Politik Demokrasi, Pupuk Subur bagi Korupsi

Sistem demokrasilah yang memfasilitasi itu semua, pemilihan wakil rakyat diwarnai dengan adanya kolaborasi antara penguasa dengan pengusaha (kapitalis), yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme.

Oleh : Andi Putri Marissa, S.E
(Aktivis Muslimah dan Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.Com — Rakyat sedang melawan ancaman covid-19, mencoba bertahan hidup dengan ekonomi yang menjepit. Namun rasanya sangat menyayat hati, lantaran tempat bersandar mengkhianati. Rakyat diminta untuk 3M, namun para pejabat lantas lakukan 17M. Ya, seperti itulah meme yang tengah viral, seviral Menteri Sosial dengan entengnya menjadikan rakyat sebagai ladang bisnis demi meraih keuntungan. Tak tanggung-tangguh kesempitan rakyat dimanfaatkan untuk meraih laba yang besar. Sontak seluruh Indonesia merasa dikhianati.


Juliari Batubara, Menteri Sosial ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi covid-19, untuk wilayah Jabodetabek di tahun 2020. Juliari dengan tersangka MJS dan AW selaku pejabat pembuat komitmen di Kemensos ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Kemudian, tersangka AIM dan HS selaku pemberi suap. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut atas operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Jumat 5 Desember. (nasional.kompas.com, 06/12/20)


KPK menyebutkan total uang yang diduga diterima Juliari Batubara sebesar Rp17 miliar. Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan uang miliaran rupiah itu diterima Juliari Batubara dari fee dua periode pengadaan bansos. Periode pertama, Firli menjelaskan diduga telah diterima fee sebesar Rp12 miliar. Periode kedua, Juliari diduga turut menerima uang senilai Rp 8,2 miliar. Sungguh jumlah yang tak main-main. (news.detik.com, 06/12/20)


Ini merupakan kasus kesekian selama berjalannya pemerintahan rezim Jokowi. Juliari menjadi menteri keempat yang tersandung kasus dugaan korupsi terhitung sejak periode kepemimpinan Presiden Jokowi. Dua orang lainnya yakni eks Menpora Imam Nahrawi serta eks Mensos Idrus Marham, merupakan menteri Jokowi di Kabinet Kerja 2014-2019. Di periode kedua (2019-2024), eks Menteri KKP Edhy Prabowo dan eks Mensos Juliari Batubara.


Kasus korupsi sudah terkenal di Indonesia, ini bukan hanya masalah dibawah rezim Jokowi jauh sebelum itupun kasus korupsi sudah menjamur. KKN seperti penyakit yang tidak ada obatnya.

Politik demokrasi sarat akan unsur materialisme. Menjabat demi untung pribadi semata. Seakan balas dendam sehabis kampanye yang mengeluarkan mahar cukup besar. Dalam sistem demokrasi bukan hal yang baru lagi untuk naik mencalonkan diri harus menyiapkan dana yang tidak sedikit. Sehingga, ketika naik menjabat, waktunya kembali modal. Korupsi digalakkan, janji awal pemilu dilupakan.


Politik dalam sistem demokrasi yang asasnya adalah kedaulatan rakyat, menjadikan rakyat punya kuasa untuk menetapkan hukum dengan sistem perwakilan. Para wakil rakyat dipilih dengan kondisi pemilu yang tak lepas dari money politic. Walhasil para calon wakil rakyat perlu menyiapkan dana besar untuk meraih suara tertinggi, tak ada dana maka tak terpilih.


Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah menyebut, bahwa munculnya kasus-kasus korupsi sangat terkait dengan keberadaan para investor atau cukong politik. Mereka yang bermain dalam setiap momen pemilihan para pejabat negara, termasuk anggota dewan maupun kepala daerah. Para cukong politik ini adalah para konglomerat yang sangat berkepentingan mengintervensi proses pemilihan. Karena ada kebutuhan jaminan akan kelangsungan bisnis-bisnis mereka dari kekuasaan. Merekalah yang memasok kebutuhan dana parpol dan para pemburu kursi kekuasaan yang bertarung di ajang-ajang pemilihan.


Sistem demokrasilah yang memfasilitasi itu semua, pemilihan wakil rakyat diwarnai dengan adanya kolaborasi antara penguasa dengan pengusaha (kapitalis), yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme. Maka sangat wajar sekali peraturan mudah berubah, bahkan sering mengundang kontroversi. Apalagi jika berbicara UU Minerba, UU KPK, bahkan UU Omnibus Law yang mengundang kemarahan publik lantaran tak identik dengan kemaslahatan rakyat namun sarat akan kepentingan para pengusaha. Seakan dirasa tak cukup, memperkaya diri mereka dengan memanfaatkan kebijakan yang katanya untuk rakyat dan mendesak. Seperti pemanfaatan dana bansos, astagfirullah.

Demokrasi mengklaim bahwa kedaulatan rakyat sebagai inti, sehingga segala keputusan hukum selalu didasarkan pada prinsip suara mayoritas rakyat. Namu praktiknya, pemerintahan sering dikuasai oleh segelintir elit politik yang didukung oleh para pemilik modal. Suara mayoritas hanyalah mencerminkan suara mereka yang sesungguhnya minoritas tadi. Tidak mencerminkan suara mayoritas rakyat sama sekali.


Begitulah realitas ketika peraturan bersumber pada manusia. Maka lantas aturan apa yang pas dan sempurna untuk umat manusia? Pilihan yang tepat adalah kembali pada aturan Islam yang lahir dari Sang Pencipta alam semesta ini. Aturan yang ada dalam Islam sudah pasti benar dan tidak perlu dikoreksi lagi. Sesuai dengan zaman apa saja, dimana saja dan kepada siapa saja. Hukum Islam sudah sempurna tidak perlu ditambah atau dikurangi lagi. Sebagaimana Allah berfirman,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (Al Maidah : 3)

Dan yang paling berhak membuat hukum atau aturan untuk manusia adalah Allah ‘Azza wa Jalla, sebagaimana firman Allah dalam surat Yusuf ayat 40 ;


”Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Tidak ada hukum kecuali hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.


Maka, mengembalikan semua urusan dan persoalan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah kewajiban kaum mukmin. Artinya, Al-qur'an dan sunah wajib dijadikan rujukan kehidupan. Konsekuensinya, semua urusan kehidupan wajib diatur dengan syariat Islam.

Terlebih lagi, Allah SWT tidak memiliki kepentingan apapun melainkan kemaslahatan hamba-Nya, sebab begitulah bentuk kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Beda dengan manusia sering dipengaruhi oleh dorongan hawa nafsunya dan sarat dengan ragam kepentingan dirinya. Allahu’alam bishawab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Andi Putri Marissa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Tradisi Literasi Di Peradaban Islam
Next
Prahara Cinta (3)
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram