Jelaslah pula bahwa bisikan, saran, dan resep IMF dalam membantu negara lain bukanlah solusi menyelesaikan krisis sebuah negara. Namun, bisikan-bisikan tersebut sejatinya adalah dikte dan jeratan bagi negara peminjam.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasi)
NarasiPost.Com-Krisis ekonomi tengah mengguncang negara-negara di dunia. Dari negara berkembang hingga negara maju, tak ada satu pun yang dapat menghindari hantaman krisis ekonomi. Dampak krisis pun terbilang sangat menyengsarakan. Salah satu negara yang kini merana akibat hantaman krisis ekonomi adalah Lebanon. Di tengah kolapsnya ekonomi Lebanon, IMF, dan Bank Dunia datang bak pahlawan dan memberi angin segar bagi negara di Timur Tengah tersebut.
Lantas, apa yang menyebabkan terjadinya krisis di Lebanon? Apa pula saran atau bisikan IMF untuk Lebanon agar keluar dari krisis ekonomi? Benarkah saran dari lembaga-lembaga internasional tersebut adalah solusi bagi Lebanon untuk keluar dari krisis?
Akar Masalah dan Dampak Krisis
Lebanon merupakan sebuah negara di Timur Tengah yang berbatasan dengan Suriah di timur dan utara, sedangkan bagian selatan berbatasan dengan Israel. Dahulu, Lebanon merupakan negara yang mampu memberikan ketenangan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Kemampuan tersebut didorong oleh pertanian, pariwisata, dan perbankan dalam sektor ekonominya. Bahkan, saat itu Lebanon sampai dianggap sebagai ibu kota perbankan di dunia Arab dan Swiss-nya Timur Tengah.
Tak hanya itu, Lebanon pun mampu menarik banyak wisatawan karena kekuatan finansial yang dimilikinya. Saking menariknya, ibu kota Lebanon, yakni Beirut, menjadi rujukan banyak orang karena dianggap sebagai Paris-nya Timur Tengah. Namun, jejak-jejak keindahannya kini hanyalah nostalgia. Kini, Lebanon bak "neraka" karena krisis ekonomi akut yang melanda negara itu. Krisis ekonomi dan politik telah menyebabkan negara itu porak-poranda.
Jika menelisik lebih jauh lagi, sejatinya persoalan Lebanon ibarat benang kusut. Terlalu banyak problematika di dalamnya hingga membuat negara itu seolah tak pernah tenang, mulai dari pertikaian di dalam negeri yang terus terjadi hingga terjadinya perang proksi. Pelan tetapi pasti, negara itu terus bergerak menuju kehancuran ekonomi.https://narasipost.com/challenge-milad-np/10/2022/menakar-ekonomi-islam-sebagai-solusi-dan-probabilitas-pemersatu-di-tengah-krisis/
Tanda-tanda kehancuran itu mulai terlihat pada tahun 2020, tepatnya sebelum terjadinya terjangan pandemi Covid-19. Selain pandemi, kondisi krisis semakin diperparah dengan ledakan pelabuhan di Beirut pada 2020 silam. Bahkan, di tahun sebelumnya yakni awal Oktober 2019, Lebanon sudah kekurangan mata uang asing sehingga membuat pound Lebanon melemah. Kondisi morat-marit negara itu semakin parah di akhir 2019, yakni terungkap bahwa pemerintah Lebanon melakukan praktik skema piramida atau skema Ponzi, yakni sebuah praktik di mana bank sentral banyak berutang pada bank-bank komersial, tetapi dengan tingkat bunga yang lebih tinggi daripada rata-rata pasar.
Mirisnya, utang dengan bunga tinggi tersebut justru digunakan untuk membayar utang lainnya. Ini sudah seperti peribahasa, gali lubang tutup lubang, mengais utang untuk melunasi utang lainnya. Kekacauan tak hanya meruntuhkan perekonomian, tetapi berimbas pada nasib rakyat. Mereka marah dan frustrasi pada kegagalan negara dalam menyediakan layanan dasar rakyat. Masyarakat setempat harus merasakan pemadaman listrik setiap hari, layanan kesehatan yang terbatas, minimnya air minum yang aman, dan buruknya koneksi internet. Bahkan, pada April 2020, Lebanon menyatakan gagal bayar utangnya yang mencapai US$90 miliar atau 170 persen dari PDB negara itu.
Problem lainnya yang turut menjerat Lebanon adalah korupsi. Badan pengawas setempat bahkan menyebut bahwa korupsi sudah merambah ke seluruh lapisan masyarakat. Mirisnya lagi, lembaga-lembaga seperti parlemen, partai politik, dan kepolisian disebut sebagai lembaga paling korup di negara itu. Demikianlah, krisis tersebut sejatinya sudah sangat mendalam dan kerapuhan ekonomi pun sangat memprihatinkan. Sayangnya, kondisi tersebut disembunyikan melalui rekayasa keuangan yang dilakukan oleh bank sentral. Lantas, bagaimana Lebanon bisa keluar dari krisis ekonomi terburuk sepanjang abad ini?
Penilaian dan Solusi IMF
Diketahui, krisis terparah sepanjang abad ini telah mengakibatkan perekonomian Lebanon runtuh selama empat tahun terakhir. Kehancuran perekonomian ditandai dengan jatuhnya mata uang Lebanon yang kehilangan nilainya sekitar 98 persen terhadap dolar AS sejak 2019 silam. Juga menyusutnya PDB hingga 40 persen yang mendorong terjadinya inflasi hingga tiga digit, serta menghabiskan sekitar dua pertiga cadangan mata uang asing di bank sentral. Demikian menurut penilaian yang dilakukan IMF terhadap kondisi perekonomian Lebanon.
Selain itu, jatuhnya mata uang Lebanon juga mengakibatkan berbagai petaka, mulai dari bertambahnya kemiskinan dan membeludaknya gelombang emigrasi. IMF menilai, Lebanon berada pada kondisi yang sangat berbahaya setelah berkomitmen melakukan reformasi setahun yang lalu, tetapi gagal. Pemerintah Lebanon dianggap sangat lambat dalam melakukan reformasi. Kepala Misi IMF, Ernesto Rigo menilai, kelambatan reformasi ekonomi tersebut akan membebani perekonomian pada waktu-waktu mendatang. Pasalnya, krisis Lebanon adalah krisis ekonomi terburuk yang pernah disaksikan dalam 50 tahun terakhir. (Tempo.co, 16/09/2023)
IMF pun menyebut, untuk bisa menerbitkan reformasi ekonomi diperlukan iktikad politik yang kuat. Meski pemerintah Lebanon sudah melakukan beberapa kebijakan baru untuk mengatasi krisis, tetapi IMF menilai hal itu belumlah cukup. Lebanon harus segera melakukan reformasi komprehensif dalam berbagai sektor. Reformasi ini juga diperlukan untuk memulihkan terganggunya sektor perbankan, layanan publik yang kurang memadai, kemiskinan yang meningkat, infrastruktur yang rusak, dan demi meningkatkan pendapatan.
Reformasi tersebut juga diperlukan sebagai syarat agar Lebanon mendapatkan kucuran dana talangan sebesar 3 miliar dolar AS dari IMF untuk memulihkan kondisi ekonomi yang runtuh. Sebelumnya, Lebanon telah mencapai kesepakatan awal dengan IMF tentang pinjaman $3 miliar tersebut. Sayangnya, perjanjian tersebut tidak akan mendapatkan kesepakatan akhir jika Lebanon tidak segera melakukan serangkaian reformasi yang dikehendaki IMF.
Beberapa poin reformasi yang harus dilakukan Lebanon dan konon menjadi solusi mengatasi krisis ekonomi yang berkepanjangan, di antaranya menerapkan APBN tahun 2023 yang menggunakan nilai tukar pasar terpadu, restrukturisasi sistem keuangan yang kredibel, penyatuan nilai tukar dan pengetatan kebijakan moneter, reformasi struktural yang ambisius, meningkatkan kerangka dan tata kelola, antikorupsi, anti pencucian uang, serta pemberantasan pendanaan terorisme. (Imf-org, 23/03/2023)
Lantas, benarkah saran dan bisikan lembaga keuangan internasional tersebut adalah bentuk kepedulian IMF atau justru menjadi jeratan abadi bagi negara-negara yang menerima pinjaman tersebut?
Jeratan Utang IMF
IMF merupakan organisasi internasional yang bergerak di bidang keuangan dan beranggotakan 182 negara. Organisasi ini didirikan pada Juli 1944 dalam Konferensi Bretton Woods di Amerika Serikat. Secara teori, IMF memiliki peran untuk membantu sejumlah negara keluar dari krisis, bertanggung jawab dalam menciptakan dan memelihara sistem moneter internasional, mempromosikan pertumbuhan ekonomi global, mendorong perdagangan internasional, dan mengurangi kemiskinan. Namun, benarkah realitasnya demikian?
Memang benar, di negara-negara mana pun yang menganut sistem kapitalisme, baik prarevolusi maupun pascarevolusi, telah terbiasa menjadikan pinjaman (utang) sebagai pilihan untuk menangani krisis ekonomi. Tentu saja pinjaman tersebut disertai dengan kesepakatan untuk mengikuti setiap program yang kehendaki lembaga-lembaga atau negara peminjam. Padahal, akibat dari pinjaman tersebut sebuah negara akan terperosok dalam utang berkepanjangan. Jeratan utang tersebut akan membuat negara terus mengajukan permintaan utang baru untuk melunasi utang sebelumnya. Ini bisa dikatakan jika negara pengutang telah jatuh pada lingkaran setan ekonomi.
Jika diulik lebih mendalam, pinjaman luar negeri baik dari IMF maupun Bank Dunia sejatinya tidaklah benar-benar bertujuan menyelamatkan ekonomi negara-negara di dunia dari krisis. Namun, pinjaman tersebut hanyalah untuk mengamankan posisi negara-negara kapitalis yang berada di belakang organisasi internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Tujuannya tentu saja jelas, menjadikan negara-negara peminjam tunduk pada kebijakan negara kapitalis.
Salah satu contoh negara yang terpuruk dan hancur karena pinjaman dana dari IMF adalah Tunisia. Dana besar telah dikucurkan oleh IMF pada 2013 sebesar US$1,5 miliar, pada 2016 berjumlah US$2,8 miliar, dan pada 2020 sebanyak US$0,745 miliar. Sayangnya, kucuran dana tersebut tidaklah menjadi solusi bagi ekonomi Tunisia. Alih-alih menyelesaikan masalah, fakta yang terjadi justru sebaliknya. Kemiskinan terus meningkat, pengangguran merajalela, utang terus melonjak karena pinjaman dan pembayaran bunga utang, dan nilai mata uang terus memburuk.
Tak hanya itu, pinjaman IMF dengan kesepakatan yang tidak adil dijadikan sebagai alat untuk memaksakan persyaratannya pada Tunisia dan negara lain yang diberi pinjaman. Syarat-syarat tersebut sangat menzalimi rakyat dan membuat Tunisia tunduk pada kebijakan IMF. Di antara syarat tersebut adalah mencabut subsidi energi dan bahan makanan pokok, peningkatan pajak, pengurangan nilai dinar, privatisasi sektor publik, dan campur tangan dalam urusan politik, budaya, dan legislatif.
Apa yang terjadi pada Tunisia adalah gambaran nyata bahwa negara mana pun yang terlibat dengan IMF, maka kondisinya akan sama. Yakni terjerat utang berlipat dan terus memiliki ketergantungan pada organisasi keuangan internasional tersebut. Jelaslah pula bahwa bisikan, saran, dan resep IMF dalam membantu negara lain bukanlah solusi menyelesaikan krisis sebuah negara.
Namun, bisikan-bisikan tersebut sejatinya adalah dikte dan jeratan bagi negara peminjam. Oleh karena itu, sebelum terperosok terlalu dalam, seharusnya Lebanon berkaca pada negara-negara yang sudah menjadi "pasien" IMF. Bukannya berhasil keluar dari jeratan krisis ekonomi, negara-negara tersebut justru semakin morat-marit. Bagaimana mungkin mengambil solusi mengatasi krisis dari sistem yang menyebabkan dan menciptakan krisis yang sama, yakni kapitalisme?
Solusi Hakiki
Sejatinya tidak ada masalah tanpa solusi. Termasuk bagaimana keluar dari jeratan krisis yang melanda Lebanon dan negara-negara di dunia. Namun, suatu masalah hanya akan selesai jika diberi solusi yang tepat dan benar. Sedangkan solusi yang benar adalah Islam. Krisis ekonomi yang melanda Lebanon tak akan selesai dengan pinjaman ini dan itu, terlebih pinjaman dengan riba yang jelas diharamkan oleh Islam.
Untuk keluar dari jeratan krisis ekonomi dibutuhkan perubahan mendasar tentang cara menyelesaikan krisis. Solusi tersebut tidak mungkin lahir dari sistem kapitalisme yang justru memproduksi krisis dan menyebabkan kemunduran suatu bangsa. Cara terbaik keluar dari krisis adalah dengan menghancurkan tembok pemikiran kapitalisme yang membelenggu dan mencari solusi di luar sistem tersebut. Begitulah seharusnya solusi yang diambil terhadap semua permasalahan. Dan solusi terbaik di luar sistem kapitalisme hanyalah Islam.
Islam adalah ideologi yang komprehensif bagi kehidupan. Di dalamnya dibangun seluruh sistem yang memandu kehidupan manusia secara tepat dan khas. Oleh karena itu, hendaknya seluruh kaum muslim mempelajari Islam dan sistem ekonominya secara mendalam dan menyeluruh agar mengetahui kehebatan dan keunggulan Islam dalam memberikan solusi. Dengan mempelajari Islam dan sistem ekonominya secara kaffah, maka setiap orang akan menyadari bahwa Islam adalah satu-satunya solusi bagi semua masalah umat manusia.
Dengan mengadopsi Islam dan menerapkan seluruh syariat di dalamnya termasuk sistem ekonomi, maka sudah cukup menyelesaikan berbagai persoalan dan krisis yang dihadapi suatu negara. Hebatnya lagi, kemampuan tersebut tak perlu disokong oleh pinjaman utang dari lembaga keuangan internasional asing dan penjajah.
Selain itu, penerapan sistem ekonomi Islam secara menyeluruh sudah cukup untuk mendistribusikan kekayaan dengan distribusi yang adil pada seluruh masyarakat. Artinya, negara yang menerapkan sistem Islam akan mandiri, tidak dikendalikan oleh siapa pun, dan asing pun tidak akan mengontrol sumber daya negara dan rakyat. Solusi tersebut bukanlah ilusi, tetapi bukti nyata. Bahkan, solusi tersebut sudah diterapkan pada masa kekhilafahan dan berhasil melahirkan berbagai kebaikan dalam kehidupan.
Demikianlah, jika sebuah bangsa ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat maka saatnya kembali pada Islam dan seluruh syariatnya. Allah Swt. pun berfirman dalam surah Al-A'raf [7] ayat 96:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
Khatimah
IMF dan Bank Dunia sejatinya hanya membawa suatu negara pada utang dan bunga berganda yang tiada akhir. Menjadikan solusi krisis dari sistem kapitalisme akan membuat ekonomi suatu negara tergadaikan. Lebih dari itu, kebijakan-kebijakan menjerat dari lembaga internasional tidak akan melahirkan kebangkitan ekonomi yang nyata. Sudah saatnya setiap negara melepaskan cengkeraman sistem kapitalisme dan melepas keterikatan dengan lembaga-lembaga keuangan internasional apa pun agar terbebas dari jeratan utang berbunga. Kemudian kembali kepada sistem Islam yang penuh rahmat.
Wallahu a'lam bishawab. []
Utang ribawi pasti membawa kesengsaraan. Apalagi kalau dilakukan oleh negara. Miris dan sedih banget, negeri-negeri muslim kini makin terpuruk dengan berbagai krisis yang ada. Sudah saatnya kembali kepada aturan Islam yang dapat menyelamatkan dan menenteramkan
Betul mbak Firda. Sampai kapan pun negeri-negeri muslim akan terjerat dan terjajah selama masih menggantungkan solusi pada kapitalisme. Syukran mbak sudah mampir
Non, saya kasih tahu ya.
Sudahlah ... lepaskan dirimu dari IMF dan Bank Dunia.
Keduanya takkan menolong ekonomi kamu, Non (Lebanon).
Keduanya hanya berpikir untuk mengamankan posisi negara-negara kapitalis yang berada di belakang mereka.
Betul mbak Maya. Kalai si Non gak mau dengar, dia harus siap merana terjerat utang riba berkepanjangan ya. Syukran mbak Maya sudah mampir
Krisis ekonomi sebetulnya lahir dari sistem yang batil. Krisis ini akan terus ada dan dipelihara oleh negara Barat terutama AS. Karena, AS-lah yang pemain sesungguhnya agar negeri-negeri Islam benar-benar jatuh dalam kekuasaannya sehingga bisa disetir dan diobok-obok.
Betul mbak Nining, AS itu gembongnya kapitalisme. Tapi sayang, negara itu juga gak bisa lepas dari krisis. Sudah jelaslah, sistem ini juga turut melahirkan negara2 bobrok hingga kini. Syukran mbak sudah mampir
Libanon, nasibnya tidak akan lebih baik selama sistem kapitalis masih becokol di dunia. Hanya dengan mengadopsi Islam dan menerapkan seluruh syariat di dalamnya termasuk sistem ekonomi, maka sudah cukup menyelesaikan berbagai persoalan dan krisis yang dihadapi Libanon.
Betul mbak Isty. Sudah saatnya semua negara membuang jauh kapitalisme dan beralih ke sistem Islam ya. Syukran sudah mampir, Mbak
Bisikan IMF seperti bisikan setan dalam kegalauan. Seakan menjadi solusi pasti terhadap kolapsnya ekonomi negeri, padahal sejatinya justru menjerumuskan negeri tersebut pada lubang yang sangat mengerikan dan mematikan.
Yup, betul. Tapi sayang para penguasa seperti mentok dengan utang sebagai solusi. Miris dah. Syukran Mbak Riah sudah mampir
Jazakunnallah khairan katsiran Mom dan tim NP, semoga bermanfaat
Terima kasih naskah kerennya, Baraakallah buat penulis.
Semoga kedepannya ada perubahan besar-besaran di dalam sistem keuangan dunia, kembali ke ajaran Islam Aamiin
Yuk berubah! Kita mulai diri sendiri Katakan tidak pada hutang. Yes untuk menabung dan bersedekah ❤️
Aamiin, wa fiik barakallah mbak Wiwik. Syukran sudah mampir ya
Solusi pinjaman uang yang ditawarkan IMF terbukti hanya menyengserakan negara2 berkembang yg berutang... Namun,, anehnya, pemimpin negara selalu mengambil jalan instan untuk menutupi kekurangan finansial negaranya.
Betul mbak Mila. Utang di IMF jadi semacam mantra dan tradisi di sistem kapitalisme ya. Semua negara seolah berpikir bahwa IMF adalah solusi, padahal jebakan batman ya.