Kemalangan demi kemalangan terus menimpa manusia. Kesulitan dan berbagai masalah kehidupan tak henti mendera. Bahkan di tengah wabah, justru kerusakan demi kerusakan kian terpampang nyata. Umat manusia terus saja bergelut dengan berbagai permasalahan yang tiada ujungnya. Ini menunjukkan bahwa ada yang salah dalam aturan kehidupan yang selama ini dijalankan manusia. Sistem yang ada tak mampu menyelesaikan berbagai problematika. Berbagai cara dilakukan, namun sama sekali tak menyentuh akar masalahnya.
Oleh: Deena Noor
NarasiPost.com - Malang benar nasib rakyat Indonesia. Dalam kondisi yang tengah tertimpa musibah pandemi covid-19, mereka harus menerima kenyataan bahwa pejabat negeri ini terus mengambil hak rakyat dengan melakukan korupsi. Alih-alih mengurusi rakyat agar bisa hidup dengan baik di tengah pandemi, sejumlah pejabat tak berhati malah asyik mengumpulkan materi untuk diri sendiri. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Peribahasa ini tepat menggambarkan keadaan yang ada. Masalah datang bertubi-tubi tiada henti.
Sebelumnya, publik dikejutkan oleh menteri KKP, Edhy Prabowo, yang ditangkap KPK karena terlibat kasus korupsi benih lobster (cnnindonesia.com, 25/11/2020). Kini rakyat dibuat mengelus dada kembali karena menteri mereka lagi-lagi ditangkap oleh KPK karena korupsi. Mensos, Juliari P Batubara, ditahan oleh lembaga anti rasuah Indonesia karena diduga menerima 17 milliar untuk pengadaan paket bansos covid-19 (detik.com, 06/12/2020).
Seperti tak berkesudahan, korupsi terus membelit negeri ini. Layaknya sebuah penyakit yang telah kronis menyerang tubuh, korupsi menggerogoti kehidupan bangsa hingga ke sendi-sendinya. Sudah sedemikian parahnya, di mana korupsi dilakukan pejabat negara dari berbagai level, termasuk para wakil rakyat tak luput dari tindak amat tercela ini.
Dilansir dari kompas.com (30/09/2020), 36% perkara atau 397 kasus yang ditangani oleh KPK adalah terkait korupsi yang dilakukan oleh 257 anggota DPR/DPRD, 119 wali kota/bupati dan 21 gubernur. Ini adalah catatan hingga Mei 2020. Sementara menurut Indonesian Corruption Watch (ICW), dengan menggabungkan data yang dikumpulkan dari KPK, kepolisian, dan kejaksaan, didapatkan sebanyak 253 kepala daerah dan 503 anggota DPR/DPRD terlibat kasus korupsi. Inilah fakta yang terjadi. Dan dengan ditangkapnya dua menteri dalam waktu yang berdekatan tersebut, makin menambah catatan panjang perilaku korup oleh pejabat negara.
Meski telah banyak pejabat yang ditangkap oleh KPK, nampaknya tak membuat efek jera bagi yang lainnya. Terbukti tindakan merampok uang rakyat ini terus saja terjadi, bahkan di masa pandemi yang tengah melanda. Bagaimana bisa pejabat negara yang tugasnya mengurusi keperluan rakyat malah justru mengambil keuntungan dari kondisi sulit yang menimpa rakyatnya?!
Tak heran bila rakyat amat geram dan marah, hingga terlontar hukuman mati bagi pelaku korupsi. Karena memang korupsi ini telah merugikan seluruh rakyat sampai pada taraf yang membuat frustasi. Bagaimana tidak? Dana yang harusnya bisa dipakai untuk kesejahteraan rakyat banyak justru ditilap pejabat korup demi kepentingan sendiri. Bantuan sosial yang menjadi hak rakyat dengan teganya dimanfaatkan sejumlah pejabat untuk menambah pundi-pundi materi.
Pandemi memang membuat berbagai kesulitan hidup, namun perilaku tidak amanah para pejabat seolah menambah luka makin mendalam. Alih-alih memikirkan jalan keluar yang tepat untuk segera menuntaskan wabah, mereka justru mencari-cari kesempatan untuk meraih keuntungan. Rakyat yang sudah susah, makin dibuat menderita oleh tindakan kriminal mereka yang berada di tampuk kekuasaan.
Mungkin sempat terlintas di pikiran sebagian orang, bahwa dalam kondisi sulit karena pandemi, rasa-rasanya tak akan ada yang berani mengambil hak orang lain atau melanggar aturan lainnya. Manusia akan saling bahu-membahu mencari jalan keluar bersama. Khususnya penguasa, diharapkan bisa melakukan kebijakan untuk meringankan penderitaan rakyatnya.
Namun, fakta memperlihatkan sebaliknya. Segala tindak kejahatan tak lantas berhenti meskipun wabah covid-19 menyerang. Pandemi global yang telah mematikan banyak manusia nyatanya kian memunculkan berbagai macam kerusakan. Masih banyak manusia yang tak mengambil pelajaran dari kondisi ini. Bukannya berhenti dan bertobat, malah semakin tak tahu malu dan kian tak terkendali. Mereka terus saja melakukan tindak kejahatan dan penyimpangan, bahkan dengan memakai dalih demi kepentingan rakyat.
Inilah realita di hadapan. Sebelum pandemi saja, kehidupan manusia sudah penuh masalah. Korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, liberalisasi di berbagai sektor, zina, aborsi, lgbt, miras, narkoba, pembunuhan, kelaparan, kemiskinan, kesenjangan sosial, dan sederet masalah lainnya telah sekian lama menjerat hidup umat manusia. Dimana itu semua tak bisa dipisahkan, bahkan terkait dengan sebuah sistem kehidupan yang diberlakukan.
Kemalangan demi kemalangan terus menimpa manusia. Kesulitan dan berbagai masalah kehidupan tak henti mendera. Bahkan di tengah wabah, justru kerusakan demi kerusakan kian terpampang nyata. Umat manusia terus saja bergelut dengan berbagai permasalahan yang tiada ujungnya. Ini menunjukkan bahwa ada yang salah dalam aturan kehidupan yang selama ini dijalankan manusia. Sistem yang ada tak mampu menyelesaikan berbagai problematika. Berbagai cara dilakukan, namun sama sekali tak menyentuh akar masalahnya.
Padahal, bila mau berpikir sedikit saja akan diketahui bahwa akar dari segala problematika kehidupan adalah diterapkannya aturan buatan manusia. Korupsi dan berbagai permasalahan yang terus bermunculan adalah akibat dari sebuah sistem yang keliru dari asasnya. Selama aturan ini terus dilaksanakan, maka selama itu pula ragam masalah tak akan pernah reda.
Jika sebuah mesin saja ada petunjuk penggunaannya agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya menurut petunjuk pembuatnya. Apatah lagi hidup manusia. Pastilah ada aturan yang tepat dan pas untuk mengatur hidup manusia agar tak menyimpang, kacau dan tersesat sedemikian rupa.
Aturan dalam kehidupan manusia tentunya dibuat oleh yang menciptakan manusia. Dialah Allah, Sang Pemilik Alam Semesta. Tiada aturan yang layak diterapkan selain aturan-Nya. Sudah kita alami sendiri betapa susahnya hidup akibat aturan yang dibuat oleh manusia dengan segala hawa nafsunya.
Karena itulah, agar selamat dari berbagai masalah yang menyengsarakan, maka manusia harus menerapkan aturan-Nya saja. Mari kita renungkan firman Allah berikut ini;
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Ma’idah: 50)
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat)[1] manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum:41).