Penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi atau golongan terus terjadi. Kerusakan sistemis yang terjadi sudah sangat parah. Bahkan lembaga seperti KPK tidak mampu mengatasinya hingga tuntas.
Oleh. Desi Wulan Sari
Kontributor NarasiPost.Com
NarasiPost.Com-Sumber daya alam di dunia ini merupakan anugerah luar biasa yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia akan senantiasa terpenuhi kebutuhan hidupnya jika memanfaatkan kekayaan alam yang Allah sediakan untuk makhluk-Nya.
Begitu pun Indonesia, negeri yang terkenal dengan kekayaan alamnya, semestinya rakyat Indonesia bisa menikmati hasil kekayaan alam negerinya saat ini. Idealnya, kekayaan alam itu dikelola untuk kemudian manfaatnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumber daya alam yang kita miliki begitu melimpah seperti sumber daya hutan, lahan, air, tambang, dan mineral. Namun, faktanya, rakyat negeri ini masih banyak yang kekurangan. Kasus gizi buruk, kesulitan ekonomi, kelaparan, dan kemiskinan masih banyak ditemui. Bahkan banyak rakyat yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Mirisnya, kekayaan alam negeri ini yang begitu melimpah, entah siapa yang memiliki karena faktanya tidak banyak rakyat yang bisa menikmati hasil alam Indonesia. Kondisi ini menjadi pemandangan biasa di negeri mana pun, ketika negeri-negeri tersebut menggunakan sistem kapitalisme dalam pengelolaan ekonomi negara.
Akibatnya, keterpurukan akan terus mengintai negeri ini. Kapitalisme telah memberikan akses dan kebebasan penuh bagi setiap orang/individu/kelompok untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Hak itulah yang dimanfaatkan para pelaku ekonomi kapitalis untuk mengambil manfaat atas harta kekayaan sebagai alat produksi tanpa melihat konsekuensi yang terjadi.
Seperti yang baru-baru ini viral terkait masalah korupsi di tambang nikel Mandiodo yang membuat Eks Dirut Minerba menjadi tersangka korupsi. Dalam berita yang dilansir cnnindonesia.com pada 11 Agustus 2023, disebutkan bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Dirjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin sebagai tersangka korupsi. Tujuh nama lainnya juga terlibat dalam dugaan korupsi tambang nikel ilegal.
Kasus dugaan korupsi tambang nikel ilegal ini berada di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Disinyalir tambang Mandiodo ini adalah penghasil nikel besar di dunia dengan perkiraan total cadangan nikel di Konawe Utara mencapai 47,75 juta ton, sedangkan di blok Mandiodo sebesar 2,58 juta ton.
Penyalahgunaan wewenang demi keuntungan pribadi atau golongan terus terjadi. Karena konsep untuk menjadi kaya dan memiliki materi membuat mereka memilih jalan pintas seperti korupsi yang dilakukan dari hilir hingga ke hulu di setiap lini. Kerusakan sistemis yang terjadi sudah sangat parah, seakan tak mampu membendung kegiatan korupsi yang ada di negeri ini. Bahkan lembaga besar bentukan pemerintah seperti KPK tidak mampu mengatasinya hingga tuntas.
Fakta ini makin menguatkan adanya karut-marut dalam pengelolaan tambang. Hilirisasi yang diklaim menguntungkan rakyat ternyata hanya menguntungkan para pengusaha global dan penguasa yang tidak memegang amanahnya dengan baik. Lantas, harus bagaimana agar negeri ini mampu memberantas korupsi hingga tuntas sampai ke akarnya?
Islam Solusi Tuntas
Allah Swt. berfirman dalam surah An-Nisa ayat 29,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil."
Dalam Islam, Allah telah menurunkan hukum syariat yang disampaikan Rasulullah saw. kepada umat manusia. Islam memiliki mekanisme pengaturan terkait pengelolaan sumber daya alam dan pencegahan korupsi yang efektif melalui tiga pilar hukum Islam. Tiga pilar ini dibentuk agar hukum syariat dapat ditegakkan, hal ini merupakan solusi tuntas bagi persoalan umat, termasuk korupsi sistemis yang terjadi saat ini. Adapun tiga pilar tersebut yaitu:
Pertama, ketakwaan individu. Membina individu yang memiliki karakter manusia yang bertakwa adalah kewajiban karena dari sanalah asalnya muncul kesadaran untuk takut kepada azab Allah dan senantiasa mencari rida Allah.
Kedua, masyarakat yang peduli. Kepedulian merupakan karakter umat Islam, sebagai wujud ketakwaan masyarakat kepada Allah Swt. Karena kepekaan hati dan jiwa timbul dari keimanan, jika melihat ada yang menderita, dan terzalimi, maka ia akan merasakan apa yang dialami saudaranya. Bagaikan satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan.
Ketiga, negara yang menerapkan syariat. Negara sebagai pengatur urusan rakyat berkewajiban menyejahterakan rakyat individu per individu, tanpa terkecuali.
Jika tiga pilar syariat ini dapat ditegakkan, persoalan korupsi seperti yang terjadi pada dunia minerba saat ini akan selesai. Hukum Islam sangat tegas terhadap pelaku korupsi. Hukumannya akan membuat jera pelaku dan mencegah bagi yang lain untuk melakukan kejahatan korupsi.https://narasipost.com/opini/09/2022/mantan-napi-koruptor-jadi-caleg-kredibilitas-negara-dipertanyakan/
Sejatinya, hanya Islam kaffah satu-satunya hukum yang mampu mewujudkan keadilan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Ketika hukum Islam tegak, Allah akan meridai negeri ini. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Miris memang, sekularisme telah membuat iman para pejabat begitu rapuh hingga mudah sekali melakukan perbuatan tercela seperti korupsi, dll. Selama kapitaisme demokrasi masih diemban, korupsi akan tetap jadi budaya.
Benar juga kata mereka, budaya kita itu bukan batik, tapi korupsi
Sungguh sangat disayangkan sumber daya alam yang melimpah tidak ditangani dengan benar sesuai syariah.
Solusi tuntas ada dalam sistem Islam aturan yang datangnya dari Allah