Fasilitas rumah sakit akan disediakan semaksimal mungkin agar pasien bisa dilayani dengan pelayanan terbaik, seperti yang digambarkan dalam buku Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia karya Prof. Dr. Raghib As-Sirjani.
Oleh : Emmy Emmalya (Penggiat Literasi)
NarasiPost.Com — Berdasarkan laporan Satuan Tugas Covid-19, penambahan kasus baru mencapai rekor tertinggi pada 11/12/20 yaitu 598.933 kasus. Penambahan kasus harian tersebut yang tertinggi sejak penemuan kasus pertama covid-19 di Indonesia pada awal Maret 2020.
Ini berimbas pada kekhawatiran akan bertambahnya pasien yang harus dirawat di rumah sakit. Sedangkan, saat ini ketersediaan fasilitas di rumah sakit semakin berkurang. Tren lonjakan kasus hampir merata ke daerah-daerah.
Laporan Pusat Data dan Kesehatan (Pusdatin) Kementerian Kesehatan, menyebutkan grafik rasio pemanfaatan tempat tidur isolasi dan unit perawatan intensif covid-19 di rumah sakit di Indonesia mencapai 56,74 persen. Namun, sejumlah daerah sudah melebihi ambang okupansi atau keterisian 60 persen, seperti yang disarankan WHO. (Kompas.id,30/11/20)
Keadaan layanan kesehatan saat ini semakin mengkhawatirkan karena banyaknya pasien covid-19 yang setiap hari terus bertambah.
Bahkan, disinyalir penularan covid-19 saat ini di Indonesia makin tak terkendali. Akibat lambannya pemerintah menangani virus ini sejak awal. Dengan keadaan seperti ini seharusnya pemerintah segera bergerak cepat untuk melakukan testing, tracing dan treatment.
Berdasarkan pernyataan dari ahli epidemologi, Dr. Tifa bahwa Indonesia baru 1,76 persen melakukan testing kepada rakyatnya dan hasilnya sudah mencapai 5000 kasus lebih. Padahal, ini angka testing terendah dibandingkan dengan testing yang dilakukan negara-negara lain. Sebut saja misalnya negara India yang telah melakukan testing pada 10 persen rakyatnya. Dan hasilnya mencapai angka 9 juta kasus.
Bisa dibayangkan berapa kasus real di Indonesia apabila dilakukan testing seperti di India.
Siapkah rumah sakit menampung pasien yang hampir setiap harinya bertambah?
Apalagi pasca diadakan pilkada serentak di seluruh Indonesia ditambah liburan di akhir tahun. Kedua kegiatan ini berpeluang untuk menjadi kluster baru penyebaran covid-19. Dan ini harus segera diantisipasi.
Salah Melangkah Sejak Awal
Semua ini terjadi akibat salah mengambil kebijakan sejak awal. Semestinya pemerintah segera mengisolasi pasien pertama yang terkena covid-19 di awal februari lalu. Sehingga, penyebarannya tidak akan seburuk saat ini.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Untuk saat ini, pemerintah harus segera membuat kebijakan untuk mengendalikan penyebaran virus yang semakin tidak terkendali ini.
Pemerintah harus segera melakukan testing secara cepat dan dilakukan pada seluruh rakyat Indonesia idealnya. Namun, kalaupun tidak bisa karena alasan dana tidak memadai maka setidaknya bisa men-testing 50 persen dari rakyat Indonesia. Ini dilakukan secara gratis, setelah itu baru dilakukan tracing agar penularan virus ini bisa dipetakan penyebarannya.
Inilah bobroknya sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, nyawa manusia tidak dijadikan prioritas. Yang selalu dikedepankan selalu ekonomi. Padahal, kalau saja dari awal fokus pada pemberantasan virus, maka sektor ekonomi dan sektor publik lain akan tetap bisa berjalan seperti biasa. Dan fasilitas kesehatan tidak akan terancam kolaps.
Akibat dari penerapan kapitalis ini pula akhirnya kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak pro rakyat, tapi pro para kapitalis.
Layanan Kesehatan di Masa Islam
Sesungguhnya diantara keunggulan peradaban Islam adalah karena dia menyatukan antara kebutuhan jasad dan kebutuhan ruh.
Jika kita mengetahui perlawanan Islam terhadap macam-macam penyakit dan penyebarannya, anjuran Islam untuk penanganan dan pengobatan terhadapnya, maka kita akan mengetahui prinsip-prinsip yang kuat yang menjadi landasan berdirinya peradaban Islam di bidang kesehatan.
Untuk menghadapi wabah, Islam sudah mencontohkan ketika terjadi wabah thoun. Dimana, orang sakit dan yang sehat akan dipisahkan. Sehingga, dengan adanya wabah ini tidak akan mengganggu aktivitas publik.
Ketika Islam diterapkan, keadaan rumah sakit pada masa itu merupakan tempat yang menyenangkan bagi pasien karena mereka akan diperlakukan secara manusiawi.
Fasilitas rumah sakit akan disediakan semaksimal mungkin agar pasien bisa dilayani dengan pelayanan terbaik, seperti yang digambarkan dalam buku Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia karya Prof. Dr. Raghib As-Sirjani. Dalam buku itu digambarkan bagaimana Islam menyediakan fasilitas rumah sakit di seluruh pelosok negara Islam.
Ada dua macam rumah sakit yang ada di negara Islam yaitu, rumah sakit yang permanen dan rumah sakit yang berpindah-pindah. Rumah sakit yang permanen didirikan di kota-kota, jarang sekali menemukan sebuah kota Islam, walaupun kecil, tanpa ada rumah sakit di dalamnya.
Adapun rumah sakit yang berpindah-pindah didirikan di desa-desa, padang pasir dan gunung-gunung. Sehingga, masyarakat di tempat terpencil pun bisa mengakses layanan kesehatan.
Selain itu, dalam negara Islam juga dilengkapi dengan tenaga kesehatan yang mumpuni dalam jumlah besar. Upaya mencetak kader-kader dokter pun diupayakan semaksimal mungkin. Sehingga, tidak ada peluang untuk berkurangnya tenaga medis. Tentu saja dengan biaya pendidikan kedokteran yang tidak mahal seperti saat ini. Bahkan, ketika tenaga medis itu sangat dibutuhkan negara Islam akan mengratiskan biaya pendidikannya.
Begitulah gambaran Islam dalam melindungi rakyatnya dari wabah penyakit. Karena dalam pandangan Islam nyawa manusia itu sangat berharga, sebagaimana sabda Rosulullah Saw ;
"Hancurnya dunia lebih ringan disisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim.". (Hadits riwayat An nasa'i)
Maka, dalam Islam upaya menyelamatkan nyawa manusia adalah perkara darurat yang harus segera ditangani dengan serius oleh negara. Wallahu’alam bishawab []