Selama sistem yang menaungi kita bukan Islam, kondisi seperti ini akan terus berlanjut. Terlebih sistem kapitalisme justru menggunakan sistem ribawi ini. Sudah saatnya beralih kepada sistem yang hakiki, pemberian Sang Ilahi, yaitu sistem Islam.
Oleh: Ummu Faris
NarasiPost.com -- Masa pandemi belum berakhir dan entah sampai kapan. Dampak pandemi pun kian terasa oleh masyarakat, terlebih lagi oleh masyarakat menengah ke bawah. Yang berpenghasilan tetap mungkin tidak akan terlalu kesulitan, tetapi yang tidak berpenghasilan tetap bahkan sebagian pencari nafkah tak sedikit yang dirumahkan, merekalah yang lebih merasakan dampak pandemi ini.
Berbagai upaya dilakukan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, bahkan sampai kadang lupa bila di masa pandemi aktivitas ke luar sangat dibatasi. Sebagian ada yang dengan mencari penghasilan tambahan, semisal dengan bekerja sampingan, atau berjualan. Namun tak sedikit akhirnya mereka harus mencari pinjaman supaya tetap bisa bertahan hidup.
Bila sebagian usaha di masa pandemi cenderung menurun, namun lain halnya dengan kehadiran bank keliling atau di masyarakat dikenal dengan Kosipa (berasal dari Koperasi Simpan Pinjam), atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan Bank Emok.
Bank Emok ini justru semakin menjamur. Disebut Bank Emok, berasal dari bahasa Sunda, yang artinya duduk lesehan. Sudah bukan rahasia lagi bank-Bank Emok ini berada di tengah-tengah masyarakat. Bahkan oleh sebagian masyarakat, kehadirannya masih dirindu, karena dia bak pahlawan yang menolong untuk menyambung hidup keluarga.
"Mau gimana lagi, meskipun bunganya besar dan dibayar tiap hari yang penting di rumah bisa tetap makan, di rumah ada 7 orang anak yang harus saya tanggung kebutuhannya, meskipun sekarang tidak separah kemarin namun tetap saya tidak mempunyai keuntungan karena harus dipotong untuk membayar cicilan ke bank keliling," ungkap pedagang cincau di Taman Asmaul Husna rest area Haurwangi Kabupaten Cianjur tepatnya di perbatasan Cianjur-Kabupaten Bandung Barat (news.detik.com).
Walaupun, saat ini, tak sedikit juga masyarakat yang justru menolak keberadaannya karena bunganya mencekik leher. Di Kecamatan Sukanagara, warga bersama Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) memasang baliho penolakan. Penolakan tersebut dikarenakan tak sedikit warga yang bercerai karena permasalahan ekonomi yang ditimbulkan Bank Emok (radarcianjur.com).
Bank keliling atau Bank Emok atau Kosipa ini hanyalah nama untuk melegalkan pinjam meminjam di masyarakat. Padahal dari sisi badan hukum pun Bank Emok itu tidak berbadan hukum, terlebih sebetulnya sama saja mereka rentenir.
Mengapa masyarakat masih merindukannya? Karena lebih banyaknya mereka terjebak dengan istilah "terpaksa", merasa "darurat" untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bila mereka diingatkan terkait bahaya bank emok itu sendiri baik dari hukum Islam juga dampaknya, mereka sering mempertanyakan solusinya, "Dapatkah Anda memberikan pinjaman yang tak berbunga?" Juga, "Siapa yang bersedia menanggung kebutuhan keluarga?" Dan sederetan pertanyaan turunannya.
Subhanallah, ujian untuk masyarakat seakan tiada berujung. Dengan dalih memenuhi kebutuhan hidup, akhirnya segala macam cara dilakukan, tanpa memandang halal ataukah haram.
Terlebih di masa pandemi, yang seharusnya masyarakat diayomi, dilindungi, dilayani, namun dalam sistem demokrasi kapitalis sebaliknya. Masyarakat melayani sendiri semua kebutuhannya. Dalam hal pinjam meminjam saja bahkan negara seakan memberikan contoh, bahwa boleh berutang walaupun dengan berbunga. Tentunya masih ingat bukan, utang luar negeri Indonesia sudah mencapai angka berapa. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2020 ini meningkat. Tercatat, posisinya meningkat menjadi 413,4 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 6 .076,9 triliun (kurs Rp 14.700) (kmp.im). Astaghfirullah. Na'udzu billahi min dzalik.
Bagaimana Pandangan Islam?
Mendudukkan masalah sesuai dengan hukum syara' tentu menjadi suatu keharusan. Menjamurnya Bank Emok tentu dalam dunia kapitalis bukanlah suatu kebetulan. Masyarakat yang tidak faham akan hukum pinjam meminjam dengan dalih bunga atau tambahan biaya administrasi padahal sebenarnya riba.
Setiap riba diharamkan untuk diambil. Kemudian tidak ada pelarangan yang tegas dari negara bahwa Bank Emok dan yang sejenisnya adalah tidak boleh. Yang ada baru setengah-setengah. Dinyatakan tidak boleh ke Bank Emok tapi beralihlah ke lembaga keuangan yang legal dengan bunga pinjaman yang rendah. Nah, sama saja bukan. Sama-sama bunga alias riba.
Sehingga Bank Emok ini tidak bisa dituntaskan dengan sendirinya, selama negaranya sendiri justru masih menopang perekonomian dengan ribawi.
Walaupun dalam Islam pinjam meminjam dibolehkan, tetapi yang dibolehkan ini adalah tanpa riba. Mau pelakunya individu atau level kenegaraan, tetap tidak boleh yang ada ribanya. Bukan karena berdampak buruk saja, tetapi karena memang Allah telah mengharamkannya.
اَلَّذِيۡنَ يَاۡكُلُوۡنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوۡمُوۡنَ اِلَّا كَمَا يَقُوۡمُ الَّذِىۡ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيۡطٰنُ مِنَ الۡمَسِّؕ ذٰ لِكَ بِاَنَّهُمۡ قَالُوۡۤا اِنَّمَا الۡبَيۡعُ مِثۡلُ الرِّبٰوا ۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ؕ فَمَنۡ جَآءَهٗ مَوۡعِظَةٌ مِّنۡ رَّبِّهٖ فَانۡتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَؕ وَاَمۡرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِؕ وَمَنۡ عَادَ فَاُولٰٓٮِٕكَ اَصۡحٰبُ النَّارِۚ هُمۡ فِيۡهَا خٰلِدُوۡنَ
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS. Al Baqarah, 2:275)
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَا
آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ
"Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)". (QS Al-Rum: 39).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir." (Qs. Ali Imran,3: 130).
Setidaknya masyarakat sebagian ada yang tahu ayat-ayat yang membahas riba tersebut, tetapi tidak semua memahaminya. Karena pada akhirnya beralasan "terpaksa" atau "darurat".
Selama sistem yang menaungi kita bukan Islam, kondisi seperti ini akan terus berlanjut. Terlebih sistem kapitalisme justru menggunakan sistem ribawi ini. Sudah saatnya beralih kepada sistem yang hakiki, pemberian Sang Ilahi, yaitu sistem Islam. Semoga khilafah segera tegak kembali. Aamiin. Wallahu a'lam bi ash shawab.[]
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected].