Tangan-Tangan Adidaya di Balik Manuver Thailand di Myanmar

Manuver Thailand di Myanmar

Bisa kita petakan bahwa ada empat negara adidaya yang berperan dalam konflik Myanmar. Yang pertama adalah Inggris, karena Myanmar merupakan bekas jajahan Inggris. Inggris berada di pihak junta militer untuk mempertahankan pengaruhnya. Selain Inggris, ada Cina dan Rusia. Yang keempat adalah Amerika Serikat yang mendukung kubu Aung San Suu Kyi.

 

Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Krisis di Myanmar belum juga usai, bahkan makin runyam. Perkembangan terbaru, Menteri Luar Negeri Thailand, Don Pramudwinai melakukan pertemuan dengan mantan pemimpin Myanmar yang dikudeta dan dipenjara oleh junta militer, Aung San Suu Kyi pada Rabu (12-7-2023).

Langkah Thailand ini sontak mendapatkan respons negatif dari negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia sebagai ketua. Thailand dianggap mementingkan ego sendiri dan tidak menghargai Indonesia sebagai ketua ASEAN. Hal ini dianggap berpotensi menggoyahkan ASEAN dari dalam karena terjadi rivalitas kepemimpinan (BBC Indonesia, 15-7-2023).

Thailand memang kerap membuat langkah sendiri yang terpisah dari agenda ASEAN dalam persoalan Myanmar. Pada 19-6-2023, Thailand mengadakan pertemuan dengan junta militer Myanmar di Pattaya, Thailand. Pertemuan ini sontak mendapatkan kritik pedas dari negara-negara ASEAN. Pasalnya, negara-negara ASEAN sepakat untuk mengisolasi Myanmar dan tidak melibatkannya dalam pertemuan resmi ASEAN.

Sikap ASEAN ini merupakan konsekuensi kudeta yang dilakukan junta militer pada 2021. Pada November 2020, Myanmar menggelar pemilihan umum. Partai Aung San Suu Kyi, yaitu Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) memenangkan pemilu. Militer yang berkuasa di Myanmar selama 60 tahun tidak puas terhadap hasil pemilu dan menuding telah terjadi kecurangan. Militer lantas melakukan kudeta pada 1 Februari 2021.

Akibat kudeta militer, terjadilah kekerasan massal oleh militer dan kini berubah menjadi perang saudara antara pendukung junta militer dengan pendukung Pemerintah Persatuan Nasional (NUG). Konflik terus meluas dan menyebabkan ketidakstabilan politik maupun ekonomi.

Perang saudara terjadi, antaranggota keluarga saling menyerang dan membunuh. Korban pun terus berjatuhan. Sekitar 12.000 orang tewas dalam kurun setahun setelah kudeta (BBC Indonesia, 1-2-2022). Selain korban tewas, belasan ribu orang ditangkap oleh junta militer.

Manuver Thailand

Thailand punya alasan atas manuver-manuvernya di Myanmar. Negara tersebut sangat berkepentingan terhadap terwujudnya perdamaian di Myanmar karena Thailand merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Myanmar sepanjang 2.400 km. Akibatnya, kejahatan transnasional seperti narkoba, perdagangan manusia, dan senjata ilegal tidak terelakkan. Oleh karenanya, Thailand merasa harus bertindak cepat sehingga konflik Myanmar segera usai. Untuk itu, Thailand berinisiatif mengadakan pertemuan dengan junta militer maupun Aung San Suu Kyi.

Namun, langkah-langkah yang ditempuh Thailand dipandang melanggar konsensus yang dibuat oleh para pemimpin ASEAN dengan pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing pada pertemuan di Jakarta (24-4-2021).

Lima poin dalam konsensus tersebut yakni:

  1. Kekerasan di Myanmar harus dihentikan segera dan semua pihak menahan diri.
  2. Dialog konstruktif untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat.
  3. Utusan khusus Ketua ASEAN wajib memfasilitasi mediasi dengan bantuan Sekjen ASEAN.
  4. ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan.
  5. Membuka akses bagi utusan dan delegasi khusus yang mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait.

Di sisi lain, Thailand mengeklaim bahwa tindakannya sudah sesuai dengan kesepakatan pada KTT ASEAN di Phnom Penh tahun 2022. Menurut Thailand, poin ke-14 kesepakatan tersebut membolehkan adanya pendekatan lain untuk mengatasi krisis Myanmar (CNN Indonesia, 14-7-2023).

Langkah berani Thailand menunjukkan bahwa kepemimpinan Indonesia di ASEAN bukanlah kepemimpinan riil, melainkan hanya formalitas. Keketuaan di ASEAN dilakukan bergiliran. Saat ini Indonesia menjadi ketua ASEAN, adapun tahun depan giliran Laos yang menjadi ketua. Kepemimpinan yang bersifat formalitas ini berakibat ASEAN mudah disetir oleh kekuatan asing.

Peran Negara Adidaya

Konflik Myanmar tidak bisa dilepaskan dari peran negara-negara adidaya. Dari sejarahnya, Myanmar dahulu merupakan jajahan Inggris. Myanmar merdeka dari Inggris pada 1948. Sejak merdeka, militer beberapa kali melakukan kudeta, yaitu pada 1962, 1988, dan 2021.

Terjadinya kudeta pada 2021 tidak lepas dari peran Cina dan Rusia. Keduanya memberikan dukungan pada junta militer dengan melakukan kunjungan sebelum terjadinya kudeta. PBB bahkan menyebutkan bahwa Cina dan Rusia mempersenjatai junta militer dengan jet tempur dan kendaraan lapis baja (dw.com, 23-2-2022).

Bisa kita petakan bahwa ada empat negara adidaya yang berperan dalam konflik Myanmar. Yang pertama adalah Inggris, karena Myanmar merupakan bekas jajahan Inggris. Inggris berada di pihak junta militer untuk mempertahankan pengaruhnya. Selain Inggris, ada Cina dan Rusia. Yang keempat adalah Amerika Serikat yang mendukung kubu Aung San Suu Kyi.

Keterlibatan Amerika Serikat tampak dalam berbagai pernyataannya terkait konflik Myanmar. Di antara pernyataan Amerika yang terbaru adalah yang disampaikan Mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel. Dia menyebut bahwa "ramuan racikan" ASEAN untuk situasi politik di Myanmar tidak mampu berbuat banyak.

Marciel menyatakan, "Dua tahun lebih lima poin konsensus belum menghasilkan apa-apa. Saya pikir itu didasarkan pada pemahaman yang salah tentang apa situasinya." (Liputan6, 17-7-2023).

Dari pernyataan Marciel ini, bisa kita duga bahwa manuver Thailand yang mengambil jalan yang berbeda dengan ASEAN dipengaruhi oleh Amerika Serikat. Saat ini tampak bahwa Amerika menekan ASEAN untuk membuat lebih banyak lagi langkah penyelesaian dan melibatkan Amerika di dalamnya.

"Saya ingin melihat lebih banyak upaya dari AS terkait kondisi di Myanmar," tegas Marciel.

Dukungan Amerika diwujudkan dengan memberikan bantuan dana agar pihak prodemokrasi yaitu kubu Aung San Suu Kyi kembali berkuasa. Katadata pada 14 Juli 2023 mewartakan bahwa Amerika Serikat memberikan bantuan kemanusiaan sebanyak Rp2 triliun untuk menyelesaikan krisis Myanmar. Amerika Serikat juga mengajak ASEAN untuk mengembalikan Myanmar menjadi negara demokrasi setelah dikuasai junta militer.

Turut campurnya negara-negara besar di konflik Myanmar merupakan bagian dari persaingan negara-negara besar di kawasan Indo-Pasifik yang wilayah ASEAN termasuk di dalamnya. Sejak keluar sebagai pemenang Perang Dunia II, Amerika menahbiskan dirinya sebagai penguasa kawasan Indo-Pasifik. Untuk mengukuhkan kekuasaannya, Amerika membangun aliansi bilateral dengan Australia, Jepang, Korsel, Filipina, dan Thailand. Amerika juga memiliki hubungan khusus dengan Taiwan.

Seiring dengan kebangkitan ekonomi Cina, kekuasaan Amerika Serikat di Indo-Pasifik mulai digoyang. Xi Jin Ping menghendaki agar arsitektur keamanan di kawasan Indo-Pasifik tidak lagi dikuasai Amerika dan digantikan dengan tatanan regional yang dipimpin oleh negara-negara Asia sendiri. Bisa kita pahami bahwa negara yang dimaksud menggantikan Amerika tentu saja Cina.

Terjadilah persaingan sengit antara Amerika dengan Cina untuk memperebutkan pengaruh di kawasan. Dalam menghadapi Amerika, Cina menggandeng Rusia, Laos, Kamboja, Pakistan, dan Iran. Cina pun berusaha merebut kawasan Indo-Pasifik dari Amerika Serikat, sedangkan Amerika berusaha membendung pengaruh Cina. Adapun Myanmar menjadi salah satu "medan perangnya".

ASEAN, termasuk Indonesia, bersikap "netral" dengan condong pada Amerika Serikat maupun Cina, sepanjang memberi keuntungan, terutama secara ekonomi. Jadilah kawasan ASEAN sebagai daerah perebutan kekuasaan antara Cina melawan Amerika. Sedangkan negara-negara ASEAN hampir tidak punya peran apa-apa, kecuali sebagai negara pengikut yang bergerak sesuai arahan negara-negara besar. Persis seperti wayang yang memainkan peran sesuai arahan dalang.

Nasib Umat Islam

Mirisnya, pihak yang paling menjadi korban adalah muslim Rohingya. Baik di bawah junta militer maupun kubu Aung San Suu Kyi, muslim Rohingya sama-sama menderita. Mereka diusir, dianiaya, mengalami genosida hingga harus mengungsi tanpa ada negara yang mau menerima.

Adapun negara-negara ASEAN, semuanya bisu dan terikat tangannya oleh rantai nasionalisme semu sehingga tidak mau menolong saudaranya sesama muslim. Padahal Allah telah menegaskan di dalam QS. Al-Hujurat: 10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara."

Namun, persaudaraan itu tidak terwujud hari ini karena belenggu nasionalisme. Menjadi jelas bagi kita bahwa umat Islam butuh institusi politik transnasional, yaitu Khilafah yang melawan batas imajiner nasionalisme dan akan membebaskan muslim Rohingya. Khilafah akan mengusir para penjajah, baik Inggris, Rusia, Cina , maupun Amerika Serikat dari bumi kaum muslim. Dengan demikian, muslim Rohingya dan semua umat manusia akan terbebas dari penjajahan.

Wallahu a'lam bi al-shawab.

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
TBC Mengintai Nyawa Anak, Butuh Solusi Tuntas!
Next
Angka Kriminalitas Meningkat, di Mana Peran Negara?
4.3 4 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

8 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Negara adidaya jelas punya kepentingan agar negera yg mereka incar tetap sesuai dengan arahan mereka

R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

kelak, mereka akan merasakan azab yang lebih dahsyat..

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
1 year ago

Seperti itulah nasib umat Islam saat ini, tidak ada yang melindungi.

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Negara kafir baik dari Cina dan Rusia maupun Amerika saling sikut demi kepentingannya sendiri. Umat Islam justru menjadi bulan-bulanan kerakusan mereka. Untuk melepaskan penderitaan umat Islam hanya dengan tegaknya Khilafah.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Begitu ngeri ya trik dan intrik negara-negara Timur maupun Barat. Mereka saling serang dan saling berteman demi mencapai tujuan masing-masing. Namun yang miris, umat Islam hanya jadi bulan-bulanan negara-negara kafir tanpa ada seorang penolong pun.

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Selalu ada kepentingan Barat di balik konflik negara yang terjadi. Muslim hanya menjadi korban atau penonton dari semua konstelasi politik yang terjadi.

Sherly
Sherly
1 year ago

Lagi-lagi muslim yang jadi korban. Semoga pertolongan Allah segera datang agar umat Islam menjadi pemimpin di dunia.

Ragil
Ragil
Reply to  Sherly
1 year ago

Betul. Aamiin.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram