Adopsi dalam Kacamata Syariat

Adopsi dalam kacamata syariat

"… Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)." (TQS. A-l Ahzab: 4)

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Rempaka Literasi)

NarasiPost.Com-Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang saleh dan salihah. Hadirnya seorang anak menjadi kebahagiaan tak terkira bagi kedua orang tua. Kebahagiaan itu kian sempurna tatkala bibir mungil sang anak memanggil nama ayah dan ibunya untuk pertama kali. Momen-momen tersebut pun sering kali diabadikan oleh para orang tua dalam berbagai unggahan di sosial media.

Selain itu, masa-masa mengasuh dan membesarkan si buah hati menjadi momen tak terlupakan bagi kedua orang tua. Saat lelah menyapa, anak-anak menjadi penyejuk dan pelipur yang mampu memupus rasa lelah ayah dan ibunya. Inilah salah satu wujud kebahagiaan pasangan atas hadirnya anak dalam kehidupan mereka.

Karena alasan tersebut pula, banyak pasangan yang ingin segera menimang anak setelah menikah. Bahkan, bagi pasangan yang belum juga dikaruniai anak setelah pernikahannya melewati hitungan tahun, mereka rela melakukan berbagai cara agar segera mendapatkan buah hati yang diidamkannya. Salah satu cara yang banyak ditempuh pasangan saat ini, bahkan sejak zaman dahulu adalah mengadopsi atau mengangkat anak.

Adopsi sudah lumrah terjadi di negeri ini. Praktik ini tak hanya dilakukan oleh keluarga atau masyarakat biasa, tetapi juga dilakukan oleh para selebritas dan pejabat publik. Beberapa alasan yang melatarbelakangi adopsi di tengah masyarakat adalah sebagai pemancing agar bisa segera hamil, ingin mengangkat anak yatim, maupun sekadar menolong orang lain yang kurang mampu. Praktik mengangkat anak pun sudah dilegalkan dalam hukum positif di negeri ini.

Larangan Adopsi

Saat syariat Islam jauh dari kehidupan manusia, sekat antara halal dan haram menjadi semakin samar, bahkan hilang. Lebih parahnya, manusia terkadang mengotak-atiknya sesuka hati, baik karena ketidaktahuan maupun kesombongan. Walhasil, banyak orang akhirnya mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Salah satunya adalah larangan adopsi yang kini justru dihalalkan dan memiliki legalitas hukum.

Padahal seorang muslim seharusnya memahami ilmunya terlebih dahulu sebelum mempraktikkannya. Termasuk memahami boleh atau tidaknya mengangkat anak dalam Islam. Dalam istilah fikih Islam, adopsi disebut sebagai_tabanni._ Maksudnya adalah suatu perbuatan seseorang yang mengambil dan menjadikan anak orang lain sebagai anak kandungnya. (Al Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, 10/120; M. Rawwas Qal'ah Jie, Mu'jam Lughah Al Fuqoha, hlm. 90)

Praktik adopsi memang sudah dikenal sejak lama, bahkan sudah dipraktikkan sejak masa jahiliah, yakni sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. sebagai pembawa risalah Islam. Pada saat itu, anak-anak yang diadopsi mendapat perlakuan sama seperti anak kandung dalam semua aspek. Nama anak yang diadopsi dinasabkan kepada ayah angkatnya dan mereka pun mendapatkan hak waris sebagaimana anak kandung.
Baca juga : https://narasipost.com/opini/01/2022/fenomena-adopsi-boneka-arwah-krisis-peradaban-dan-keluarga/

Selain itu, jika anak yang diadopsi tersebut telah menikah lalu bercerai, maka bekas istrinya tidak boleh dinikahi oleh ayah angkat si anak. Anak yang diadopsi pun dapat bergaul bebas dengan para perempuan dari keluarga ayah angkat dengan anggapan bahwa mereka adalah mahram. Mereka tertawa bersama, susah senang pun dilalui bersama sebagai sebuah keluarga.

Praktik adopsi seperti ini pun pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. pada masa lalu. Pasalnya, saat Islam datang, praktik adopsi sudah menyebar di kalangan masyarakat Arab. Pada saat itu, Rasulullah saw. mengangkat seorang anak bernama Zaid bin Haritsah. Zaid merupakan seorang pemuda tawanan yang kemudian dibeli oleh Hakim bin Hizam.

Selanjutnya Hakim bin Hizam memberikan Zaid kepada bibinya yang bernama Khadijah. Saat Khadijah menikah dengan Rasulullah saw., Zaid diberikan kepada Rasulullah saw. sebagai hadiah. Zaid kemudian dimerdekakan oleh Rasulullah saw., lalu beliau mengambil Zaid bin Haritsah sebagai anak angkat dan kemudian mengubah namanya menjadi Zaid bin Muhammad. Sebagai informasi, Zaid adalah bekas budak yang masuk Islam pertama kali.

Praktik adopsi seperti ini masih dilakukan sampai di awal kedatangan Islam. Kemudian Allah Swt. menurunkan surah Al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menghapus (menasakh) kebolehan adopsi atas umat Islam. Artinya, bersamaan dengan turunnya surah tersebut, maka Islam mengharamkan adopsi secara mutlak. (Tafsir Ibnu Katsir dan Al Mausu'ah Al Fiqhiyyah)

Dalam surah Al-Ahzab ayat 4, Allah Swt. menjelaskan:

ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ

Artinya: "… Dia (Allah) tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)."

Ayat tersebut dengan tegas telah mengharamkan seseorang mengambil anak orang lain kemudian menjadikan sebagai anak kandungnya secara mutlak. Kemudian terkait larangan menasabkan anak adopsi menggunakan nama ayah angkatnya tertuang dalam surah Al-Ahzab ayat 5, yang berbunyi:

اُدۡعُوۡهُمۡ لِاٰبَآٮِٕهِمۡ هُوَ اَقۡسَطُ عِنۡدَ اللّٰهِ‌

Artinya: "Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang adil di sisi Allah."

Mengasuh Anak yang Dibolehkan

Islam adalah agama mulia dan memuliakan manusia. Semua syariat yang diberikan oleh Allah Swt., baik manusia menyukainya atau tidak, sejatinya semua demi kebaikan manusia sendiri. Pasalnya, Allah lebih mengetahui hikmah diturunkannya syariat, sedangkan manusia tidak mengetahui. Di antara syariat tersebut adalah larangan adopsi. Meski Islam mengharamkan adopsi secara mutlak, tetapi tidak melarang seseorang atau pasangan suami istri untuk mengasuh anak orang lain, baik anak yatim, anak pungut, maupun anak dari keluarga fakir atau miskin.

Mengasuh atau memelihara yang dimaksud di sini adalah sekadar memberinya nafkah yang layak sebagaimana anak-anak kandungnya, berbagi suka dan duka bersama-sama, dan memberi hak-hak yang sama. Namun, anak adopsi tetap tidak diperlakukan sebagai anak sendiri, terutama dalam beberapa hal. Yakni tidak mendapat hak waris, tidak mendapat hak perwalian nikah (jika anak adopsinya perempuan), tetap diperlakukan sebagai orang asing (bukan mahram) terutama jika telah balig dan memang bukan termasuk mahram bagi suami atau istri tersebut, dan diberlakukan batasan melihat dan memperlihatkan aurat.

Selain itu, anak yang diadopsi tetap dinasabkan kepada ayah kandungnya. Jika pengasuhan seperti ini maka tidak terlarang dalam Islam karena termasuk aktivitas memberi bantuan kepada sesama muslim. Al-Qur'an pun telah memerintahkan agar manusia saling tolong-menolong di antara sesamanya.

Lantas, mengapa anak adopsi tidak mendapat warisan? Jawabannya, Islam telah mengatur dengan jelas bahwa hak waris hanya jatuh kepada mereka yang memiliki hubungan darah, perkawinan, dan kerabat yang sesungguhnya. Pasalnya, anak adopsi tetaplah anak orang lain yang tidak memiliki ikatan darah dengan orang tua angkatnya. Di sisi lain, Al-Qur'an pun telah menasakh aturan jahiliah yang melarang mantan istri anak angkat dinikahi oleh ayah angkat mereka. Yang diharamkan oleh Al-Qur'an adalah menikahi bekas istri anak kandungnya.

Khatimah

Inilah tuntunan Islam terkait hukum adopsi. Saat ini banyak orang tak lagi menjadikan Islam sebagai tuntunan dalam berbuat dan bertingkah laku. Mereka cenderung memperturutkan hawa nafsu demi memenuhi segala yang diinginkannya. Di sinilah pentingnya seorang muslim mengkaji Islam secara kaffah agar dalam semua aktivitasnya dilakukan dengan ilmu. Dengan ilmu, seseorang tidak akan mudah melakukan amal yang salah dan terjerumus dalam perbuatan dosa.
Wallahu a'lam bishawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Sekularisme Menghilangkan Fitrah Keluarga
Next
Sampah Makanan Ternyata Berbahaya Juga, lo!
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

8 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wd Mila
Wd Mila
1 year ago

bagusnya sih kalau mau pelihara anak, dari pihak istri baiknya ambil keponakan laki-laki kita. sedangkan dari pihak suami, ambil keponakan perempuan. jika memang ingin memelihara anak-anak.

Sherly
Sherly
1 year ago

Barakallah, naskahnya kereen

Sangat bermanfaat ❤️

Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Wah! fakta di lapangan sangat banyak adopsi anak yang diperlakukan layaknya anak kandung. Bahkan dibuatkan akte kelahiran dan dimasukkan dalam Kartu Keluarga dengan keterangan anak sendiri. Kalau mereka sudah dewasa jelas banyak syariat pergaulan pria & wanita yang dilanggar ya.. miris!

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
1 year ago

Karena umat Islam tidak dididik dengan tsaqafah Islam, sehingga banyak dari mereka yang tidak memahami hukum Islam.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Mariyah Zawawi
1 year ago

Betul Bu. Miris ya lihat kondisi masyarakat yang jauh dari aturan Islam. Semua dilakukan tanpa tahu dulu, boleh atau tidak

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
1 year ago

Ya betul salah kaprah adopsi yang menjadikan anak angkatnya dinasabkan kepada bapak angkatnya. Menjadi PR untuk kita pahamkan kepada masyarakat secara luas.

Naskah yang menarik untuk disebarluaskan agar masyarakat paham dan bangga berislam kafah

Sartinah
Sartinah
Reply to  Dewi Kusuma
1 year ago

Betul bu, soalnya fakta di tempat saya ada yang begini. Mengangkat anak orang jadi anaknya tanpa melihat batasan syariat

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Alhamdulillah, jazakunnallah khairan katsiran tim NP, semoga bermanfaat

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram