Umat Islam seharusnya menjadi umat terdepan dalam meneliti dan mengobservasi alam ini, dalam upaya menadaburi ayat-ayat kebesaran Allah. Dan hal itu telah dicontohkan pada masa Khilafah terdahulu.
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Arab Saudi semakin hijau. Bahkan baru-baru ini Arab Saudi berhasil memecahkan rekor dunia dalam bidang pertanian, dengan mengubah sebagian area gurun pasir menjadi lahan pertanian menggunakan sistem irigasi canggih. Seperti yang diberitakan oleh Gulf News, Sabtu (21/10/2023, lahan pertanian di Wadi Bin Hashbal, tepatnya wilayah Asir, satu wilayah dari negara tersebut telah diakui sebagai pertanian terbesar di dunia.
Sebelumnya di awal tahun 2023, Saudi Press Agency, Minggu (22/1/2023), melaporkan bahwa pemandangan pegunungan Makkah tampak hijau dan subur. Fenomena ini pun mengundang reaksi yang beragam dari warga dunia, khususnya umat muslim, yang mengaitkan hal tersebut dengan kebenaran sabda Baginda Rasulullah 14 abad yang lalu, bahwa salah satu tanda kiamat adalah ketika tanah Arab yang tandus menjelma menjadi hijau dengan sungai-sungai yang mengalir. Namun, tak sedikit pihak yang membantah hal tersebut, dengan berdalih bahwa menghijaunya Arab Saudi karena menerapkan sistem teknologi canggih dalam bidang pertanian mereka dan menjadikan tanah kering menjadi lebih subur.
Keadaan Jazirah Arab Zaman Dahulu
Dalam buku Mausu'ah Al-Ijaz Al-Qur'ani karya Nadiah Tharayyarah digambarkan bahwa Jazirah Arab di zaman dahulu merupakan lahan subur dengan padang rumput dan sungai-sungai yang mengalir. Para ahli geologi seperti Alfred Kroner dari Institute of Geosciences Johannes Gutenberg-University Jerman, mengungkapkan jika tanah di Jazirah Arab ini digali, akan ditemukan jejak-jejak yang memperkuat bukti bahwa wilayah ini adalah lahan hijau di zaman dahulu. Sebagaimana yang pernah ditemukan di wilayah Al-Faw di bawah gurun pasir Rub' Al-Khali.
Ini merupakan bukti ilmiah yang dapat menjelaskan mengapa Jazirah Arab yang dahulu hijau bisa menjadi gersang dan kemungkinan akan kembali menghijau seperti yang sekarang terjadi. Para arkeolog mengatakan berdasarkan penelitian sejarah bumi, hal ini terjadi karena wilayah Arab pernah mengalami fase zaman es 100 ribu tahun yang lalu. Setelah itu bumi mengalami fase hangat atau periode interglasial selama 10 ribu hingga 20 ribu tahun.
Sementara menurut Michelle van Vliet, seorang ilmuwan iklim dan profesor hidrologi dari Utrecht University yang mengungkapkan penjelasan ilmiah yang lainnya yang mengungkap mengapa Arab Saudi kembali menghijau? Hal itu dikarenakan perubahan iklim dan cuaca yang menyebabkan curah hujan turun cukup tinggi mengguyur sejumlah wilayah di Arab Saudi pada awal tahun 2023 ini.
Menghijaunya Arab Saudi dalam Kacamata Dalil
Rasulullah melalui sabdanya yang mulia telah menjelaskan terkait tanda-tanda menjelang hari kiamat, baik kiamat kecil yang ditandai dengan maraknya miras, penyalahgunaan amanah, naiknya pemimpin bodoh, serta dicabutnya ilmu. Ataupun kiamat besar yang akan diawali dengan munculnya dajal, turunnya Nabi Isa as., serta keluarnya Yakjuz Makjuz.
Lalu bagaimana dengan fenomena semakin menghijaunya wilayah Arab Saudi, benarkah menjadi salah satu tanda kiamat? Ternyata Rasulullah pernah mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadis riwayat Imam Muslim bahwa,
لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكْثُرَ الْمَالُ وَيَفِيْضُ، حَتَّى يَخْرُجَ الرَّجُلُ بِزَكَاةِ مَالِهِ فَلَا يَجِدُ أَحَدًا يَقْبَلُهَا مِنْهُ، وَحَتَّى تَعُوْدَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوْجًا وَأَنْهَارًا
"Tidak akan datang kiamat hingga melimpah ruahnya harta benda, sampai ketika seseorang keluar membawa zakat, namun tidak menemukan orang yang berhak menerimanya, dan sampai saat tanah Arab menjadi ladang hijau yang dipenuhi tumbuhan dan dialiri sungai-sungai kembali."
Tampak jelas hadis tersebut menggambarkan bahwa negeri-negeri Arab akan dialiri dengan air yang melimpah hingga menjadi sungai-sungai yang mengalir. Dengan begitu akan tumbuh di atasnya berbagai macam tanaman sampai menjadi padang rumput, kebun-kebun, dan hutan-hutan.
Imam Muslim dalam kitab al-Fadhaa-il, bab “Mukjizaatun Nabiyyi Shallallahu ‘alaihi wa sallam” (XV/40-41, Syarah Muslim, pun meriwayatkan sebuah hadis panjang dari Mu'az bin Jabal bahwa Rasulullah bersabda pada Perang Tabuk yang memperkuat hadis di atas,
“Sesungguhnya kalian -dengan izin Allah- akan mendatangi mata air Tabuk esok hari, dan sungguh kalian tidak akan mendatanginya sampai waktu duha. Siapa saja dari kalian mendatanginya, maka janganlah ia menyentuh airnya walau sedikit pun sampai aku tiba. Akhirnya kami datang, akan tetapi ternyata ada dua orang yang telah mendahului kami. Mata air itu bagaikan tali sandal yang mengucurkan sedikit air. Mu’adz berkata, lalu Rasulullah bertanya kepada kedua orang tersebut, ‘Apakah kalian telah menyentuh sedikit dari airnya?’ Mereka menjawab, ‘Benar’ kemudian Rasulullah mencerca keduanya, dan mengatakan berbagai hal kepada mereka. Mu’adz berkata, lalu mereka menyiduk air dari mata air itu sedikit demi sedikit, hingga terkumpul di suatu wadah. Mu’adz berkata, akhirnya Rasulullah mencuci kedua tangan dan muka beliau di dalamnya, kemudian mengembalikan air tersebut ke dalam mata air itu, lalu mata air itu memancarkan air dengan jumlah yang sangat banyak, atau ia berkata, “Dengan melimpah ruah,”… Sehingga semua orang bisa memakainya. Akhirnya Rasulullah pun bersabda, ‘Nyaris saja wahai Mu’adz! Jikalau umurmu panjang, niscaya engkau akan melihat tempat ini dipenuhi dengan kebun-kebun’.”
Peran Teknologi pada Pertanian Arab Saudi
Hijaunya kembali Arab Saudi dengan memecahkan rekor pertanian terbesar di dunia, dikatakan beberapa ahli karena kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh negara teluk tersebut. Ditambah lagi curah hujan yang cukup tinggi sepanjang awal tahun telah menumbuhkan tanaman dan mengalirkan sungai-sungai, sehingga menyuburkan kembali tanahnya yang memungkinkan tumbuhnya tanaman. Hal ini sangat memungkinkan terjadi, mengingat pemerintah Arab Saudi telah banyak menggelontorkan dana untuk proyek pertanian mereka.
Mega proyek pertanian di Wadi Bin Hashbal sendiri meliputi area sekitar 3,2 juta meter persegi. Pertanian ini terbagi menjadi dua bagian, masing-masing dilengkapi dengan tangki beton berkapasitas 500 liter kubik air guna melancarkan sistem irigasi otomatis yang canggih untuk menyuburkan lahan tersebut. Di dalamnya juga dibangun 5 rumah kaca yang dilengkapi dengan pendingin udara, serta infrastruktur canggih lainnya.
Baca juga : https://narasipost.com/world-news/10/2023/arab-saudi-menghijau-tanda-kiamat/
Sistem pengolahan air yang masif juga menjadi dasar metodologi irigasi di pertanian ini. Dengan diatur melalui berbagai tahap oleh sekelompok ahli dari berbagai disiplin keilmuan seperti, bidang irigasi, pemupukan, pencegahan hama, dan manajemen peralatan. Mereka mengolah total 50 area yang didedikasikan untuk berbagai macam pohon buah, di samping 20 area tambahan untuk reklamasi dan penanaman di masa depan. Di antara hasil produksi yang mencolok adalah jeruk, delima, anggur, buah tin, almon, dan zaitun. Pertanian ini juga memiliki lapangan percobaan yang menumbuhkan berbagai varietas pertanian yang beragam, memperlihatkan inovasi keilmuan dan keberlanjutan yang menjadi inti dari keajaiban pertanian ini. Inilah yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi, mengandalkan teknologi demi mengatasi keterbatasan. Sehingga menjadikan lahan tandus bisa diubah menjadi lahan yang menghasilkan demi memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dan memangkas pengandalan impor.
Teknologi dalam Islam
Islam sendiri tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan berkembang. Islam bahkan sangat mendorong umatnya untuk terus meneliti dan bereksperimen dalam bidang keilmuan dan teknologi. Karena di dalam Islam, majunya teknologi akan memudahkan kehidupan manusia itu sendiri sehingga memudahkannya dalam upaya menggapai akhirat.
Dalam sejarah Islam, negara Khilafah yang telah memimpin dunia selama kurang lebih 14 abad pun pernah berjaya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tepatnya pada abad ke VIII sampai dengan abad ke XIII Hijriah. Ini dibuktikan dengan adanya banyak ilmuwan muslim yang bahkan penemuan dan ilmu mereka masih dijadikan rujukan generasi berikutnya hingga saat ini di seluruh dunia. Sebut saja di antaranya, Al-Battani (Albategnius) dalam bidang astronomi yang dapat menghasilkan tabel-tabel astronomi dengan sangat akurat pada sekitar tahun 900 M. Juga ada Abu Khair dalam bidang pertanian yang menemukan empat cara mengumpulkan air hujan untuk mengelola kebutuhan air dalam pertanian, serta menyusun kamus obat-obatan herbal. Bukunya yang masih terkenal dan terdapat di perpustakaan Prancis adalah Al-Filahah sebuah karya di bidang pertanian.
Hari ini, kemajuan teknologi modern begitu pesat hingga mampu menciptakan produk-produk teknologi canggih dari radio hingga internet di tengah-tengah masyarakat. Alat-alat modern ini sangat memudahkan manusia melakukan komunikasi tanpa batasan jarak dan waktu. Tak hanya di dunia komunikasi, kemajuan teknologi pertanian pun tak kalah modern. Alat-alat pertanian yang memudahkan pekerjaan petani, yang mampu mengolah lahan tandus menjadi subur, menumbuhkan berbagai jenis tanaman dengan bantuan alat-alat pertanian yang canggih, bahkan merekayasa jenis tanaman, hari ini telah begitu biasa.
Teknologi dalam Islam selama tidak tercampur suatu akidah selain Islam maka hukumnya boleh. Kedudukan teknologi ini dalam Islam sendiri dijelaskan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Nidzamul Islam, "sementara bentuk-bentuk madaniyah yang menjadi produk kemajuan sains dan perkembangan teknologi/industri masuk dalam madaniyah yang bersifat umum, milik seluruh umat manusia." Madaniyah itu sendiri merupakan bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang dapat terindra dan digunakan dalam kehidupan. Namun kemajuan sains dan teknologi ini pun harus selaras dengan tuntunan Islam.
Khatimah
Umat Islam seharusnya menjadi umat terdepan dalam meneliti dan mengobservasi alam ini, dalam upaya menadaburi ayat-ayat kebesaran Allah. Dan hal itu telah dicontohkan pada masa Khilafah terdahulu. Umat seharusnya tidak terkungkung dalam kebekuan dan kemunduran pola berpikir. Yang akhirnya menjadikan umat ini terbelakang dan ketinggalan zaman, sehingga mudah dibodohi dan dijadikan objek pembodohan oleh para musuhnya.
Apa yang dilakukan oleh Arab Saudi adalah wujud rasa optimis dan tak kenal putus asa yang diajarkan dalam Islam, bahwa meskipun dengan kondisi tanah yang kering dan tandus, tetap harus berusaha maksimal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi meraih rezeki yang Allah tetapkan. Sebagaimana sabda Rasulullah dalam hadis riwayat Imam Ahmad 3/183, 184, 191 juga Imam Ath-Thayalisi no.2068, dari sahabat Anas bin Malik,
“Sekiranya hari kiamat akan terjadi, sementara di tangan salah seorang dari kalian ada bibit kurma, maka jika dia mampu menanamnya sebelum kiamat itu terjadi maka hendaklah dia menanamnya.”
Wallahu a'lam bishshawab.[]
Arab yang kering kerontang bisa menghijau, giliran Indonesia yang laksana zamrud malah hutannya digunduli. Mengsedih.
Banyak orang menjadikan fenomena menghijaunya bumi Arab sebagai dalil tanda akhir zaman. Begitu pula dengan fakta kemaksiatan yang ada dimana mana, semakin jauhnya manusia dari syariat Allah sebagai tanda dekatnya hari kiamat. Akhirnya yang terjadi sikap pasrah dengan keadaan, tidak ada upaya untuk memperbaiki, atau mendakwahi umat. Tentu sikap ini bertentangan dengan kutipan hadis penutup dari penulis yang intnya terus menebar kebaikan walau tinggal beber6 waktu Allah menentukan akhir dunia.
Baca tulisan ini jadi inget almarhumah ibu, beliau jika makan buah yg manis seperti mangga, manggis, durian, dll. Pasti bijinya beliau tanam, sambil berujar, walaupun aku tdk bisa metik hasilnya, biarlah anak cucuku kelak yg memetiknya. Sesuai dgn hadis Rasul di akhir tulisan.
Menghijaunya Arab Saudi bisa jd memang tanda akhirnya zaman, bukankah kelahiran Nabi Muhammad adalah Nabi akhir zaman?
Alhamdulillah naskah keren semoga banyak pembaca yang tercerahkan.
Syukron mba Aya
Tulisan yang sangat mencerahkan.
Intinya, kita fokus saja pada area yang masih bisa kita ikhtiari.
Di situlah kita akan dimintai pertanggungjawaban.
Hebat juga ya teknologi yang dibuat oleh Arab Saudi di bidang pertanian. Pelajarannya sih, selain yakin dengan kabar datangnya kiamat dengan berbagai tandanya, manusia juga harus belajar sains agar memiliki pandangan yang utuh dan jelas terhadap suatu fenomena.
Banyak sekarang gurun menjadi perkebunan, di afrika, Palestina (g mau nyebut Israel) dll.
hmm.. orang-orang sekarang, sedikit-sedikit kiamat... bahkan, saat Arab mulai hijau, sudah pada parno dan fokus pada ibadah mahda saja, tidak mau berislam kaffah.
Dari sini kita wajib belajar, bahwa jika ada fenomena dan walaupun ada dalil, nda bisa menelan dalil mentah-mentah. Harus dipahami konsep dalilnya dulu gimana supaya nda gagal fokus. Namun, memeng dibalik kecangihan teknologi ada Allah yang ikut campur.
Leres mb..
Ngeh dengan upaya teknologi yang penuh optimisme. Jika tidak dicerna maka dikira hijaunya Arab Saudi justru sebab paling kuat memperkenalkan waktu kiamat.
Jadi memang umat itu harus berpikir cemerlang ya mb..
Datangnya kiamat adalah satu hal yang pasti, tapi tidak ketahui waktunya. Yang harus kita harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan mencari bekal sebanyak-banyaknya.
Shahih mb..