Maraknya bunuh diri yang terjadi merupakan akibat dari penerapan sistem sekularisme yang gagal membentuk generasi menjadi kuat dan tangguh. Mereka kehilangan pilar-pilar penting yang menaunginya yang tidak lain adalah keluarga, masyarakat dan sekolah, serta negara.
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rentetan kasus bunuh diri dalam beberapa waktu belakangan ini telah menyita perhatian publik. Kasus melibatkan korban yang masih berusia muda dan dari kalangan terdidik.
Belum lama ini juga terjadi kasus bunuh diri di Blitar. Di mana seorang gadis belia ditemukan tewas di sebuah rel kereta api. Di dalam tasnya ditemukan selembar surat yang berisi pesan perpisahan.
Gadis itu adalah NAN (16), seorang siswi SMK di Blitar. Ia ditengarai sengaja menabrakkan dirinya ke KA Gajayana relasi Malang-Gambir pada Rabu pagi (18/10/2023). Menurut informasi dari wali kelasnya, pagi itu NAN meninggalkan rumahnya di Desa Dayu, Kecamatan Nglegok dengan mengendarai Honda Scoopy. Lokasi kejadian sendiri berada di Desa Kendalrejo, Kecamatan Talun yang berjarak sekitar 15 km dari rumah NAN. Kematian NAN yang tragis jelas mengejutkan bagi keluarga dan teman-temannya. Pasalnya, tidak ada gelagat aneh yang ditunjukkan NAN. Meskipun dikenal sebagai sosok yang pendiam dan tidak neko-neko, NAN adalah gadis yang ceria dan suka guyon. Ia juga memiliki prestasi akademik yang bagus di sekolahnya. Pihak sekolah tengah mencari tahu permasalahan apa yang menimpa NAN hingga ia nekat mengakhiri hidupnya seperti itu. (kompas.com, 19/10/2023)
Sebelumnya publik juga digemparkan dengan dua kasus bunuh diri yang dilakukan dua mahasiswi di Semarang. Kasus pertama dilakukan NJW (20), warga Ngaliyan, Semarang yang juga merupakan mahasiswi Unnes. Ia diduga sengaja menjatuhkan dirinya dari lantai 4 di Mal Paragon Semarang pada Selasa (10/10/2023). Kasus bunuh diri kembali terjadi keesokan harinya. Yakni dilakukan oleh EN (24), seorang mahasiswa Udinus yang merupakan warga Kapuas, Kalimantan Tengah. EN ditemukan meninggal dunia di dalam kamar indekosnya pada Rabu (11/10/2023). Keduanya meninggalkan surat yang ditulis sebelum mengakhiri hidup. (detik.com, 13/10/2023)
Marak Terjadi
Kasus di atas adalah tiga di antara ratusan kasus bunuh diri yang terjadi di negeri ini. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri) terdapat 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka tersebut sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang tahun 2022 yang berjumlah 900 kasus. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan kasus bunuh diri terbanyak di Indonesia dengan jumlah 356 kasus. Jawa Timur berada di bawahnya dengan 184 kasus dan diikuti Bali dengan 94 kasus bunuh diri. (katadata.co.id, 18/10/2023)
Kasus bunuh diri tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Menurut data dari WHO per Agustus 2023, lebih dari 700 ribu orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Kasus bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi pada usia 18-29 tahun. WHO menjelaskan bahwa bunuh diri merupakan masalah besar bagi kesehatan masyarakat di negara maju dan menjadi masalah yang terus meningkat jumlahnya di negara berpenghasilan rendah dan sedang. (who.int.)
Maraknya kasus bunuh diri menggambarkan sakitnya mental masyarakat. Sebuah problem yang serius dan harus segera diatasi secara tepat. Sebab, ini berkaitan dengan nyawa manusia.
Mental Rapuh
Meningkatnya kasus bunuh diri menunjukkan adanya sesuatu yang salah di tengah masyarakat. Dengan berbagai kemajuan, kehidupan masyarakat juga makin maju dan baik secara materi maupun nonmateri. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Masalah terus bermunculan. Salah satunya adalah masalah kesehatan mental.
Problem kesehatan mental yang rapuh sangat memengaruhi masyarakat dalam memandang dan menjalani kehidupan. Rapuhnya mental membuat manusia mudah hancur ketika ada masalah menerpa. Hidupnya seperti penuh masalah dan tekanan hingga ia menjadi stres dan depresi. Semua tampak gelap dan buntu. Ia merasa hidupnya tak berarti lagi dan lebih memilih untuk bunuh diri.
Kesehatan mental yang buruk kian menggerogoti generasi. Alih-alih menjadi generasi yang tangguh dan berdaya guna, yang ada malah menjadi lembek dan mudah putus asa. Mereka tidak tahan banting dalam menghadapi masalah. Maunya serba instan dan nyaman. Ketika kondisi tak sesuai dengan harapan, mereka menjadi berantakan. Tak kuasa menanggung tekanan hidup, bunuh diri akhirnya menjadi jalan penyelesaian.
Sekularisme Biangnya
Keadaan ini tak bisa dilepaskan dari sistem sekularisme yang sedang berlangsung. Manusia hidup jauh dari aturan agama. Dengan kata lain, manusia hidup diatur dengan aturannya sendiri. Yang mana aturan tersebut sangat bias kepentingan dan mudah sekali berubah sesuai kebutuhan. Ini kemudian menghasilkan bermacam permasalahan kehidupan.
Sekularisme membuat masyarakat terpapar dengan permasalahan tiada henti. Sementara, agama sebagai panduan hidup dan solusi segala masalah telah dicampakkan. Jadilah, masalah demi masalah terakumulasi tanpa teratasi hingga menumpuk dan menggerus jiwa dan raga manusia.
Ditambah lagi dengan asas manfaat yang menjadikan manusia mendewakan materi. Di mana materi menjadi tujuan hidupnya. Kebahagiaan diukur dari seberapa banyak materi yang dimiliki. Tak punya materi, maka hidupnya tak bahagia. Akibatnya, ia akan gelisah setengah mati dan berusaha melakukan segala cara untuk meraihnya. Ketika gagal mendapatkannya, ia merasa sangat kecewa dan menderita hingga tak ragu untuk menghancurkan dirinya sendiri. Bunuh diri pun dijadikan solusi untuk mengakhiri penderitaannya tersebut.
Sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan ini membuat manusia tak menyadari hakikat kehidupan dan makna kebahagiaan sejati. Manusia juga tak memahami adanya konsekuensi dari setiap perbuatan. Tak ada yang ditakutkannya selain ketiadaan materi di sisinya. Manusia lebih takut miskin atau kehilangan kesenangan duniawi ketimbang takut dosa dan siksa di akhirat.
Tak ayal, bunuh diri pun dilakukan karena dianggap bisa membebaskannya dari permasalahan. Padahal, itu justru hanya akan memberinya beban berat yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Khalik kelak. Sebab, bunuh diri secara tegas dilarang oleh Allah sebagaimana yang disebutkan dalam surah An-Nisa ayat 29:
وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
Islam Menjadi Solusi
Maraknya bunuh diri yang terjadi merupakan akibat dari penerapan sistem sekularisme. Sistem ini gagal membentuk generasi menjadi kuat dan tangguh. Generasi kehilangan pilar-pilar penting yang menaunginya. Pilar-pilar itu adalah keluarga, masyarakat dan sekolah, dan negara.
Namun, dengan adanya Islam sebagai sistem kehidupan, maka pilar-pilar penjaga generasi akan berfungsi secara baik. Keluarga menjadi tempat pendidikan dan pengasuhan pertama bagi generasi. Penanaman akidah Islam dilakukan sejak dini oleh keluarga muslim. Anak-anak dipahamkan tentang visi dan misi hidupnya sebagai hamba Allah Swt. Mereka akan taat pada aturan-Nya kapan pun dan di mana pun berada. Bahwa tujuan hidup sejati adalah mendapat keridaan dari Allah taala. Itulah makna kebahagiaan yang sesungguhnya.
Orang tua berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan kewajibannya. Tak hanya dengan mencukupi anak dengan materi, tetapi juga memberikan kasih sayang dan perhatian yang sesuai. Ayah tak cuma bekerja sebagai tulang punggung keluarga, tetapi juga sebagai garda terdepan dalam urusan pendidikan anak-anaknya. Ibu tak hanya sibuk mengurus rumah, tetapi juga memastikan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan tuntunan syariat Islam.
Pendidikan yang diterapkan adalah berlandaskan pada akidah Islam. Kurikulum pendidikan Islam di sekolah-sekolah mampu menghasilkan generasi yang cerdas, beriman, dan tangguh. Pendidikan Islam ditujukan untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Generasi ini memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai syariat Islam. Mereka akan memandang segala hal dengan kacamata Islam, termasuk dalam menyelesaikan setiap persoalan kehidupan. Sebab, generasi telah dibekali dengan ilmu dan skill menjalani kehidupan dunia hingga akhirat.
Penerapan Islam juga akan membentuk masyarakat yang bertakwa. Masyarakatnya gemar melakukan amar makruf nahi mungkar. Kontrol sosial masyarakat berjalan dengan baik. Hal-hal yang bisa mengarah pada pelanggaran syariat dapat dideteksi sejak dini. Masyarakat saling tolong-menolong dan menasihati dalam kebaikan. Ketika ada yang membutuhkan atau tampak gelagat yang mencurigakan, masyarakat akan tanggap.
Untuk itu, dibutuhkan negara yang menerapkan Islam secara totalitas dalam kehidupan. Negara tidak hanya mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya, tetapi juga memperhatikan akidah setiap warganya. Negara akan menciptakan mekanisme yang mampu melindungi rakyat dari segala konten dan pemikiran yang buruk dan merusak. Negara mengatur urusan rakyat dengan spirit menjalankan amanah untuk meraih rida Allah taala.
Khatimah
Bunuh diri merupakan fenomena yang marak terjadi dalam sistem sekularisme. Kehidupan manusia menjadi rusak karena meninggalkan syariat Islam sebagai pedoman.
Oleh karena itu, untuk menghilangkan segala kerusakan tersebut adalah dengan mengembalikan umat pada kehidupan Islam secara kaffah. Penerapan Islam sebagai satu-satunya aturan dalam kehidupan akan menjaga dan melindungi manusia dari segala keburukan. Tidak akan tebersit pikiran untuk bunuh diri karena paham bahwa hal itu dilarang oleh Allah Swt. Manusia akan senantiasa berpegang pada tali-Nya walau sesulit apa pun keadaannya. Wallahu a’lam bishawab.[]
dari sini kita semakin sadar bahwa tekanan batin hanya dialami orang-orang yang jauh dari Allah SWT. Andai mereka menggantungkan hidupnya kepada Allah, pasti akan ada jalan keluar dari setiap masalah. InsyaaAllah..
Ya Allah, betapa rapuhnya iman dan mental generasi saat ini. Dulu saya berpikir hanya negara seperti Korsel yang menjadikan bunuh diri sebagai tren dan solusi, ternyata generasi negeri ini pun sudah tertutar. Betul-betul butuh penjagaan Islam.
Astaghfirullah mris! Kasus bundir terus merebak. Dimana peran penguasa?
Betul banget solusi tuntasnya dengan penerapan aturan Islam yang datangnya dari Allah Swt. Mesti diterapkan secara sempurna dalam bingkai negara yang menerapkan secara kaffah.
Semoga banyak yang tercerahkanba Deena Noor
Betul, Bu Dewi.. Solusinya kembali pada penerapan Islam kaffah
Sangat disayangkan. Bundir seolah menjadi pandemi bagi kaum muslim. Hal ini terjadi karena aturan Allah disaingi aturan manusia.
Ya Allah, begitulah jika hidup tidak mengikuti aturan yang sudah Allah buat. Seakan bunuh diri itu menyelesaikan persoalan yang ada, padahal ada hisab yg berat menanti di akhirat.
Salah satu yg tidak akan aku lakukan dlm hidup ini, seberat apa pun masalahku, adalah bunuh diri.
Sedih banget, ketika bunuh diri di jadikan solusi atas kesulitan yang terjadi. Lebih sedih ini dilakukan oleh generasi. Krisis akidah, sampai tidak tahu mau kemana setelah mati. Ada pertanggungjawaban besar yang menanti....