Pernikahan berorientasi dunia menjadi penyebab lemahnya bangunan keluarga saat ini, pasangan tidak mendapatkan pemahaman yang utuh tentang membangun keluarga, bagaimana peran, tanggung jawab, dan juga hak-hak pasangan.
Oleh. Nurhayati S.S.T.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ikatan suci pernikahan yang dibangun dengan penuh cinta terpaksa harus kandas berujung perceraian. Jika setiap pasangan yang menikah ditanya, tentulah menginginkan pernikahan seumur hidup, namun di tengah perjalanan ada saja riak ombak sebagai bentuk ujian pernikahan hingga mereka yang tak sanggup menghadapi badai ujian terpaksa harus “menyerah” dan mengakhirinya dengan perceraian.
Tingginya angka perceraian mencapai 516 ribu setiap tahun di Indonesia, Dipicu beberapa faktor seperti KDRT, perselingkuhan, ekonomi, perselisihan, poligami hingga akibat dari kecanduan judi online juga menjadi pemicu perceraian.
Seperti yang dilansir dari situs berita online Garut.pikiran-rakyat.com, 20/9/2023, sebanyak 2.356 istri di Karawang Jawa Barat menggugat cerai suaminya dengan rentang waktu dari Januari-Agustus 2023. Jubir Pengadilan Agama Kelas 1 Karawang, Asep Suyuti, mengungkapkan bahwa perceraian meningkat didominasi akibat suaminya kecanduan judi online. Dia juga menyebutkan di Karawang terdapat 61 permohonan dispensasi nikah dibawah umur oleh orang tua karena anaknya hamil diluar nikah.
Mirisnya, angka perceraian meningkat, namun angka pernikahan justru menurun. Dari angka pernikahan 2 juta/tahun menurun menjadi 1,8 juta saja. Seperti yang diungkapkan oleh Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Prof. Dr. Kamaruddin Amin dalam acara Rakornas Badan Amil Zakat (21/9/2023).
Lemahnya Bangunan Keluarga Muslim
Berbagai macam konflik rumah tangga berujung perceraian haruslah menjadi perenungan kita sebagai muslim, bahwa ikatan pernikahan yang disebutkan dalam AlQur’an sebagai mitsaqan ghalidza atau perjanjian yang kokoh nan agung bahkan disetarakan dengan perjanjian para nabi harusnya mampu dijaga kelestariannya bersama, sehingga perceraian bukanlah menjadi solusi akhir dari konflik rumah tangga.https://narasipost.com/teenager/09/2022/nikah-cerai-jadi-tren-kok-bisa/
Meskipun banyak faktor perpisahan, namun kita harus menilik bahwa pernikahan bukan hanya kesiapan secara finansial dan emosional semata. Namun, ada faktor iman yang juga menjadi fondasi berdirinya pernikahan sebagaimana akad nikah kita menyertakan Allah dalam lafaznya begitu pun juga dalam perjalanannya.
Meski kita tidak dapat mungkiri bahwa ekonomi semakin semrawut, namun faktor ini juga adalah permasalahan cabang akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme oleh negara. Kurangnya lapangan pekerjaan, sulitnya mendapatkan pendidikan murah dan berkualitas, dan berbagai macam yang menjadi penyebab orang sulit memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Tingginya angka perceraian justru menunjukkan lemahnya bangunan keluarga yang masih lemah dalam orientasi ibadahnya. Pernikahan dipandang hanya sebagai legasi untuk melegalkan hubungan biologis, tanpa adanya bekal ilmu yang menjadi tuntunan dalam perjalanan ibadah seumur hidup ini.
Pernikahan berorientasi dunia menjadi penyebab lemahnya bangunan keluarga saat ini, pasangan tidak mendapatkan pemahaman yang utuh tentang membangun keluarga, bagaimana peran, tanggung jawab, dan juga hak-hak pasangan. Pernikahan bukanlah layaknya orang yang berpacaran, tidak ada kecocokan maka mudah saja berpisah. Sebab pernikahan banyak hal yang terlibat di dalamnya termasuk anak. Ketika orang tuanya bercerai, maka yang menjadi korban juga adalah anaknya terkait pembagian nafkah dan pengasuhan. Ini juga masih menjadi polemik ketika pasangan pasutri memutuskan untuk bercerai.
Di sisi ini juga negara memiliki peran vital untuk membentengi keluarga muslim dari perceraian juga mewujudkan lingkungan kondusif bagi rumah tangga warga negaranya. Saat ini kita melihat celah perselingkuhan begitu banyak, mulai dari lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, sampai dengan aplikasi dating. Negara harus memiliki poweruntuk memitigasi atau mengurangi sebab-sebab perceraian. Mulai dari wadah untuk mengedukasi calon pengantin sampai dengan memberikan lingkungan yang “sehat” bagi warga negaranya.
Perlindungan Negara
Membangun keluarga sakinah mawadah warahmah tentu menjadi impian semua orang. Rumah tangga yang harmonis adalah tujuan setiap orang yang akan dan sedang dalam ikatan pernikahan. Untuk itu, berkaca dari angka perceraian yang fantastis di atas kita harus mampu merumuskan visi misi rumah tangga, yaitu diawali dengan niat ibadah maka diakhiri dengan janah (surga).
Rumah tangga bervisi surga adalah menjadi akidah sebagai landasan mereka, sehingga konflik pernikahan apa pun akan dikembalikan kepada timbangan syariat. Faktor ekonomi misalnya, laki-laki harus memahami bahwa tanggung jawab penafkahan terletak di pundaknya, maka bagaimana upayanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dari jalan yang halal tentunya. Pun dengan istrinya harus berlandaskan sikap rida terhadap rezeki yang diberikan oleh suaminya. Ketika pun istri terpaksa bekerja untuk membantu suaminya, lantas tidak menjadikan dia keluar dari tugas utamanya yaitu ummu warobatul bayt (ibu dan pengurus rumah tangga).
Negara juga berperan untuk menjaga tatanan keluarga muslim yakni menyediakan lapangan kerja yang memadai, pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya (sandang, pangan dan papan), juga menutup celah kemaksiatan baik lingkungan dan menjadi filter terhadap teknologi yang marak saat ini yang juga menjadi celah perselingkuhan.
Walhasil, individu yang memahami konsep pernikahan secara total harus bersandar kepada iman dan Islam, lingkungan atau masyarakat yang harus menjaga dari kemaksiatan dengan melaksanakan amar makruf nahi mungkar, juga negara sebagai pelaksana regulasi untuk mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman. Insyaallah akan terbentuk keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Wallahu ‘alam bishowab.[]
Secara fitrah semua orang menginginkan keluarganya sakinah mawadah wa rahmah. Namun harapan itu sering bertolakbelakang belakang dengan kenyataan di depan mata akibat penerapan sistem sekuler kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme, pernikahan hanya sekadar memenuhi nafsu semata. Alhasil, bangunan rumah tangga hancur diakibatkan hal sepele. Sungguh, kapitalisme berhasil memporak-porandakan tatanan keluarga muslim.
Semoga kita dijauhkan dari masalah-masalah demikian. Aamiin
Allah, kuatkan kami mengarungi samudera rumah tangga menuju surga. Suami istri bisa melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik, saling menentramkan.
Selama sistem kapitalisme sekuler yg berkuasa maka akan menjadi ancaman besar bagi keluarga muslim saat ini sebab sistem inilah yg membentuk rapuhnya iman dan ketahanan keluarga. Oleh karenanya wajib bagi umat Islam meolak sistem sampah dan batil kapitalis tersebut.
Miris, pernikahan yang suci bisa berakhir karena judi online. Butuh menguatkan pondasi pernikahan dengan Islam kaffah
Masyaa Allah.
Rumah tangga bervisi surga adalah menjadi akidah sebagai landasan mereka, sehingga konflik pernikahan apa pun akan dikembalikan kepada timbangan syariat.
Miris memang, ketika perceraian jadi tren saat ini. Apalagi bagi mereka yang tidak memiliki visi surga sebagai tujuan pernikahannya, bertambah beratlah merawat pernikahannya. Semua hal memang butuh penjagaan dari Islam
Tingginya angka perceraian, harusnya bisa diatasi dengan mengubah paradikma berpikir, apakah tujuan pernikahan itu?
Ya itulah kenyataan yang ada saat ini rapuhnya ikatan perkawinan dalam Kungkungan sekularisme kapitalisme.
Hanya Islam yang akan menyelesaikan segala permasalahan kehidupan secara tuntas.
Keren naskahnya semoga mampu membuka wawasan para pembaca