Pelarangan terhadap abaya, jilbab atau pun cadar menunjukkan pemerintah Prancis fobia terhadap Islam. Hanya saja mereka berdalih sebagai penganut negara sekuler.
Oleh. Luluk Kiftiyah
(Kontributor NarasiPost.Com & Muslimahpreneur)
NarasiPost.Com-Sejak tahun 1905 Prancis menetapkan pemisahan gereja dan agama (sekularisme), atau dalam bahasa Prancis disebut laicite. Sejak itulah dikeluarkan undang-undang yang melindungi sekularisme, guna melindungi kebebasan warga untuk menjalankan agama. Namun, juga untuk mencegah masuknya agama di institusi-institusi negara.
Sejauh ini, sekularisme atau laicite menempati posisi sentral dalam identitas nasional Prancis dan menjadi bagian yang melekat dari moto pascarevolusi, yaitu liberty (kebebasan), equality (kesetaraan), dan fraternity (persaudaraan). Berangkat dari prinsip laicite inilah, ruang publik seperti kantor, tempat kerja, ruang kelas dan yang lainnya, harus bebas dari agama.
Inilah alasan Presiden Emmanuel Macron tak kompromi dan bersikeras melarang Abaya di sekolah. Dia menegaskan, bahwa sekolah di Prancis bersifat sekuler, gratis dan wajib. Oleh karena itu, simbol-simbol agama apa pun tidak memiliki tempat di dalamnya. Dalam hal ini, Presiden Macron tidak akan membiarkan para guru dan kepala sekolah bekerja sendiri. Artinya, ia akan mengerahkan aparat hukum untuk memastikan penegakan larangan abaya di sekolah. (cnnindonesia.com, 3/9/2023)
Tahun lalu pemerintah Prancis juga menerapkan larangan dan pembatasan terhadap pakaian muslim. Seperti, melarang mengenakan jilbab dan cadar dalam kompetisi olahraga. Sehingga aturan tersebut mengundang sentimen terhadap umat muslim. Sebab di satu sisi, Prancis menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia (HAM). Namun di sisi lain, melarang jilbab dan cadar. Pelarangan ini telah mencederai hak asasi manusia itu sendiri.
Tentu aturan ini kontradiksi dengan HAM. Bagaimana tidak, Prancis yang menjunjung tinggi nilai HAM, dengan menjamin kebebasan warga negaranya untuk berpendapat. Bahkan, majalah satire Charlie Hebdo bisa menerbitkan karikatur Nabi Muhammad, tanpa khawatir dilaporkan ke pengadilan sebagai pemicu kebencian atau pun penistaan agama. Sebab, hal tersebut dilindungi oleh perundang-undangan di Prancis. Yakni, boleh menista agama, tetapi tak boleh menista seseorang berdasarkan agama yang ia anut. Namun mengapa wanita muslim memakai abaya dipermasalahkan, bahkan dilarang?
Inilah kontradiksi antara paham sekuler dengan HAM di Prancis. Adanya undang-undang sekularisme justru menopang undang-undang lain untuk melindungi hak para penista agama. Pelarangan terhadap abaya, jilbab atau pun cadar menunjukkan pemerintah Prancis fobia terhadap Islam. Hanya saja mereka berdalih sebagai penganut negara sekuler.
Padahal, justru aturan tersebut semakin memperjelas adanya hipokrisi HAM dalam pelarangan abaya di sekolah. HAM hanyalah dijadikan alat untuk membungkam rakyat, apabila tidak sepaham dengan kepentingan negara. Akibatnya, rakyat tidak dapat leluasa menjalankan syariat agamanya.
Inilah buah dari sekularisme. Perihal pakaian dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan. Bahkan, tak jarang dianggap sebagai sikap radikal. Padahal, pakaian abaya atau jilbab merupakan identitas bagi wanita muslim. Jilbab dimaknai sebagai pakaian panjang, seperti terowongan, longgar dan tidak transparan. Pakaian ini wajib dikenakan bagi muslimah yang sudah balig. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
«إِنَّ الْجَارِيَةَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلا وَجْهُهَا وَيَدَاهَا إِلَى الْمَفْصِلهَا إِلَى الْمَفْصِل» “
"Ketika seorang gadis mencapai pubertas (sudah haid), tidak benar bahwa bagian mana pun dari dirinya terlihat kecuali wajahnya dan kedua tangannya sampai ke pergelangan tangan." (HR. Abu Dawud)
Dengan kata lain, muslimah berjilbab tidak perlu dikriminalisasi. Sebab mereka hanya menjalankan syariat agamanya (Islam). Prancis sebagai negara pemuja HAM, seharusnya memberikan keleluasaan bagi semua warganya untuk menjalankan aturan agamanya masing-masing. Bukan malah menekan dan membuat hidup rakyatnya sulit dan sengsara.
Tindakan ini malah membuktikan kepemimpinan yang diktator. Tentu ini semua imbas dari diterapkannya sekularisme liberal. Sistem yang tidak memanusiakan manusia. Sehingga menghasilkan aturan yang obsesif terhadap rakyatnya.
Sangat berbeda ketika Khalifah Umar bin Khattab memimpin di masanya. Kala itu, Khalifah Umar bin Khattab membuat perjanjian damai dengan Palestina. Dalam kitab Tarikh yang didokumentasikan oleh Imam Al-Thabari, bahwa penduduk nonmuslim bebas menjalankan keyakinan agama mereka, dan umat muslim tidak diperbolehkan mengganggu gereja dan sinagog mereka.
Tidak hanya itu, Khalifah Umar terkenal sebagai pemimpin yang memiliki gaya hidup sederhana dan merakyat. Selain itu, ia terkenal sebagai pemimpin yang adil dan tegas. Umar tidak pernah pandang bulu dalam menegakkan hukum. Pernah ada pencuri yang dibebaskan oleh Umar, dengan alasan sedang musim paceklik. Pencuri itu dibebaskan dari hukuman potong tangan karena membela diri dari kelaparan.
Bahkan, Umar juga pernah tidak membagikan zakat kepada mustahik yang disebut dalam surat At-Taubah ayat 60. Sebab keadaan sudah berubah. Dulu zamannya Rasulullah saw., orang mualaf diberikan zakat dengan tujuan memperkuat Islam. Namun masanya Umar, Islam sudah berkembang dengan kuat. Dengan begitu, bagian itu tidak valid lagi. https://narasipost.com/world-news/07/2023/kerusuhan-prancis-akibat-rasisme-dan-sikap-hipokrit-ham/
Itulah indahnya sistem Islam (Khilafah) jika diterapkan. Umat muslim atau pun nonmuslim bisa hidup tenang dan berdampingan. Inilah wujud keadilan dari sistem Islam kafah (Khilafah) yang datangnya dari Allah Swt. Bukan sistem sekularisme liberal yang lahir dari hasil pemikiran manusia. Sebagaimana Allah Swt. berfirman,
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (QS. Al-Maidah [5]: 50)
Wallahu a'lam bi al-shawab.[]
Bentuk Islamophobia terus digencarkan oleh musuh-musuh Islam. Mereka terus berupaya agar kaum muslim tidak bisa menerapkan aturan, walaupun hanya sebatas bentuk ketaatan hablum'minallah. HAM yang katanya menjamin kebebasan, nyatanya hanya Omdo bagi kaum muslim. Solusi semua masalah ini hanya Tegaknya Islam di seluruh aspek kehidupan
Lagi-lagi aturan Islam dilarang dengan alasan tak masuk akal. Padahal aturan tersebut akan membawa manusia kepada kemuliaan. Sayangnya sistem kufur terus berupaya untuk mengadang datangnya kemuliaan Islam demi kepentingan dunia semata.
Sudah lama Prancis melarang muslimah mengenakan hijab syar'i. Ini tidak akan berhenti sampai kepemimpinan Islam hadir untuk menjaga kehormatan muslimah.
Banyak kejadian di dunia yang mengintimidasi Islam. Namun inilah buah dari sistem sekuler. Atas nama Ham mereka berteriak, namun di sisi lain ia tidak adil dgn syariat Islam.
Islamofobia di Barat memang sangat parah. Tak ada ruang bagi Islam untuk menunjukkan identitas keislaman seorang muslim. Inilah sebenarnya wajah ganda demokrasi dan prinsip hak asasi manusia. Katanya menjunjung tinggi kebebasan, tapi di sisi lain justru mengkriminalisasi ajaran Islam.