehingga bunuh diri menjadi jalan pintasnya. 

Ketiga, kurikulum yang fokus hanya pada nilai akademik. Setiap siswa dan mahasiswa dituntut untuk memahami seluruh mata pelajaran, bahkan dituntut cakap dalam dunia kerja. Sebab jika mereka tidak cakap dan tidak memiliki nilai tinggi dalam dunia akademik, itu akan sangat berpengaruh untuk mencari pekerjaan setelah mereka keluar dari universitas. Begitu pun dengan tuntutan penyelesaian skripsi. Banyak dari kalangan mahasiswa yang dipersulit oleh beberapa oknum. Hal ini membuat mereka depresi memikirkannya.  Selain itu, para siswa di bangku sekolah pun demikian. SKS yang begitu padat, tugas-tugas yang begitu banyak membuat para siswa dan mahasiswa mengalami stres yang berlebih untuk menanggung beban tersebut. Alhasil, bunuh diri menjadi obatnya. 

Keempat, minimnya peran negara. Tidak dimungkiri bahwa negara berperan penting dalam menjaga kesehatan mental rakyatnya, mendorong keimanan kepada Allah di dalam hatinya,  memenuhi kebutuhannya,  baik kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan) melalui mekanisme tidak langsung, serta pemenuhan kebutuhan pokok, seperti menyediakan pendidikan, kesehatan, serta keamanan. Namun, peran itu saat ini telah memudar. Negara tidak lagi menjadi pengurus urusan rakyatnya, akan tetapi justru menjadi salah satu penyebab terjadinya berbagai problem, termasuk bunuh diri. Di saat kemiskinan kian meningkat, pengangguran merebak, negara bukan memberikan solusi tuntas akan masalah itu, yang ada negara justru berpihak pada asing atau pengusaha. Alhasil, rakyat lagi-lagi menjadi korbannya.  

Kapitalisme sekuler 

Faktor-faktor penyebab bunuh diri di atas hanyalah faktor cabang yang disebabkan oleh faktor utama yaitu penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini masih setia dijadikan aturan kehidupan di berbagai negara di dunia saat ini, salah satunya Indonesia. Asas sistem ini adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Artinya, agama hanya mengatur seputar hubungan ibadah mahda, seperti salat, zakat, puasa, haji, pernikahan, kematian, dan ibadah-ibadah lainnya. Namun, agama dipisahkan dalam pengaturan kehidupan secara keseluruhan, seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, ekonomi, politik, muamalah, dan sosial. 

Selain itu, sistem ini pun berdasar pada materi. Materilah yang menjadi tolak ukur dalam segala kehidupan dan standar kebahagiaan.  Siapa yang memiliki uang atau harta berlimpah, serta kedudukan tinggi, dialah yang berkuasa. Alhasil, hampir seluruh orang berlomba mencari materi dengan berbagai cara. Begitu pula standar kebahagiaan kehidupan manusia tidak lagi bertumpu pada rida Ilahi, namun pada liberalisme (kebebasan).  Asal suka apa pun akan dilakukan, walaupun menabrak norma-norma syariat. Mereka rela mengejar materi dengan berbagai cara, demi mendapatkan kebahagiaan.

Sistem kapitalisme sekuler yang telah ditanamkan sejak dini, baik melalui keluarga maupun pendidikan gagal menciptakan manusia bermental kuat dan tangguh. Mencetak generasi stroberi yang lembek.  Pemisahan agama dari kehidupan membuat masyarakat jauh dari Allah swt. Alhasil, mereka pun menjadikan standar kebahagiaan hanya berputar pada kehidupan dunia yang fana. Bekal menuju kehidupan akhirat tidak dihiraukan. Alhasil, jika keinginan yang mereka capai tidak terpenuhi,  hal itu menjadi beban berat dalam pikiran mereka hingga menjadikannya depresi. Jalan terakhir menuntaskan masalah yakni bunuh diri. Mereka menganggap bahwa dengan bunuh diri, maka semua masalah akan hilang dan terselesaikan. Tidak lagi memikirkan beban berat kehidupan. Mereka lupa bahwa kehidupan yang sebenarnya baru dimulai saat pintu kematian datang menjemput manusia.

Hukum Bunuh Diri

Islam melarang seseorang untuk melakukan aktivitas bunuh diri karena nyawa dan seluruh jiwa raga manusia bukanlah milik manusia tersebut. Namun nyawa ini hanya milik Allah Swt., manusia hanya diberikan amanah untuk menjaganya. Manusia pun tidak memiliki hak untuk memisahkannya dari raganya tanpa seizin Allah pemilik sahnya. 

Dalam Islam, bunuh diri adalah aktivitas yang diharamkan dan dia masuk dalam kategori dosa besar. Sebagaimana  Diriwayatkan dari Abu Zaid Tsabit bin Adh-Dhahhak Al-Anshari, di mana Nabi saw. bersabda,

وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ، عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: "Dan siapa membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu, ia akan disiksa dengan sesuatu itu di hari kiamat."(Muttafaq Alaih). 

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hadis di atas terdapat larangan keras terhadap bunuh diri. Orang yang melakukan bunuh diri, maka akan disiksa di hari kiamat di dalam negara dengan cara dia membunuh dirinya sendiri. Misalkan, jika seseorang melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari atas gedung. Di hari kiamat dia akan disiksa dengan cara tersebut. Nauzubillah.  

Oleh karena itu, kita wajib memahami setiap tindakan apa yang akan kita lakukan dan risikonya, sehingga kita tidak terjebak dengan perbuatan-perbuatan dosa besar. Kita pun harus berhati-hati dan memohon pertolongan agar terhindar dari segala kemaksiatan dan dosa-dosa.

Penjagaan Islam terhadap Nyawa

Sistem kapitalisme sekuler telah membuat mental rakyat, termasuk generasi kian sekarat. Manusia memandang nyawa seakan tiada harganya. Pandangan ini bertolak belakang dengan pandangan Islam terhadap nyawa manusia. Islam memandang bahwa nyawa adalah hal paling berharga yang wajib dijaga. 

Oleh karena itu, Islam melakukan penjagaan nyawa manusia dengan beberapa cara. Pertama, negara memiliki kewajiban menanamkan akidah Islam dalam diri rakyatnya sejak dini.  Memahamkan makna arti sebuah kehidupan yang tujuan utama penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah Swt. Sebagaimana Allah berfirman, 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

Artinya, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat : 56). 

Dengan memahami makna kehidupan, maka segala perbuatan akan disandarkan pada syariat Allah, bukan yang lainnya. Seseorang akan senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah. Semua yang dilakukan semata-mata mencari bekal menuju kehidupan akhirat. Mereka memahami bahwa hidup dunia hanya panggung sandiwara untuk menguji seberapa kuat keimanan manusia kepada Allah. Memahami bahwa apapun yang terjadi padanya adalah rencana Allah yang terbaik, sehingga jika masalah datang menghampiri, jalan keluarnya hanya berikhtiar dan berserah kepada Allah. 

Kedua, penerapan sistem pendidikan Islam. Kurikulum dirancang berasas pada akidah Islam. Tujuan pendidikannya adalah membentuk syakhshiyah Islamiyah (kepribadian Islam) yakni pola pikir dan pola sikap sejalan dengan Islam pada diri generasi, serta membekali generasi dengan berbagai ilmu untuk mengarungi kehidupan ini. Tsaqofah Islam ditanamkan sejak usia dini, sehingga tsaqofah tersebut nantinya akan menjadi bekal saat mereka mulai memikul tanggung jawab menjadi manusia sempurna. 

Ketiga, pemenuhan kebutuhan rakyat oleh negara. Islam mewajibkan negara menjamin kebutuhan setiap individu rakyatnya. Penerapan sistem ekonomi Islam memberikan kesejahteraan kepada rakyat, sebab semua aktivitas ekonomi didasarkan pada syariat Allah. Misalnya, pengelolaan SDA. dalam Islam hanya boleh dikelola oleh negara. Hasil pengelolaannya digunakan untuk kesejahteraan rakyat, seperti pendanaan pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Maka, dipastikan rakyat akan sejahtera dan tidak stres memikirkan biaya hidup yang kian mencekik seperti dalam sistem kapitalisme. 

Keempat, penjagaan negara dari paparan pikiran yang merusak. Islam menjaga fitrah manusia tetap terjaga. Memantau berbagai pemikiran dan budaya yang masuk ke dalam negara, baik secara langsung maupun melalui media. Jika ada konten-konten atau pemikiran, seperti pemikiran hedonis, secepat mungkin negara akan memblokirnya. Media dalam Islam pun digunakan sebagai sarana untuk semakin memperkuat keimanan kepada Allah dan sebagai syiar ke negara di luar Daulah Islam. Dengan beberapa faktor di atas, maka rakyat bisa terhindar dari stres yang berakhir pada bunuh diri.

Khatimah

Maraknya kasus bunuh diri akibat dari akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem ini telah membuat mental manusia sekarat karena agama tidak lagi dijadikan sebagai pedoman hidup. 

Oleh karena itu, untuk mengakhiri maraknya kasus ini tidak bisa dilakukan hanya sekadar solusi-solusi kesehatan mental. Namun, wajib menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan manusia. Sebab, Islam diturunkan oleh Allah sebagai rahmatan lil a'alamin. 

Wallahu a'lam bissawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Siti Komariah Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Don't Try Suicide
Next
Bara di Papua, Bilakah Padam?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wd Mila
Wd Mila
11 months ago

gaya hidup yang materialistis dan hedonis biasanya disebabkan oleh maraknya konten-konten flexing. orang-orang menjadikan standar kebahagiaan dari materi dan pujian makhluk. Di sinilah peran negara untuk memfilter konten2 unfaedah dan hal-hal yang dapat menggerus akidah umat. kasus bunuh diri kebanyakan disebabkan karena putus asa dengan kehidupan dunia yang tidak berjalan sesuai rencana.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Padahal, nyawa begitu berharga. Sayangnya, banyak orang yang tidak menghargai hidup dan nyawanya hanya karena persoalan hidup yang menghampiri. Waduh, krisis iman benar-benar sedang mengancam negeri ini dan masyarakat lain di dunia.

Yuli Juharini
Yuli Juharini
1 year ago

Ya Allah, sedih rasanya membaca, mendengar banyak kasus bunuh diri. Jiwa-jiwa yg rapuh yg jauh dari nilai keislaman, jadi salah satu faktor penyebab bunuh diri.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram