Coober Pedy dan Sisi Menakjubkan Akal

Coober Pedy australia

Dengan akal yang diberikan Allah, manusia mampu hidup dan beradaptasi dalam berbagai kondisi, iklim, dan tempat di mana pun di bumi ini. Akalnya akan menuntun manusia untuk bertahan hidup, bahkan dalam kondisi lingkungan yang tidak bersahabat sekalipun.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasi)

NarasiPost.Com-Manusia umumnya ingin hidup di tempat yang nyaman, apalagi di zaman modern saat ini. Namun, kondisi bumi yang kadang tak lagi bersahabat membuat banyak orang memilih hidup dan tinggal di tempat yang tidak biasa. Salah satunya di bawah tanah. Meski demikian, mereka tetap mampu bertahan hidup, beradaptasi, bahkan membangun berbagai sarana dan prasarana sebagaimana orang yang tinggal di atas tanah.

Salah satu tempat yang tak biasa dan menjadi pilihan bagi manusia untuk bermukim adalah Coober Pedy. Coober Pedy merupakan sebuah kota pertambangan batu opal yang berada di bawah tanah. Pemukiman tersebut menjadi salah satu tempat tinggal alternatif bagi manusia di tengah panasnya suhu dan ancaman pemanasan global yang dihadapi dunia saat ini. Lantas, bagaimana sebenarnya pemukiman Coober Pedy itu? Apa yang melatarbelakanginya sehingga manusia dapat beradaptasi dengan berbagai tempat dan iklim di bumi ini?

Mengenal Coober Pedy 

Coober Pedy merupakan sebuah kota yang terletak di pedalaman Australia. Jika diperhatikan dari daratan, kota ini terbilang sepi karena hanya terlihat hamparan tanah kering dengan beberapa titik semak belukar, rumah-rumah, kantor polisi, rumah sakit, restoran, sekolah, dan beberapa penginapan yang masing-masing jaraknya terpisah cukup jauh. Coober Pedy sendiri terletak sekitar 848 kilometer (sebelah utara) dari Adelaide, Australia.

Namun, jangan lantas mengambil kesimpulan terlebih dahulu. Pasalnya, yang terlihat di atas hamparan pasir gersang berwarna merah jambu tersebut hanyalah separuh kota. Sedangkan sebagian penduduknya memilih tinggal di bawah tanah, di gua-gua yang luas, dan terowongan yang mereka beri nama dugout. Di dalamnya disulap bak kota antik dengan berbagai sarana dan prasarana yang lengkap, mulai dari gereja hingga perkemahan. 

Coober Pedy dapat diartikan sebagai "orang kulit putih dalam lubang". Sebagian penduduknya memilih tinggal di bawah tanah demi menghindari suhu ekstrem yang sangat menyengat. Selain itu, cara hidup seperti ini dianggap sebagai strategi bertahan yang canggih terhadap gelombang panas yang melanda berbagai wilayah di dunia. Di sisi lain, area pertambangan batu opal ini merupakan salah satu kota yang jarang teduh. Langitnya senantiasa biru dan tanpa awan.

Pasalnya, suhu di area tersebut biasanya mencapai 52 derajat Celsius. Saking panasnya suhu di area ini, burung yang sedang terbang di udara Coober Pedy pun bisa jatuh. Bahkan, peralatan elektronik sampai harus disimpan di dalam kulkas. Dari sekitar 2.500 populasi Coober Pedy, sebanyak 60% penduduknya masih mendiami rumah-rumah yang terbuat dari batu pasir dan batu lanau. (bbc.com, 12/08/2023)

Ketika orang di atas tanah menghadapi musim panas yang menyengat dan musim dingin yang membekukan tulang hingga 2–3 derajat Celsius, penduduk Coober Pedy yang bermukim di ruang-ruang bawah tanah tetap merasakan suhu yang stabil selama 24 jam, sepanjang tahun. Strategi hidup cerdas penduduk Coober Pedy mulai diperkenalkan pertama kali oleh tentara yang kembali dari Perang Dunia I. Awalnya, mereka memanfaatkan galian pertambangan yang sudah tidak terpakai, kemudian dibangun rumah, gereja, bar, hotel, restoran, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Cara Hidup Eksentrik di Berbagai Kehidupan

Coober Pedy bukanlah satu-satunya pemukiman penduduk yang tak biasa di bumi ini. Mungkin sebagian kita pernah mendengar tentang Cappadocia, yakni sebuah distrik kuno yang terletak di Turki. Cappadocia berada di dataran tinggi yang cukup gersang dengan menara-menara batu yang menyerupai kerajaan di negeri dongeng. Di bawah perbukitan Cappadocia tersebut terdapat kota bawah tanah yang besar. 

Selama ribuan tahun, kota ini nyaris selalu ada penghuninya. Bahkan, kota bawah tanah Cappadocia berhasil merahasiakan keberadaan sekitar 20.000 orang yang tinggal di dalamnya. Salah satu kota yang ada di wilayah tersebut bernama Derinkuyu yang diperkirakan dibangun sekitar abad ke-8 SM. Setelah lebih dari 2000 tahun dibentuk, tepatnya pada 1923, kisah Derinkuyu pun berakhir ketika warga Yunani Cappadocia dievakuasi. (bbc.com, 31/08/2022) 

Tak hanya itu, bahkan sejak ribuan tahun lalu banyak orang yang tinggal dan beradaptasi di tempat-tempat yang berada di luar bayangan manusia. Mereka menjadikan gua, batu, dan bawah tanah sebagai tempat bermukim. Di antaranya adalah mereka yang dianggap sebagai nenek moyang manusia di gua Afrika Selatan sekitar dua juta tahun silam. 

Ada pula manusia purba bernama Neanderthal yang diketahui sebagai pembangun struktur misterius di dalam gua Prancis pada zaman es, yakni sekitar 176.000 tahun yang lalu sebelum manusia modern menjejakkan kaki di Eropa. Neanderthal bahkan sudah membangun konstruksi yang luar biasa di dalam gua. Konstruksi tersebut dibuat dari 400 stalagmit (susunan batu kapur berbentuk kerucut yang berdiri tegak di lantai gua) yang dicabut dari tanah dan ditumpuk satu sama lain.

Jika menyaksikan pemukiman di berbagai kehidupan di sepanjang zaman, layaklah kita bertanya, apa sebenarnya yang menyebabkan mereka mampu hidup dan beradaptasi dengan berbagai iklim, tempat, dan kondisi?

Sisi Menakjubkan Akal

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Kesempurnaan itu ada karena manusia dibekali akal dalam penciptaannya. Akal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, termasuk dengan hewan. Dengan akalnya, manusia mampu membedakan mana baik dan buruk, hitam dan putih, serta hak dan batil. Dengan akalnya pula, manusia mampu mengungkap rahasia alam semesta dan menghasilkan berbagai pengetahuan, baik dalam sains maupun teknologi. 

Bahkan, dengan akal yang diberikan Allah, manusia mampu hidup dan beradaptasi dalam berbagai kondisi, iklim, dan tempat di mana pun di bumi ini. Akalnya akan menuntun manusia untuk bertahan hidup, bahkan dalam kondisi lingkungan yang tidak bersahabat sekalipun. Buktinya, orang-orang yang hidup di zaman praaksara (masa sebelum tulisan ditemukan), maupun mereka yang hidup di masa modern saat ini tetap bisa hidup dan beradaptasi dengan lingkungan yang "tak biasa". Semua itu jelas menunjukkan adanya peran akal di dalamnya. Tanpa peran akal, mustahil manusia mampu bertahan hidup dalam kondisi yang tak biasa. 

Hasil dari akal manusia terbukti sangat menakjubkan. Namun, kita tak boleh hanya fokus pada apa yang dihasilkan oleh akal (proses berpikir) semata. Selayaknya setiap orang mengetahui bagaimana hakikat akal (berpikir) itu. Mengutip salah satu definisi akal dalam kitab bertajuk Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah karya Shekh Taqiyuddin an-Nabhani, disebutkan bahwa akal atau berpikir merupakan satu kekuatan bagi jiwa dan kekuatan untuk mencapai berbagai pemahaman. https://narasipost.com/challenge-milad-np/10/2022/menyandarkan-akal-pada-syariat-nya/

Hakikat akal atau berpikir dapat terjadi jika terpenuhi empat komponen yang mendukungnya. Pertama, adanya realitas atau objek. Kedua, terjadinya pengindraan oleh indra yang sehat. Ketiga, adanya otak yang sehat. Keempat, adanya informasi sebelumnya (awal) yang berhubungan dengan realitas (objek) tersebut. Jika empat komponen tersebut terpenuhi maka itulah yang disebut sebagai proses berpikir atau akal.  

Meski manusia dan hewan hakikatnya adalah sama dalam memenuhi kebutuhan jasmani dan naluri, tetapi yang membedakannya adalah manusia diberikan akal sedangkan hewan tidak. Tak heran jika kehidupan manusia selalu dinamis karena dipenuhi dengan perubahan dari satu masa ke masa lainnya dan dari satu peradaban ke peradaban yang lain.

Sedangkan hewan memiliki kehidupan yang statis atau cenderung tidak berubah dari waktu ke waktu. Dengan demikian, jelaslah bahwa akal merupakan khashiyyat yang diberikan Allah Swt. kepada manusia yang merupakan khashiyyat otak. Sebab, otak manusia memiliki keistimewaan untuk menghubungkan antara realitas yang diindra dengan informasi sebelumnya.

Selain itu, akal memiliki peranan sangat penting dalam hidup manusia, utamanya sebagai sarana mengenal Allah. Tak sedikit ayat-ayat yang memerintahkan agar manusia berpikir dan mengamati tanda-tanda kebesaran Allah Swt., baik yang tersurat maupun tersirat. Hal ini dilakukan agar seseorang memperoleh iman yang kuat yang didapatkannya melalui proses berpikir.

Kemajuan Peradaban dengan Akal

Kehidupan manusia yang dinamis telah menghasilkan peradaban yang luar biasa. Dengan akal manusia, ilmu pengetahuan dipelajari dan dipraktikkan dari masa ke masa. Berkembangnya ilmu pengetahuan kemudian melahirkan berbagai penemuan, dari yang sederhana hingga yang sangat canggih sekalipun. Dalam peradaban Islam misalnya, para ilmuwan telah menghasilkan berbagai penemuan dengan akalnya.

Di antaranya adalah penemuan alat bedah. Unit bedah sangat lekat dengan rumah sakit. Tak terbayangkan apa jadinya jika rumah sakit modern tidak memiliki unit bedah. Sebelum era modern, seorang ilmuwan muslim bernama Abu Qosim Az-Zahrawi telah berhasil menciptakan berbagai peralatan bedah. Mulai dari gergaji tulang, pisau bedah, gunting halus untuk bedah mata, tang, dan 200 ciptaan lainnya. Alat-alat tersebut pun masih digunakan oleh ahli bedah modern. Penemu lainnya adalah Ibn Nafis, seorang petugas medis muslim yang mampu menjabarkan tentang sirkulasi darah. Penemuan tersebut terjadi sebelum William Harvey menemukannya, 300 tahun kemudian.

Khatimah

Penemuan-penemuan tersebut hanya beberapa bukti tentang berkembangnya ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam yang gemilang. Berkembangnya ilmu pengetahuan tentu tak lepas dari kecerdasan yang dimiliki oleh para ilmuwan saat itu. Dan kecerdasan tersebut adalah hasil dari akal (berpikir) yang merupakan keistimewaan manusia dari makhluk lainnya. 

Allah Swt. pun menerangkannya dalam surah Al-Isra ayat 70, "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."

Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Kekeringan Melanda, Mitigasi ala Kapitalisme Seadanya?
Next
Pendidikan Sekuler, Mencetak Generasi Bermental Kriminal
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

15 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Muthiah Mila
Muthiah Mila
1 year ago

Coober pedy membuktikan bahwa manusia sebenarnya tidak pernah berubah. Saat zaman purba, manusia hidup di goa dan sekarang di gedung, semua ini membuktikan bahwa manusia mempunyai naluri ingin melindungi dirinya. Sehingga, sebenarnya Islam itu relevan sampai akhir zaman, karena watak dan karakter manusia sejatinya tidak pernah berubah.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Muthiah Mila
1 year ago

Betul mbak Mila, cuma berbeda sarana dan prasarananya ya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang ditunjang oleh akal membuat manusia mempelajari banyak hal, dari dulu yang primitif sampai yang modern.

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

MasyaAllah, akal manusia yang Allah berikan benar-benar menjadikan manusia hidup dinamis dan menciptakan berbagai penemuan yang banyak manfaatnya.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Nining Sarimanah
1 year ago

Betul sangat Mbak Nining. Maka sudah seharusnya setiap manusia menggunakan akalnya dengan benar, teemasuk dalam beribadah kepada Allah.

Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 year ago

Maha besar Allah yang telah menciptakan manusia dengan akalnya.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Maya Rohmah
1 year ago

Betul mbak Maya, karena akal pemberian Allah pula manusia menjadi makhluk yang istimewa

novianti
novianti
1 year ago

maasyaaAllah, hebatnya akal manusia mencari cara bertahan dalam hidup. Kekuasaan Allah yang terbukti dimana manusia bisa bertahan sebagai mahluk beradaptasi dengan perubahan.

Sartinah
Sartinah
Reply to  novianti
1 year ago

Betul mbak Novianti, harusnya orang Indonesia juga bisa lebih kreatif ya dengan akalnya, hehe ...

Mimy Muthamainnah
Mimy Muthamainnah
1 year ago

Tanah gambut kira2 klo dibikin kayak Coober Pedy bisa gak ya? Mb Sartinah selalu informatif keren tulisannya. Jazakillah khairan

Sartinah
Sartinah
Reply to  Mimy Muthamainnah
1 year ago

Tanah gambut kayaknya mudah terbakar di atasnya ya, mbak Mimi. Gak kebayang bikin pemukiman di tanah gabut. Kalau di Indonesia bukan buat Coober Pedy pakai tanah gambut, tapi buat lahan sawit, hehe ....

Hanimatul Umah
Hanimatul Umah
1 year ago

Manusia dan mahkluk lainnya diberikan kekuatan atas kekuasaan Allah dapat hidup menyesuaikan tempat dan iklim, itulah bukti Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu termasuk memberikan akal bagi manusia. Hanya saja manusia tidaj boleh membuat aturan kecuali patuh pada aturan Sang Pencipta.

Sartinah
Sartinah
Reply to  Hanimatul Umah
1 year ago

Betul banget mbak Hanimatul, membuat aturan adalah hak prerogatif Allah, tidak boleh diambil alih oleh manusia. Syukran mbak sudah mampir.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Jazakunnallah khairan katsiran tim NP

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Kalau di Indonesia gak bisa ya buat rumah seindah di Coober pedy. Tanahnya beda. Di sini tanah liat semua. Hehe

Sartinah
Sartinah
Reply to  Dia dwi arista
1 year ago

Hihihi ... kalau di Indonesia mah susah. Yang ada malah bikin gubuk-gubuk di tengah sawah biar adem.

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram