Ukhuwah yang tercabik itu perlahan telah terajut kembali dengan untaian kata islami yang keluar dari para pendakwahnya.
By Ummu Safa
NarasiPost.Com-Kabut kelam masih bergelantung di bumi Selandia Baru. Gelapnya awan yang menyelimuti langit, seakan ikut merasakan kepedihan yang mendalam. Seluruh umat Islam berduka atas tragedi berdarah yang menewaskan para syuhada dan syahidah.
Masih segar dalam ingatan, sapaan hangat seorang brother yang disambut dengan rentetan peluru menghujam di tubuhnya. Susulan peluru memberondong tubuh-tubuh tak berdaya yang lain.
Pekik tangis, sakit dan histeris memecah keheningan siang itu. Darah para jamaah yang akan bersiap shalat Jumat telah tertumpah dalam sucinya rumah Allah di Christchurch 15 Maret 2019.
Berganti bulan lamanya, kepedihan itu masih dirasakan, seakan tidak pernah lekang dengan berjalannya waktu. Kebencian yang tertumpah oleh peluru hingga menghabisi nyawa banyak orang itu telah berbalik membawa Islam rahmatan lil allaminn pada para pembencinya.
Media yang seringkali mempropagandakan berita ekstremis tentang Islam seolah tak berdaya dengan akhlakul karimah yang terpancar dari para anggota keluarga korban. Tidak ada kebencian, mereka paham itu adalah skenario Allah yang indah untuk mereka.
Bercermin dari peristiwa itu, telah membawa umat Islam dan masyarakat nonmuslim di sana lebih terasa harmonis. Banyak dari mereka yang ingin mengenal lebih dekat tentang Islam.
Hidayah datang melalui apa saja sekalipun itu harus berawal dari pil pahit yang harus ditelan oleh umat muslim.
Ukhuwah yang tercabik itu perlahan telah terajut kembali dengan untaian kata islami yang keluar dari para pendakwahnya.
Islam harus terus terpancar sekalipun banyak makar menghadang. Seperti yang Rasulullah dakwahkan dengan menyampaikan risalah Islam pada seluruh kabilah, para raja, bangsa-bangsa, hingga saat ini, dakwah harus terus bergaung menebar al-haq, mengukir ukhuwah islamiyyah pada setiap zaman, menebarkan “The Beauty of Islam.”[]