Semua sumber dari kejahatan itu adalah karena mencampakan Allah SWT sebagai pembuat hukum. Maka tidak ada ruang bagi Islam untuk diterapkan. Padahal, demokrasi tidak memberikan apa pun kecuali kerugian dan kerusakan.
Oleh : Eli Ermawati
NarasiPost.Com-Belum lama kasus korupsi benih Lobster mengudara, kini publik kembali dihebohkan dengan kasus penggelapan dana bansos Covid-19 oleh Mensos. Tak berselang lama, kasus-demi kasus mulai berbunculan. Sebut saja kasus penembakan enam laskar FPI oleh oknum polisi, penangkapan para ulama, serta diskriminalisasi pada mereka. Bahkan, baru-baru ini ada seorang ibu yang tega membunuh tiga anak kandungnya sendiri. Prostitusi online juga merebak, angka perceraian meningkat sejak pandemik, demo Omnibuslaw kerap menyapa dan masih banyak lagi rentetan persoalan yang semakin menyesakkan. Setiap hari, setiap jam, permasalahan terus menimpa tanpa ada solusi secara pasti.
Benarkah yang terjadi saat ini merupakan buah dari sistem kufur yang diterapkan suatu negara? Indonesia sendiri menganut sistem demokrasi, dimana kedaulatan berada di tangan rakyat. Namun, slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, ternyata hanya pemanis untuk menghibur rakyat saja. Nyatanya, rakyat hanya dibutuhkan untuk menyumbangkan suara saja.
Kian hari, sistem ini makin terlihat kerusakannya. Kejahatan makin merajalela, korupsi makin menjamur, hutang negara makin menggunung.
Dalam demokrasi, berbagai kebijakan diputuskan oleh rakyat secara tidak langsung melalui suara terbanyak, tidak memandang baik-buruk atau halal haram. Hal ini sudah sepaket dengan ide sekuler dan liberal yang diterapkam.
Sekularisme ialah sistem kenegaraan yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama hanya digunakan untuk mengurusi masalah ibadah saja, tidak boleh ikut campur dalam politik dan bidang lainnya. Padahal, Allah menjadikan Islam untuk mengatur kehidupan dunia di segala lini, hingga urusan akhirat. Islam adalah tahmatan lil alamanin.
Jadi jelas, konsep kedaulatan rakyat merupakan pelanggaran berat. Karena Allah SWT telah mengatur hukum yang sempurna, untuk mengatur kehidupan dunia sampai akhir jaman. Allah SWT berfirman :
اِنَّ الدّین عِندَ الله الاَسلاَمُ وَمَا اختلَفَ الّلذِینَ اُوتُوا الِکتبَ اِلاَّ مِن بَعدِ ماَ جآءَهُمُ الِعلمُ بَغیاً بَینَهُم وَمَن یَّکفُر بِایتِ اللهِ فاَنّ الله سَرِیعُ الحِسَابِ
Artinya : “Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. Ali Imran : 19).
Tidak ada pilihan lain untuk mengatur kehidupan ini selain dengan Islam. Islamlah solusi dari segala masalah. Saatnya kita bersegara menegakkan syariat Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Yudha Pedyanto, di dalam bukunya yang berjudul ‘Buanglah Demokrasi pada Tempatnya’ menjelaskan bahwa ada beberapa kejahatan pada demokrasi :
- Demokrasi mencampakan Allah SWT.
- Demokrasi hanya jadi alat penjajah
- Demokrasi menyuburkan korupsi berjamaah
Semua sumber dari kejahatan itu adalah karena mencampakan Allah SWT sebagai pembuat hukum. Maka tidak ada ruang bagi Islam untuk diterapkan. Padahal, demokrasi tidak memberikan apa pun kecuali kerugian dan kerusakan.
Akan tetapi, masih ada orang-orang yang membenarkan dan mengiyakan sistem rusak ini, bahkan kaum muslimin sekalipun. Mengapa demikian? Mungkin salah satu alasannya karena ketidaktahuan mereka tentang sejarah dan hakekat demokrasi. Parahnya, demokrasi justru digunakan sebagai alat untuk memanfaatkan kepentingan berbagai pihak.
Kendati demikian, jika kita sudah memahami rusaknya sistem Demokrasi ini, maka kewajiban kita adalah terus menyampaikan kepada seluruh umat bahwa sistem ini tak layak untuk dipakai. Hanya Islam satu-satunya yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Allahualam bisawab[]