Jodoh itu memang bagian dari rahasia-Nya. Semuanya tidak ada yang tahu kecuali Allah Swt. Ada peribahasa,"Jodoh itu kayak Alif, Lam, Mim, yang menunjukkan hanya Allah yang Maha Tahu." Oleh karena itu, sebagai hamba yang ta'at, hendaklah pupuk kèsabaran, ketundukan dan patuhilah apa yang menjadi qadha/ketetapan Allah Swt. Baik dan buruk menurut manusia belum tentu kebaikan atau keburukan dalam pandangan Allah.
Oleh : Adibah NF
(Alumni Branding for Writter 212)
NarasiPost.Com-Jodoh itu di tangan Allah Swt. Semua menjadi ketetapan-Nya. Setiap makhluk (termasuk manusia) sudah diciptakan secara berpasang-pasangan. Dan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini pasti ada pasangannya, sebagaimana pasangan pagi dan siang, sore dan malam, langit dan bumi dan yang lainnya.
Demikian pula makhluk Allah Swt yang lainnya, yang ada pada manusia yaitu laki-laki dan perempuan. Atau pada binatang ada jantan dan betina. Semuanya berpasangan,tak satu pun yang tidak mempunyai pasangan. Bagi manusia, sudah menjadi sunatullah, ketika ia mengharapkan segera mempunyai pasangan ketika sudah cukup usianya untuk menikah. Namun kapan pasangan ini akan ia dapat hingga bisa bersatu? Itu semua menjadi rahasia dan kewenangan Yang Maha Menciptakan, Dialah Allah Swt.
Mendapatkan pasangan ideal sesuai harapan itu relative dan menjadi dambaan semu orang. Seorang pria pastinya mendambakan seorang wanita sholehah yang bisa menjadi isteri sekaligus ibu bagi anak-anaknya kelak. Wanita pun demikian, ia menginginkan suami yang bisa menjadi imam bagi diri dan anak-anaknya. Semuanya ingin sempurna. Mereka lupa bahwa Allah Swt telah menciptakan mereka untuk saling menyempurnakan satu sama Lainnya.
Mewujudkan sebuah keluarga merupakan fitrah manusia. Dalam hai ini, islam memberikan tuntunan yang banyak dalam menata fitrah tersebut, bagaiman kita mengawali proses menuju pernikahan. Proses atau tahapan demi tahapan harus dilalui sesuai tuntunan tadi. Sehingga akan didapati bahwa awal yang harus dilakukan sebelum melakukan akad pernikahan adalah melakukan ta’aruf / perkenalan. Kemudian baru mengkhitbah atau meminang/melamar. Tidak sedikit saat ini yang akan atau telah melakukan aktivitas ta’aruf kurang memahami konsekuensi setelahnya. Bahkan ada yang menganggap ta’aruf sama dengan khitbah. Padahal sangatlah berbeda.
Ta’aruf Dan Khitbah
Tidak ada kata sim salabim kita beitu saja akan mendapatkan pasangan hidup kita tanpa adanya sebuah proses yang dilalui. Ada tiga tahapan proses menuju pernikahan yaitu adanya aktivitas ta'aruf lanjut khitbah dan diakhiri dengan pernikahan.
Islam telah mengajarkan kepada kita bagaimana proses ta'aruf yang sesuai dengan tuntunan syariah. Ta'aruf tidak lain adalah perkenalan dan pendekatan dua calon pasangan. Dengan perantara dari masing-masing pihak untuk meneliti dan mengenali latar belakang kehidupan keluarganya (keturunannya), agamanya, tempat tinggal, kehidupan keseharian dalam keluarga dan masyarakat hingga pendidikan yang ditempuh (pendidikan ke-Islaman maupun umum).
Dalam tahapan ini, kedua pihak (calon yang akan melakukan ta'aruf) masing-masing memperkenalkan diri dan keluarganya. Bisa disampaikan oleh pihak ketiga (bisa dari pihak keluarga sendiri, saudaranya atau orang yang amanah) yang benar-benar memahami tahapan ta'aruf.
Berbagai cara (uslub) bisa dilakukan dalam tahapan ini. Misalnya dengan saling menukar biodata masing-masing atau dengan saling bertanya mengenai visi dan misi hidup, dan lain sebagainya. Pada saat inilah kedua calon pasangan bisa melihat dengan jelas siapa yang akan menjadi pasangan hidupnya.
" Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal."
QS. Al-Hujurat[49]: 13
Dalam ta'aruf ini pula boleh seseorang mengenali satu sama lain mulai dari paras/wajah, agama, keturunan, dan lain-lain. Hendaklah keduanya menjaga pandanganya. Baik dari pihak laki-laki, maupun perempuan. Ta’aruf disini artinya, melakukan perkenalan antara kedua calon pasangan yang sudah ada keinginan untuk menikah.
Dalam melakukan aktivitas ini, masing-masing dari kedua calon bisa bertemu langsung dengan didampingi mahram/saudaranya (bisa juga orang yang dipercaya), atau tidak langsug dengan mengirimkan data pribadi berikut visi misi masing-masing untuk dipertimbangkan, apakah mau lanjut ke khitbah atau tidak. Setelah keduanya ada kecocokan maka bisa lanjut khibah, dan jika tidak ada kecocokan hendaklah diselesaikan sampai disitu. Tidak ada pembahasan lagi. Karena akan berpengaruh kepada kedudukan wanita itu sendiri, jika hanya melakukan ta’aruf tanpa dikhitbah maka boleh menerima lamaran dari laki-laki lain. Tidak seperti dalam khitbah.
Dalam tahapan khitbah terdapat larangan bagi laki-laki maupun perempuan. Jika seorang perempuan telah dikhitbah/dilamar oleh seorang laki-laki dan telah menerimanya, maka tidak boleh menerima lamaran dari laki-laki manapun. Sebelum membatalkan pinangan tersebut. Sebaliknya, seorang laki-laki pun tidak boleh meminang perempuan yang sudah dipinang orang. Itulah aturan dalam Islam.
Pada tahapan ini, khitbah atau meminang merupakan bagian dari sistem hidup. Memahami aturan dalam interaksi artinya memahami sistem hidup secara keseluruhan. Dan paling utama yang harus ada dalam diri seseorang itu pemahaman tentang akidah Islam. Karena inilah yang harus melandasi saat akan melakukan khitbah dengan tetap meletakkannya dalam kerangka untuk mewujudkan ketaatan dan ketundukkan kepada Allah Swt juga sebagai manifestasi kecintaan kepada Rasulullah saw.
"Pernikahan itu adalah sunahku (jalanku), dan barangsiapa yang tidak menyukai jalanku maka bukan termasuk golonganku."
(HR. Ibnu Majah)
Apabila menikah merupakan salah satu dari jalan Rasulullah saw, sementara langkah yang harus dilakukan itu dengan meminang (khitbah), maka harus dilakukan pinangan itu dengan disertai kesadaran ingin mengikuti langkah Nabi saw, konsekuensinya yaitu melakukan apa yang menjadi tuntunan Nabi saw. Semua bentuk yang tidak sejalan dengan jalan Rasulullah saw, hendaklah dijauhi agar terhindar dari tergelincirnya ke dalam kemaksiatan yang Allah benci. Sesuai dengan tujuan diciptakannya manusia (laki-laki dan perempuan) untuk keberlangsungan spesies manusia. (lihat QS. An Nisa': 1)
Selanjutnya memahami maksud melakukan khitbah itu adalah keinginan mewujudkan sebuah keluarga yang Allah ridhai. Karena dalam pernikahan itu bukan hanya menyatukan dua orang laki-laki dan perempuan yang menjadi pasangannya saja, namun lebih dari itu yakni, jalan mempersatukan dua keluarga besar. Dan ini haruslah menjadi jalan memperluas hubungan kekerabatan dan silaturahmi juga sebagai sarana dakwah. Disampin tujuan mulia yaitu mempunyai keturunan untuk mewujudkan generasi Islam.
Jodoh itu memang bagian dari rahasia-Nya. Semuanya tidak ada yang tahu kecuali Allah Swt. Ada peribahasa,"Jodoh itu kayak Alif, Lam, Mim, yang menunjukkan hanya Allah yang Maha Tahu." Oleh karena itu, sebagai hamba yang ta'at, hendaklah pupuk kèsabaran, ketundukan dan patuhilah apa yang menjadi qadha/ketetapan Allah Swt. Baik dan buruk menurut manusia belum tentu kebaikan atau keburukan dalam pandangan Allah.
Jangan dilupakan, apabila benar-benar sudah melaksanakan khitbah, jangan sampai ada anggapan “telah halal” dalam arti boleh berdua-duaan untuk menyiapkan proses pernikahan. Karena saat ini tidak sedikit yang kurang memahami aturan system pergaulan sesuai dengan Islam.
Wallahu a’lam bi ash shawab []