Jemaah ini bukanlah sekadar merpati
Yang akan kembali bersama harapan pasti
Hanyalah kumpulan diorama kehidupan sejati
Bekal untuk menyambung jutaan prasasti
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kibaran jilbab saksikan aneka warna asa
Lembaran serban menyertai puluhan problematika
Akankah teguh berdiri bersama jutaan frasa
Ataukah hanyut seiring sambutan linimasa
Lafaz suci gentarkan seluruh angkasa
Riak kecil menyertai ragamnya klausa
Bertahan tunduk meski harus memaksa
Ataukah kembali dengan rasa tersiksa
Di ujung sepi berharap sedih akan sirna
Bersama harapan menjadi sang adiguna
Onak duri gentarkan jiwa membahana
Akankah kembali dari nestapa yang berkelana
Menyulap batu harapkan berlian mulia
Menempa besi jadi pedang sejak belia
Seiring dengan tangis yang ceria
Selalu berakhir dengan gema euforia
Mendaki mimpi walau lemah tak berarti
Menggenggam asa demi sebuah bakti
Kalaulah ada waktu yang sempat terhenti
Tak ubahnya hanya sebuah cemeti
Jemaah ini bukanlah sekadar merpati
Yang akan kembali bersama harapan pasti
Hanyalah kumpulan diorama kehidupan sejati
Bekal untuk menyambung jutaan prasasti
Menyakiti atau disakiti selalu hadir menyelimuti
Berlari dalam ragamnya kompetisi tanpa royalti
Bertahan tanpa menang menjadi prestasi sehati
Gugur dalam bakti bukti diri telah tergerogoti
Sekuntum risalah kuatkan diri yang tersakiti
Hantaman ombak pecahkan abrasi simpati
Tak ada pilihan untuk diam berhenti
Inilah ujian untuk menyeleksi hati
Melangitkan doa bersama yang nun jauh di mata
Tak saling sapa dalam waktu yang tersita
Meski hati terpaut air mata penuh cinta
Pecahkan gejolak akal yang selalu bersengketa
Diorama kehidupan selalu hadir di sana
Menempa jiwa yang haus akan arti bermakna
Jati diri bukan sekadar fatamorgana
Kebangkitan hakiki menjadi kunci memesona
Merasa dewasa setelah tiga tahun berasrama
Merasa bodoh setelah enam tahun menimba agama
Merasa hina saat terus bersama
Gambaran usia yang tak luput dari irama
Kata-kata nya keren mbak... tapi diriku belum mudah memahami puisi hehe
Masyaallah ... baca sastra kok kadang susah menangkap maknanya ya. Apakah ini sedang bercerita tentang proses menempa diri dalam sebuah jemaah agar menjadi kuat di masa depan, atau apa ya, kok lieur ...
Ini sebenarnya gambaran kehidupan di pondok pesantren. Karena pondok itu ibarat diorama kehidupan di mana orang-orang yang berkumpul bagaikan gambaran kehidupan masyarakat yang sesungguhnya. Mereka berkumpul dari berbagai suku, bahasa, dan kebiasaan.
Barakallah, saya tidak bisa memahami sastra
Mbak Firda menulis Sastra. Saya kira tadi motivasi. He he. Tetap keren
Keberhasilan harus diperjuangkan dengan militansi yang kuat
Indahnya permata bisa dinikmati hanya setelah ditempa dengan banyak proses kesulitan
Benar sekali