Bagi kapitalisme, jangan sampai rakyat menjadi beban negara. Jika perlu, rakyatlah yang harus membiayai negara dengan berbagai pungutan, seperti pajak, tarif dasar listrik, termasuk iuran BPJS Kesehatan. Sungguh, sihir kapitalisme tega menceraikan negara dari rakyat. Sihir kapitalisme menihilkan pelayanan kesehatan dari negara untuk rakyat.
Oleh. Afiyah Rasyad
(Tim Penulis Inti NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-"Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak." Peribahasa ini seakan sangat cocok atas kondisi rakyat saat ini. Atmosfer kehidupan terkontaminasi dengan racun-racun pemikiran yang hanya mementingkan keuntungan materi. Semua lini kehidupan dikapitalisasi, termasuk urusan kesehatan rakyat tak lepas dari komersialisasi.
Benang Kusut Pelayanan Kesehatan
Beberapa dekade terakhir, pelayanan kesehatan di negeri ini mengalami kemunduran. Beberapa fasilitas kesehatan yang seharusnya dinikmati rakyat secara cuma-cuma, ternyata harus melalui proses administrasi yang agak melelahkan. Bahkan, ada sejumlah biaya yang harus rutin ditunaikan untuk memperoleh pelayanan kesehatan.
Regulasi pembiayaan kesehatan dipasrahkan kepada BPJS Kesehatan. Mayoritas rakyat yang terdaftar menjadi anggota BPJS Kesehatan akan membayar iuran bulanan sesuai ketentuan. Hanya sedikit saja dari kalangan masyarakat dengan kriteria miskin yang mendapat pelayanan kesehatan gratis dengan mekanisme tertentu sesuai syarat dan ketentuan yang diberlakukan.
Sayang berjuta sayang, benang kusut pelayanan kesehatan kian terpampang. Kondisi ini tergambar dari peristiwa dinonaktifkannya kartu BPJS Kesehatan warga Kabupaten Malang. Seperti yang dialami seorang warga di Desa Kedok, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Suprapto, yang tak bisa menjalani pengobatan paru-paru setelah kartu BPJS Kesehatannya dinonaktifkan.https://narasipost.com/opini/06/2022/biaya-kesehatan-tanggung-jawab-siapa/
Dihadapkan pada persoalan ini, Kepala Dinas Kabupaten Malang mengatakan bahwa hal itu terpaksa dilakukan dengan tujuan menghindari defisit anggaran karena membengkaknya tagihan klaim BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan Cabang Malang menyebut telah mengeluarkan surat pemberitahuan penonaktifan kepesertaan PBID Kabupaten Malang pada 31 Juli lalu. Surat itu ditandatangani Kepala BPJS Kesehatan Cabang Malang, Roni Kurnia Permana, yang isinya Pemkab Malang menonaktifkan sebanyak 679.721 jiwa PBID per 1 Agustus 2023 (bbc.com, 11/8/2023).
Alasan klise berupa pemutakhiran data terlontar dengan sangat mudah. Hal itu disinyalir ada sejumlah peserta PBID yang dibiayai APBD Pemkab Malang dianggap tidak memenuhi kriteria miskin. Dengan penonaktifan ini, tentu saja rakyat kecil kelabakan, terutama yang rutin melakukan pengobatan ke rumah sakit karena memang sakit parah.
Sihir Kapitalisme dalam Dunia Kesehatan
Hadirnya BPJS Kesehatan di antara rakyat dan negara seolah menegaskan betapa negara enggan memberikan pelayanan kesehatan. Berbagai fasilitas kesehatan mulai dipangkas tanpa perasaan. Haluan layanan kesehatan layaknya perusahaan yang menjual produk dagangan. Hidup sehat seakan hanya sebatas angan. Sementara pelayanan dikomersilkan.
Demikianlah sihir kapitalisme mencengkeram pelayanan kesehatan rakyat. Sudah menjadi rahasia umum, bagaimana kapitalisme merajai dunia dalam setiap aspek kehidupan. Kapitalisme menceraikan tanggung jawab negara terhadap rakyat. Kapitalime menjajakan asas manfaat yang menitikberatkan pelayanan oleh negara harus menguntungkan. Hubungan rakyat dan negara seperti produsen dan konsumen.
Dalam sistem kapitalisme, rakyat dibiarkan berpikir untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk kesehatan. Negara tidak akan peduli bagaimana rakyat memenuhi kebutuhannya, apakah mudah atau justru jungkir balik. Dalam sistem kapitalisme, negara tutup mata meski mengetahui rakyat sedang kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Negara acuh tak acuh tatkala rakyat menjadikan kepala sebagai kaki dan kaki sebagai kepala.
Bagi kapitalisme, jangan sampai rakyat menjadi beban negara. Jika perlu, rakyatlah yang harus membiayai negara dengan berbagai pungutan, seperti pajak, tarif dasar listrik, termasuk iuran BPJS Kesehatan. Sungguh, sihir kapitalisme tega menceraikan negara dari rakyat. Sihir kapitalisme menihilkan pelayanan kesehatan dari negara untuk rakyat.
Terlebih lagi, negara terus tak memiliki kemampuan finansial. Utang luar negeri dan pajak menjadi denyut nadi pemasukan dan menjadi tempat mengadu nasib secara total. Walhasil, kedaulatan terintervensi dalam semua bidang kehidupan yang vital. Mau tak mau, BPJS Kesehatan mengambil peran dan turut menjadi andalan untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam urusan kebutuhan komunal. Masih sering disebutkan bahwa pihak lembaga pelayan kesehatan seperti rumah sakit mengalami kerugian besar akibat tata kelola BPJS yang rusak fatal.
Layanan Kesehatan dalam Paradigma Islam
Duhai, kesehatan fisik dan akal adalah sesuatu yang sangat penting. Maka dari itu, menjaga kesehatan adalah sebuah keharusan bagi individu, masyarakat, terlebih oleh negara. Pentingnya kesehatan termaktub dalam sabda Rasulullah saw. berikut:
"Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari sehat badannya, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya."(HR. Bukhari)
Sabda Baginda Nabi tersebut menegaskan bahwa kesehatan adalah nikmat untuk menjalani kehidupan di dunia. Hal itu juga menandakan bahwa kesehatan merupakan kebutuhan vital bagi tiap individu rakyat. Dalam paradigma Islam, pemenuhan kebutuhan vital rakyat, termasuk pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab para penguasa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis yang artinya:
“Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR.Bukhari)
Betapa Islam memerhatikan kesehatan rakyatnya. Sejak Rasulullah saw. menjadi kepala negara di Madinah, kesehatan tak luput dari tanggung jawab beliau. Tatkala beliau mendapatkan hadiah dokter dari Raja Mesir, dokter tersebut dijadikan dokter umum yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan. Saat Ubay sakit, Rasulullah memanggil seorang tabib untuk mengobatinya. Pembiayaan layanan kesehatan ditanggung negara.
Rasulullah saw. telah memberikan keteladanan bahwa negara harus menjamin kesehatan rakyatnya. Layanan kesehatan dalam paradigma Islam jelas ada di tangan negara. Adapun prinsip layanan kesehatan dalam Islam ada tiga, di antaranya:
Pertama, negara menjamin layanan kesehatan bagi seluruh rakyat tanpa pandang bulu. Tak ada perbedaan kelas, ras, suku, warna kulit, ataupun agama. Semua rakyat yang masuk dalam wilayah negara yang menerapkan syariat Islam, maka akan dijamin kesehatannya oleh negara.https://narasipost.com/surat-pembaca/06/2022/sistem-islam-mampu-menjamin-kesehatan-rakyat/
Kedua, biaya layanan kesehatan juga ditanggung negara. Pembiayaan kesehatan yang tentu tidak sedikit tidak boleh ditimpakan kepada rakyat. Justru negara wajib mengelola harta milik rakyat berupa sumber daya alam dari hulu ke hilir. Negara harus mengambil peran dalam pengelolaan SDA dengan amanah dan profesional, kemudian hasilnya didistribusikan kepada rakyat, salah satunya berupa layanan kesehatan. Selain itu, pembiayaan kesehatan juga bisa dialokasikan dari pos pemasukan harta milik negara seperti fai, kharaj, jizyah, dll. secara syar'i. Tak ada iuran wajib bagi rakyat untuk membiayai kesehatannya.
Ketiga, administrasi pelayanan kesehatan mudah, cepat, profesional, dan amanah. Sistem rujukan kesehatan haruslah dipermudah dan disegerakan. Penanganan pasien harus diutamakan apalagi yang sangat darurat. Tidak ada alasan menunggu keluarga pasien atau menunggu penyelesaian administrasi terlebih dahulu.
Selain ketiga prinsip di atas, negara wajib memberikan edukasi dan penyuluhan yang komprehensif dan berkesinambungan agar seluruh rakyat menjaga kesehatan. Langkah preventif ini melibatkan seluruh elemen masyarakat, terutama pegawai negara yang mendapatkan amanah di bidang kesehatan. Kebersihan lingkungan akan terus dikontrol oleh khubara atau petugas terkait. Pengecekan dan kontrol konsumsi pangan, mulai dari alat dan bahan, proses pengolahan, sampai pendistribusian juga menjadi tanggung jawab negara. Halalan thayyiban wajib ditegakkan di tengah kehidupan masyarakat. Sehingga, kesehatan masyarakat benar-benar terjaga dengan optimal.
Wallahu a'lam bishawab.
rakyat seolah dianggap beban bagi negeri yang tidak memanfaatkan SDA dengan sebagaimana mestinya.. semua karena ketundukkan penguasa pada penjajah kafir asing dan aseng...
Kasus ini menimpa juga kaka ipar saya yang statusnya janda. Pas mau berobat ujug-ujug bpjsnya dinonaktifkan. Pas dikonfirmasi ke pusat ternyata alasannya karena anaknya bekerja di PD Kebersihan yang katanya mampu. Ya Allah..kejamnya kapitalisme, gajih tak seberapa dianggap mampu membiayai hidup ibunya.
Banyak kasus yang BPJS PBI nya tiba2 dicabut. Padahal, mereka masuk kategori tidak mampu. Akhirnya ketika sakit, tak jarang terpaksa ikut BPJS berbayar. Tambah berat, soalnya harus 1 kk. Jika 1 kk ada 5 orang kebayang perbulan mereka bayar berapa.
Memang benar. Hanya Islam yang menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan hidup yang harus dijamin oleh negara
BPJS sejatinya hanyalah asuransi kesehatan yang berkedok jaminan kesehatan, untuk menutupi lepasnya tanggung jawab negara terjadap kesehatan rakyatnya.
Setuju penulis, barakallah, rindu sistem yang memberi pelayanan penuh pada rakyat tanpa ribet, ingin pengobatan tuntas sekarang pakai prosedur ke faskes pertama, lalu type c dan kalau dapat rujukan baru ke RS type B kalau tidak dapat rujukan tidak dibolehkan, sementara type B paling lengkap peralatannya. Orang sakit ditunda kesembuhannya tidak adil dengan orang berada.
No free lunch dalam kapitalisme.
Sungguh menyengsarakan!
Miris memang menyaksikan layanan kesehatan di negeri ini. BPJS itu wujud nyata bentuk lepasnya tanggung jawab negara terhadap kesehatan rakyatnya. Biarpun sudah ada BPJS, administrasinya sangat ribet. Belum lagi, layanan kesehatan juga berkasta.