Anak adalah Aset yang Sangat Berharga

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang shalih."
(HR. Muslim)


Oleh: Ida Royanti (Founder Komunitas Aktif Menulis)

NarasiPost.Com-Seorang sahabat bertanya tentang anak sulungnya yang sudah beranjak remaja, tapi belum mengerti tentang tanggung jawab. Sehari-hari kegiatannya hanya ke warkop tetangga sampai malam, bahkan tak jarang sampai pagi. Setelah itu, ia tidur ‘ngebleng’, tidak bangun-bangun, kadang sampai siang, bahkan sering juga sampai sore. Apalagi saat pandemi seperti ini, secara otomatis ia tidak sekolah. Sudah diingatkan berkali-kali tapi anak itu masih tetap saja tidak mau berubah. Hari demi hari, kondisinya semakin memprihatinkan.

Bunda, ternyata yang mengalami masalah seperti ini tidak hanya satu orang. Sejauh ini, ada beberapa orang yang menyatakan keluhan yang sama. Atau mungkin Bunda adalah salah satu di antaranya?

Jika iya, subhanallah, saya bisa merasakan apa yang sedang Bunda rasakan. Saya sendiri memiliki kekhawatiran yang sama. Karena tidak bisa dipungkiri, di zaman kapitalis sekuler seperti ini, tidak ada jaminan secara pasti bahwa anak-anak akan terbebas dari pengaruh buruk dan berbagai ancaman. Satu-satunya benteng pertahanan terakhir yang dimiliki anak adalah keluarga. Karena itu, mari kita optimalkan fungsi ini sebaik-baiknya!

Bunda, memiliki anak adalah anugerah yang tak ternilai harganya. Tidak semua orang dipercaya oleh Allah untuk mendapat amanah ini. Tak heran, berbagai upaya dilakukan oleh orang-orang untuk mendapat kepercayaan dari Allah ini.

"Dan orang-orang yang berkata : "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
(TQS. Al-Furqan: 74)

Kalau saat ini kita dikaruniai seorang putra atau lebih, bagaimanapun kondisinya, itu berarti kita dinilai mampu oleh Allah  untuk merawat dan mendidik mereka. Hal ini karena Allah tidak membebani suatu kaum melebihi batas kemampuannya, (QS. Albaqarah: 286). Karena itu, sudah selayaknya kita bersyukur dengan menjaga kepercayaan itu sebaik-baiknya. 

Bunda, anak bisa menjadi bencana bagi orang tuanya, tapi mereka juga bisa menjadi aset berharga untuk menyelamatkan orang tuanya dari siksa api neraka. Hal ini karena salah satu amalan yang tidak terputus bagi seseorang adalah doa anak shalih. Sebagaimana sabda Rasulullah,

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau doa anak yang shalih."
(HR. Muslim)

Karena itu, sangatlah merugi kalau kita tidak mengoptimalkan pengasuhan terhadap mereka dan membiarkan mereka menjadi anak-anak yang biasa-biasa saja. Karena pada faktanya, menyematkan predikat sebagai anak shalih atau shalihah itu tidak mudah.

Mendidik dan merawat anak tidak bisa kita lakukan secara instan. Kita harus memulainya sejak anak kita masih berada di dalam kandungan, terutama menancapkan iman dan takwa pada diri mereka. Sehingga, kelak, ketika dewasa, mereka akan menjadi pribadi-pribadi mandiri yang selalu terikat dengan hukum-hukum Allah.

Namun, bagaimana jika anak kita sudah terlanjur dewasa tetapi belum mengerti tanggung jawab dan memiliki keterikatan pada syariat Allah? Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan.

Pertama, mengajak anak berdialog. Anak yang sudah remaja tidak bisa diperlakukan secara diktator. Maksudnya, kita tidak bisa sekadar main perintah atau melarang-larang apa yang dia lakukan. Biasanya, anak seperti itu, semakin ditekan akan semakin memberontak. Jika ini terjadi, maka anak tidak menjadi penurut, tapi malah semakin menjauh dari kita. Ia akan mencari pelairan di luar sana. Kita tahu, kehidupan Kapitalis ini seperti hutan rimba. Jangan sampai pelarian anak-anak kita berujung pada narkoba, sek bebas,  kekerasan dan tindakan buruk lainnya.

Karena itu, rangkul anak kita dan pahami apa maunya! Kalau kemauannya itu tidak bertentangan dengan hukum syara', tidak ada salahnya kita mendukung dan mengarahkannya. Kita beri fasilitas sesuai dengan kemampuan kita.

Kalau kemauannya itu bertentangan dengan  hukum syara', kita berkewajiban untuk meluruskannya. Kalau selama ini kita sudah berusaha menasihati tapi belum berhasil, cobalah mencari pendekatan yang berbeda, bukan dengan mengomel, memarahi atau sekadar melarang, tapi dengan mengajaknya berdialog.

Misalnya dengan bertanya, apa sebenarnya yang ia cari, keuntungan apa yang ia dapat, apa mudharatnya dan sebagainya. Biarkan dia sendiri yang menjawab! Biarkan dia menyadari seberapa besar bahaya dari apa ia lakukan itu! Dari jawaban itu, kita bisa lebih mudah mengarahkannya.

Memang, dengan cara seperti itu, tidak serta-merta anak akan langsung berubah. Ini memang butuh kerja keras dan keistiqomahan. Kita sebagai ibu memang dituntut untuk memiliki kesabaran lebih.

Yang kedua, mungkin apa yang Bunda alami juga dialami oleh ibu-ibu yang lain, bahkan bisa jadi, banyak. Ini karena sistem kapitalis yang diterapkan di negeri kita ini memang sangat mendukung. Misalnya, warkop-warkop itu dibiarkan buka dua puluh empat jam nonstop, tidak ada larangan sama sekali bagi anak-anak di segala usia, pornografi dan pornoaksi bisa diakses dengan mudah, demikian juga dengan tontonan yang mengandung kekerasan. Segala hal yang dulu dianggap tabu, kini sudah menjadi biasa. Tidak ada kontrol masyarakat sama sekali, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Mereka baru terkejut dan terbelalak begitu kejadian buruk menimpa anak-anak mereka. Naudzubillah.

Karena itu, marilah kita mengajak teman-teman kita, saudara-saudara kita, tetangga-tetangga kita, agar memiliki misi dan visi yang sama, yaitu untuk menjaga dan menyelamatkan generasi kita. Karena tugas ini sangat berat, tidak bisa kita lakukan seorang diri. Ini adalah tugas kita bersama. Mari kita ajak mereka untuk memiliki kepedulian yang sama. Kalau tidak tahu, kita kasih tahu. Ajak mereka untuk mencari tahu, mana yang diperbolehkan oleh hukum syara' dan mana yang tidak, yaitu dengan cara belajar dan mengkaji bersama-sama.

Yang ketiga, kita tahu bahwa sumber segala malapetaka ini karena kita tidak berhukum pada syariat Allah secara keseluruhan. Karena yang paling berwenang untuk melakukan itu adalah penguasa, maka sudah menjadi keharusan bagai kita untuk mengingatkan pada mereka untuk menerapkan hukum-hukum Allah ini, untuk menyelamatkan generasi kita, termasuk putra-putri Bunda.

Terakhir, jangan pernah lupa untuk mendoakan mereka. Kita tahu, doa seorang ibu itu mustajabah. Tidak ada yang sulit atau mustahil jika Allah sudah berkehendak. Kita doakan juga masyarakat dan penguasa kita agar segera sadar dan mau berupaya untuk menerapkan hukum-hukum Allah di seluruh aspek kehidupan. Wallahu a’lam bishshawab.[]


Photo : Google Source

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ida Royanti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ada Masalah, Hayati dan Hadapi
Next
Islam itu Inspirasi, Aspirasi dan Solusi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram