Islam punya solusi berupa prinsip tata kelola layanan pendidikan yang unggul. Prinsip ini langsung dari Allah Swt. yang tentu akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Oleh. Luluk Kiftiyah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah yang kelak pada hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara yang baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR. Muslim).
Pada dasarnya, hadis tersebut menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat amanah. Mereka dituntut untuk bersikap jujur dan adil. Tanpa keduanya, kepemimpinan ibarat fondasi yang tampak megah dari luar, tetapi di dalamnya rapuh dan tak bertahan lama. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus memiliki etika dasar, yakni tanggung jawab.
Namun, ironisnya, hal ini tidak dialami oleh mahasiswa Papua. Mereka yang tadinya dijanjikan beasiswa penuh, kini ribuan mahasiswa terancam putus kuliah, karena beasiswa Otsus (otonomi khusus) mandek. Data terakhir, ada 3.171 mahasiswa penerima beasiswa unggul Papua yang tersebar di luar dan dalam negeri terancam putus kuliah. Bahkan mandeknya beasiswa ini sudah tercium sejak semester pertama, yakni pada tahun 2022.
Mandeknya beasiswa ini menyebabkan mahasiswa berstatus 'berutang' terhadap pihak kampus. Sehingga saat ini, mereka mengandalkan kebaikan kampus dalam memberikan toleransi pembayaran hingga akhir tahun ini (bbc.com, 25/8/2023).
Dampak Kapitalisme Liberal
Masalah ini merupakan konsekuensi dari kebijakan Undang-Undang Otonomi Khusus jilid dua pada 2021 silam sehingga secara teknis mengubah pola keuangan dana otsus. Jika awalnya dana beasiswa ini tanggung jawab dari otoritas provinsi, kini beralih ke kabupaten dan kota. Ditambah dengan kebijakan pemekaran daerah pada 2022 yang mengakibatkan menyusutnya anggaran otsus di Provinsi Papua. Hal ini berdampak pada keputusan DPRD dan Pemprov Papua pada APBD 2022-2023 untuk tidak lagi menggelontorkan beasiswa 'Siswa Unggul' di Papua karena pengelolaannya dikembalikan ke kabupaten dan kota.
Kasus tersebut menunjukkan bahwa administrasi negara saling tumpang-tindih dan para pemimpin saling lempar tanggung jawab. Bagaimana tidak, mereka yang tadinya dijanjikan kuliah gratis dan hanya diminta untuk fokus belajar tanpa harus memikirkan biaya perkuliahan, ternyata pada faktanya harus bekerja demi menutupi kebutuhan hidup sehari-hari lantaran beasiswa mandek.
Mandeknya beasiswa otsus berkelindan dengan adanya polemik besaran dana otonomi khusus di tengah kasus korupsi Gubernur Lukas Enembe. Dinilai dana yang digelontorkan gagal dikonversi untuk capaian yang lebih signifikan. Hal ini dilihat dari kehidupan rakyat Papua yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan. Bahkan Papua menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia pada Maret 2022.
Jika dirunut, ketidakberesan dana ini tidak hanya kesalahan dari pemerintah daerah, tetapi juga pemerintah pusat. Oleh karena itu, kedua pihak harus bertanggung jawab. Sayangnya, lagi-lagi ketidakadilan hukum dipertontonkan. Meski tercium adanya penyelewengan dana, sampai saat ini belum ada kasus yang tuntas diproses secara hukum.
Inilah dampak diterapkannya sistem batil kapitalisme liberal sehingga pendidikan dikelola atas prinsip-prinsip kapitalistik liberal. Prinsip tersebut hanya melanggengkan liberalisasi layanan publik dalam hal pendidikan dan tata kelolanya. Sehingga pendidikan dikomersialkan, bukan atas dasar sosial (gratis atau dengan biaya murah).
Sistem ini juga melegalkan para pemilik modal untuk menguasai Sumber Daya Alam (SDA) di Papua. Papua merupakan negeri yang bermandikan emas, tetapi miris, mahasiswanya terancam putus kuliah. Selain itu, Papua yang terkenal dengan penghasil emas yang besar, ternyata rakyatnya termiskin di Indonesia.https://narasipost.com/opini/05/2021/kemerdekaan-hakiki-bagi-papua/
Dari sini tampak bahwa sistem kapitalisme liberal mempertontonkan fakta para elite politik dan pejabat publik yang melakukan penyelewengan dana atau korupsi. Sejatinya, kesejahteraan dan keadilan tidak akan pernah diperoleh oleh rakyat Papua, selama sistem kapitalisme liberal yang diemban.
Islam Punya Solusi
Kondisinya sangat berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan. Islam punya solusi berupa prinsip tata kelola layanan pendidikan yang unggul. Prinsip ini langsung dari Allah Swt. yang tentu akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Prinsip tersebut yang pertama, pelayanan pendidikan harus steril dari unsur komersial. Artinya, negara berkewajiban penuh memberikan layanan pendidikan berkualitas secara gratis terhadap rakyatnya.
Kedua, negara memiliki tanggung jawab penuh dalam memberikan layanan pendidikan. Jadi negara tidak hanya berfungsi sebagai regulator atau fungsi administratif belaka. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda,
"Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Ketiga, strategi pelayanan yang sederhana, cepat, dan dilakukan oleh orang yang mampu dan profesional.
Keempat, anggaran pendidikan mutlak dialokasikan. Negara berkewajiban mengalokasikan anggaran dengan jumlah yang memadai untuk setiap individu masyarakat secara gratis dan berkualitas.
Kelima, pengelolaan keuangan harus dilakukan dengan amanah (antikorupsi dan tidak boros).
Demikian prinsip-prinsip tata kelola pendidikan dalam Islam. Silang sengkarut beasiswa otsus mahasiswa Papua tidak akan terjadi apabila negara menerapkan sistem Islam kaffah dalam bingkai Khilafah. Sebab hanya dengan Khilafah, prinsip-prinsip tersebut bisa diaplikasikan. Sehingga terwujudlah pelayanan pendidikan yang gratis dan berkualitas. Wallahu a'lam bi al-shawab.
Bener mba, Papua kaya akan SDA harusnya lebih dari cukup untuk mensejahterakan. Namun, yah tau sendiri kapitalisme merengut semua itu.
Ketika sebuah negara tidak memprioritaskan pendidikan menjadi sesuatu yang harus diraih oleh semua warga ya begini jadinya. Sungguh sangat disayangkan bagi mereka yang sudah seharusnya bisa menyelesaikan pendidikannya tapi terancam putus di tengah jalan.
Papua kota yang kaya, tapi miris ya nasib rakyatnya, banyak yang putus sekolah karena tersandung biaya. Ya, apa gunanya SDA banyak kalau dikelola dengan cara yang salah. Hanya bikin rakyat makin sengsara
Ya Allah kasihan sekali mahasiswa bakal putus pendidikannya di Papua. Tak hanya puluhan tapi sampai ribuan. Tata kelola negara yang amburadul.