Seharusnya sikap yang diambil pemerintah adalah menutup perusahaan yang membahayakan masyarakat bukan membatasi jumlah emisi, sebab baik dalam jumlah yang banyak atau sedikit emisi tetap akan berbahaya bagi masyarakat. Apalagi Jakarta dan sekitarnya dikelilingi oleh industri yang sudah sangat jelas menyumbang polusi udara, tidak terkecuali polusi udara PM 2,5.
Oleh. Moni Mutia Liza S.Pd.
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pegiat Literasi Aceh
NarasiPost.Com-Miris, Jakarta menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terkotor di dunia. Menurut Air Quality Index (AQI), kualitas udara di Jakarta berada di angka 156 dan berada jauh di atas Dubai, Uni Emirat Arab. dan negara lainnya. Lebih parahnya lagi polusi udara PM 2,5 menjadi polutan tertinggi di Jakarta dengan konsentrasi sebanyak 58 mikrogram per normal meter kubik, (cnbcindonesia.com/10/08/2023).
Polusi Udara PM 2,5 itu sendiri merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil atau sama dengan 2,5 mikrometer yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.
Perlu diketahui bahwa munculnya polusi udara PM 2,5 disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah penggunaan bahan bakar fosil baik yang digunakan oleh kendaraan maupun perusahaan tambang. Menurut juru kampanye iklim di Greenpeace India, Avinash Chanchal, menyebutkan polusi udara dari pembakaran bahan bakar fosil meningkatkan kemungkinan kita meninggal karena kanker, strok, menderita serangan asma, dan mengalami infeksi COVID-19 yang parah, (greenpeace.org/18/02/2021).
Pendapat Avinash Chanchal bukan tanpa alasan. Pasalnya, polusi udara dengan ukuran 2,5 mikron bisa masuk ke dalam sistem peredaran darah bahkan otak. Jika hal ini ditanggapi dengan tindakan yang lambat oleh pemerintah, maka akan berdampak pada penyakit yang lebih serius dan akan bertambahnya angka kematian di Indonesia.
Polusi PM 2,5 sudah sejak lama menghantui Ibu Kota Jakarta, bahkan di tahun 2022 saja, IQ Air mengukur konsentrasi Particulate Matter (PM) 2,5 udara Jakarta enam kali lebih buruk dari batas aman. Dan di tahun 2019, Jakarta pernah menempati peringkat ke-5 sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia berdasarkan data World Air Quality.
Buruknya kualitas udara di Jakarta berkaitan erat dengan banyaknya jumlah PLTU batu bara. Hampir seperlima polusi di Jakarta berasal dari pembakaran batu bara.
Wajar hal ini terjadi, sebab Jakarta dikelilingi 8 PLTU batu bara dalam radius 100 km. Lebih mengerikan lagi, pada tahun 2020 lembaga penelitian Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) mencatat Jakarta dikerumuni oleh 118 fasilitas industri yang turut berkontribusi terhadap pencemaran udara PM 2.5 (greenpeace.org/01/07/2022).
Jika kita teliti lebih mendalam, setidaknya ada tiga sumber terbesar polusi udara termasuk polusi udara PM 2,5 di Jakarta, di antaranya adalah sektor industri, transportasi, dan domestik. Menurut peneliti di Indonesia Center for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah menyatakan bahwa industri dan pembangkit listrik berkontribusi cukup signifikan untuk menghasilkan Sulfur Dioksida (SO2) dan Nitrogen Oksida (NOx) bahkan jika berinteraksi dengan atmosfer bisa menjadi PM 2,5. Ditambah lagi dengan sektor transportasi yang menyumbang Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NOx), dan partikel halus PM 2,5, sedangkan industri menyumbang paling banyak Sulfur Dioksida (SO2) dan PM 2,5 (bbcnewsindonesia/22/06/2022).
Dengan polusi udara yang sudah separah itu, tentu tidak bisa dimungkiri banyak korban yang telah meninggal. Dari hasil perhitungan Greenpeace Indonesia, di tahun 2020 sebanyak 13.000 jiwa warga terancam risiko kematian dini akibat polusi udara PM 2,45, bahkan kerugian ekonomi mencapai 49,5 triliun (kompas.id/09/08/2022). Selanjutnya, di tahun 2021 polusi udara menyebabkan 5.200 kematian di Jakarta. Hal ini berdasarkan laporan Air Quality Index dan Greenpeace, (bbcnewsindonesia/22/06/2022). Itu adalah jumlah kematian yang terdata, bagaimana dengan yang tidak terdata? Tentu lebih banyak lagi jumlahnya.
Kapitalisme Biang Kerok Kerusakan lingkungan
Perlu kita sadari bahwa permasalahan ini sudah seharusnya segera ditindaklanjuti dengan tegas, cepat, dan tepat. Namun, jika dilihat dari tindakan pemerintah tampaknya polusi udara ini bukannya semakin berkurang, melainkan semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena longgarnya peraturan pemerintah terhadap industri dan pengendara. Bahkan peraturan yang dibuat terkesan melindungi pihak perusahaan.
Sebut saja Permen LKH No. 15 tahun 2019 yang mengatur Baku Mutu Emisi (BME) bagi pembangkit listrik tenaga termal yang merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mengatasi polusi udara. Bahkan pemerintah juga mewajibkan setiap industri memasang alat pemantau kualitas udara yang kontinu dan real time hingga membuat kajian mengenai dispersi dari emisi yang dihasilkan.
Faktanya peraturan tersebut tidak berjalan dengan baik. Hal ini juga disampaikan oleh Fajri Fadhilla dari ICEL yang mengatakan bahwa Baku Mutu Emisi (BME) yang ditetapkan pemerintah masih longgar terutama untuk PLTU yang sudah lama beroperasi sebelum peraturan tersebut berlaku. Bahkan organisasi lingkungan Greenpeace menuding peraturan tahun 2019 itu bertujuan melindungi pencemar.
Pasalnya, dengan implementasi penuh Baku Mutu Emisi (BME), tetap saja dampaknya ke udara di Jakarta dan sekitarnya, karena hanya membatasi jumlah emisi yang dibuang, bukan menghilangkan emisi atau pencemaran udara yang dilakukan oleh PLTU dan industri lainnya.
Seharusnya sikap yang diambil pemerintah adalah menutup perusahaan yang membahayakan masyarakat bukan membatasi jumlah emisi, sebab baik dalam jumlah yang banyak atau sedikit emisi tetap akan berbahaya bagi masyarakat. Apalagi Jakarta dan sekitarnya dikelilingi oleh industri yang sudah sangat jelas menyumbang polusi udara, tidak terkecuali polusi udara PM 2,5.
Hal fatal lainnya yang membuat polusi udara adalah asap kendaraan. Artinya jumlah kendaraan yang ada di Jakarta sudah melebihi kapasitas. Hal ini menunjukkan kepada kita akan buruknya sistem ekonomi ribawi yang diterapkan oleh seluruh perusahaan tidak terkecuali perusahaan transportasi.
Sistem ekonomi ribawi yang merupakan bawaan dari sistem kapitalisme nyatanya juga memberikan sumbangsih untuk polusi udara. Bagaimana tidak, dengan sistem ribawi, perusahaan transportasi berbondong-bondong memberikan tawaran yang menggiurkan kepada masarakat, sehingga masyarakat dengan mudah mendapatkan kendaraan yang sejatinya hal itu belum sepenuhnya menjadi hak milik. Bukankah dengan banyaknya kendaraan milik pribadi akan membuat lalu lintas semakin padat dan polusi udara semakin meningkat?
Belum lagi dengan masifnya pembukaan lahan untuk industri atau pembangunan yang menyebabkan polusi udara semakin tidak terkendalikan. Pasalnya pohon semakin berkurang jumlahnya, padahal sebagaimana yang kita ketahui bahwa pohon bisa menjadi alternatif alami untuk mengurangi polusi udara. Ditambah lagi dengan menjamurnya perusahaan elektronik yang tidak ramah lingkungan, sehingga semakin memperburuk kondisi polusi udara dan menipisnya lapisan ozon.
Nyatanya kondisi seperti ini tidak hanya melanda Indonesia melainkan negara lainnya. Akar masalah yang menyebabkan polusi udara ini tidak dapat diselesaikan secara konkret adalah penerapan sistem kapitalisme-liberalisme.
Pasalnya sistem ini memiliki kecondongan kepada pemilik modal atau kaum kapital. Berbagai perusahaan yang sejatinya menyumbang begitu besar polusi udara tetap dibiarkan beroperasi bahkan sampai puluhan tahun. Begitu juga dengan pembukaan lahan yang secara pasti akan memperparah polusi udara, namun faktanya pembukaan lahan terus saja terjadi. Bukankah itu menunjukkan kepada kita bahwa perusahaan lebih diutamakan daripada kesehatan masyarakat?
Inilah wajah sistem kapitalisme yang seharusnya telah tumbang sejak lama, karena sistem ini tidak membawa keberkahan bagi negara yang menerapkannya, justru melahirkan berbagai kehancuran mulai dari politik, ekonomi, budaya, pendidikan, bahkan populasi manusia itu sendiri.
Sistem kapitalisme ini juga membentuk karakter manusia yang rakus dan haus akan kekayaan, sehingga wajar kita menyaksikan berbagai perusahaan mineral yang ada tidak melepaskan cengkeramannya hingga sumber daya alam di wilayah tersebut habis tak tersisa. Hal ini dibuktikan dengan perpanjangan kontrak hingga belasan dan puluhan tahun lamanya.
Sistem Islam Solusi Terbaik
Polusi udara ini sebenarnya dapat diatasi, hanya saja kuatnya belenggu kaum kapital pada negara menyebabkan polusi udara semakin mengganas dan memakan korban. Nyatanya sistem kapitalisme telah gagal. Namun, mengapa masih saja banyak orang yang mempertahankannya?
Hal ini tidak lain karena ketidaktahuan masyarakat akan sistem Islam yang begitu solutif. Padahal dalam sistem Islam, perusahaan pertambangan atau apa pun itu yang membahayakan masyarakat pasti akan dihentikan dan dicari alternatif lainnya agar perusahaan tambang tetap ramah lingkungan.
Bukti solutifnya sistem Islam adalah sumber daya alam dikelola oleh negara secara langsung dan negara bertanggung jawab penuh terhadap kesehatan masyarakat, sebab dalam sistem Islam, menjaga masyarakat dari kemudaratan adalah hal yang utama.
Hal ini tentu berbeda dengan sistem kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada swasta atau pemilik modal. Wajar saja polusi udara kian menggerogoti nyawa masyarakat, sebab perusahaan swasta tidak peduli dengan dampak negatif pada lingkungan dari penggunaan bahan bakar di perusahaannya. Bagi mereka keuntungan adalah hal utama. Meskipun dalam perjanjian kontrak harus menjaga lingkungan, faktanya lingkungan alam sekitar semakin rusak dan tercemar limbah dari perusahaan tambang tersebut.
Bukti lainnya, sistem Islam mampu menekan angka penggunaan transportasi pribadi, pasalnya Islam tidak mengenal istilah ribawi, leasing, dan sebagainya. Sebab jelas, praktik ribawi diharamkan dalam Islam. Sehingga dengan sendirinya angka pengguna kendaraan tidak besar.https://narasipost.com/opini/05/2022/hari-bumi-dan-kegagalan-kapitalisme-dalam-menjaga-lingkungan/
Bahkan Islam juga mendorong dan memfasilitasi para ilmuwan agar menciptakan bahan bakar yang ramah lingkungan, sehingga setiap kendaraan yang digunakan aman bagi alam dan manusia.
Kita pun dapat hidup tanpa rasa takut ancaman polusi udara yang mengerikan. Dan masih banyak solusi lainnya yang akan ditempuh oleh sistem Islam dalam menangani polusi udara.
Selanjutnya sistem Islam memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku yang sengaja melakukan pencemaran udara atau pembukaan lahan dengan cara yang merusak lingkungan.
Hal ini didasari oleh perintah Allah yang melarang umat manusia merusak lingkungan, salah satu ayatnya terdapat dalam Al-Qur’an surah Al–A’raf ayat 56,
“Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik,…….”
Masih banyak perintah yang serupa di dalam Al-Qur’an maupun hadis.
Dalam Islam, pelaku pencemaran lingkungan akan diberikan takzir berdasarkan hasil ijtihad pemimpin negara atau hakim. Takzir sendiri merupakan hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan berdasarkan ijtihad khalifah karena tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis.
Takzir ini dapat berupa penjara, denda, atau hukuman lainnya yang pantas dan memiliki efek jera bagi pelaku kejahatan. Dengan tujuan agar kejahatan tersebut tidak diulangi kembali dan menjadi contoh bagi yang lain. Semua itu sistem Islam lakukan untuk meraih kemaslahatan bagi masyarakat.
Inilah wajah sistem Islam yang terbukti mampu menyelesaikan berbagai problematika dalam masyarakat bahkan urusan politik dalam dan luar negeri. Jika sistem Islam itu gagal dan lemah, tentulah sistem ini tidak akan bertahan selama 13 abad sebagai negara adikuasa di dunia. Wallahu a'lam bishawab.
Polusi udara tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi semua kota nyaris menghadapi masalah yang sama. Miris ya, di satu sisi pemerintah ingin mewujudkan energi hijau dengan mengganti bahan bakar yang ramah lingkungan. Tapi di sisi lain, pemerintah justru terkesan membiarkan industri-industri kapitalis yang merusak dan menjadi penyumbang terbesar kerusakan lingkungan tetap eksis.
Slogan penghijauan atau peduli lingkungan nyatanya hanya sebatas slogan semata, pasalnya berbagai industri yg justru menyumbang polusi udara terbesar dan terburuk malah tetap dibiarkan beroperasi.
Inilah bukti bobrok nya sistem kapitalisme, haruskah kita bertahan lebih lama dalam sistem ini??
semoga segera teratasi urusan rakyat di sana.. tapi bagaimana bisa mengandalkan urusan rakyat pada sistem batil tersebut?
, sistem kapitalisme sejati nya adalah alat penjajah yg harus segera di hapus, selama sistem ini masih berlaku, selama itu pula rakyat dalam kesengsaraan