”Tingginya angka pengangguran di Cina disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tenaga kerja dan lapangan pekerjaan. Terlebih, saat wabah Covid-19 melanda, perekonomian Cina semakin lambat.”
Oleh. Mariyah Zawawi
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pengangguran tampaknya sudah menjadi problem di hampir semua negara. Terlebih, setelah terjadinya wabah Covid-19 beberapa tahun terakhir. Salah satu negara yang tengah mengalami problem itu adalah Cina, negara yang menjadi asal munculnya wabah Covid-19.
Angka pengangguran di Cina mengalami kenaikan pada bulan Mei sebesar 20,8%. Ini merupakan kondisi terburuk yang dialami oleh Cina. Biro Statistik Cina melaporkan, bahwa sebanyak 11 juta pemuda berusia antara 16–24 tahun menjadi pengangguran di kota-kota. Sebagian dari mereka merupakan lulusan perguruan tinggi alias sarjana. Jumlah sarjana yang menganggur ini akan meningkat karena 11,6 juta mahasiswa akan lulus tahun ini. (Cnbcindonesia.com, 31/5/2023)
Apa penyebab naiknya angka pengangguran ini? Apa yang dilakukan oleh pemerintah Cina untuk mengatasi hal ini? Bagaimana Islam mengatasi pengangguran?
Penyebab Pengangguran
Tingginya angka pengangguran di Cina disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tenaga kerja dan lapangan pekerjaan. Pada akhir tahun 1990-an, banyak perguruan tinggi dibuka di sana. Karena itu, banyak sarjana yang berhasil diciptakan.
Sayangnya, hal ini tidak sejalan dengan laju perekonomian di Negeri Tirai Bambu ini. Menurut Yao Lu, profesor sosiologi di Universitas Columbia di New York, hal ini menyebabkan tidak seimbangnya penawaran dengan permintaan terhadap tenaga kerja yang memiliki keterampilan tinggi.
Terlebih, saat wabah Covid-19 melanda, perekonomian Cina semakin lambat. Berbagai pembatasan telah dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan wabah ini. Selama tiga tahun, pemerintah Cina telah menerapkan lockdown, sehingga menyebabkan terpukulnya usaha kecil.
Pemerintah Cina pun berusaha untuk mengatasi masalah tersebut. Cara yang sudah dilakukan selama ini adalah dengan menyerap tenaga kerja dalam proyek-proyek investasinya di luar negeri, termasuk di Indonesia. Berikutnya, pemerintah Cina akan mengirim para pemuda yang menganggur ke desa-desa untuk mencari pekerjaan di sana.
Dampaknya bagi Indonesia
Tingginya angka pengangguran di Cina, membawa dampak negatif bagi Indonesia. Menurut Faisal Basri, seorang ekonom senior, Cina memiliki misi menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Karena itu, ketika melakukan investasi ke luar negeri, Cina akan membawa tenaga kerja dari negaranya. Hal ini untuk mengurangi pengangguran agar tidak membawa dampak sosial.
Karena itu, sejak Cina melakukan investasi ke Indonesia, masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Cina pun tak dapat dibendung. Berdasarkan data resmi yang diperoleh Faisal Basri, jumlah TKA Cina yang masuk ke Indonesia saat ini mencapai 80.000 orang. Ini belum termasuk tenaga kerja ilegal yang masuk selama pandemi. Saat pandemi memang banyak TKA yang masuk menggunakan visa turis, bukan visa pekerja. Karena menggunakan visa turis, para pekerja asing ini tidak terdata, sehingga tidak membayar pajak penghasilan.
Masih menurut Faisal Basri, para pekerja asing ini tidak memiliki keahlian khusus, seperti yang disampaikan oleh Menko Marves, Luhut Binsar Panggabean. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja biasa. Mereka bekerja sebagai koki, tukang bongkar muat, petugas keamanan, atau pengemudi. Ada pula yang menjadi montir, operator, manajer gudang, atau ahli statistik. Hal ini tentu mengurangi kesempatan tenaga kerja lokal untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka yang sebenarnya memiliki kemampuan sesuai dengan lowongan pekerjaan yang ada, terpaksa mengalah kepada tenaga kerja asing.
Kapitalisme Menciptakan Pengangguran
Kapitalisme merupakan ideologi yang berfokus pada materi. Kebahagiaan dalam konsep mereka adalah terpenuhinya segala kebutuhan fisik. Kebutuhan manusia ini tidak terbatas, sedangkan alat pemuas kebutuhan itu terbatas jumlahnya.
Aktivitas ekonomi dalam ideologi ini dikendalikan oleh para kapitalis atau pemilik modal. Para kapitalis ini bebas memiliki dan melakukan usaha. Prinsip ekonomi dalam ideologi ini adalah berusaha dengan modal sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Pemahaman terhadap kebutuhan manusia yang tidak terbatas, berpadu dengan prinsip ekonomi ideologi ini. Hal ini membuat para kapitalis berupaya untuk menghasilkan produk sebesar-besarnya dengan biaya serendah-rendahnya. Karena itu, mereka berusaha menemukan teknologi yang memudahkan aktivitas produksi, sekaligus mengurangi biayanya.
Ketika mesin-mesin mulai menggantikan posisi manusia, perusahaan pun merumahkan sebagian besar pekerja. Mereka yang di-PHK ini terpaksa menjadi pengangguran dan harus mencari pekerjaan baru. Jumlah pengangguran ini terus bertambah, seiring dengan semakin canggihnya teknologi yang digunakan.
Hal ini diperparah dengan upaya pemberdayaan ekonomi perempuan. Perempuan dianggap berdaya jika mampu menghasilkan materi. Dengan memiliki penghasilan sendiri, mereka tidak bergantung kepada laki-laki dan bebas menentukan nasib mereka. Meskipun, banyak juga perempuan yang terpaksa bekerja untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemiskinan sistemis akibat penerapan sistem kapitalis ini membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup hanya dengan mengandalkan gaji suami.
Kondisi seperti ini mengharuskan laki-laki untuk bersaing dengan perempuan dalam mendapatkan pekerjaan. Sayangnya, perusahaan lebih memilih perempuan untuk pekerjaan tertentu yang membutuhkan ketelatenan. Di samping itu, upah pekerja perempuan biasanya juga lebih murah dibandingkan pekerja laki-laki.
Hal ini terjadi di berbagai negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data dari BPS, hingga Februari 2023, penduduk yang bekerja mencapai 138,63 juta, sedangkan yang menganggur mencapai 7,99 juta. Mayoritas dari mereka adalah lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Padahal, mereka dididik untuk siap bekerja setelah lulus sekolah.
Cara Islam Mengatasi Pengangguran
Islam adalah agama yang sempurna. Segala penyelesaian masalah manusia sudah tersedia di dalam syariatnya. Demikian pula dalam menyelesaikan masalah pengangguran. Hal ini dapat dikaji dari solusi yang diberikan oleh Rasulullah saw. serta para khalifah pengganti beliau.
Untuk mengatasi pengangguran, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh penguasa. Pertama, menanamkan pemahaman kepada kaum laki-laki yang mampu terhadap kewajiban mencari nafkah. Jika pemahaman ini telah tertanam dalam diri, maka berbagai upaya akan mereka lakukan untuk melaksanakannya. Sebab, mereka meyakini bahwa upaya ini akan diganjar oleh Allah Swt. dengan pahala yang berlipat.
Kedua telapak tangan orang yang bekerja akan disukai oleh Allah Swt. Hal ini diungkapkan oleh Rasulullah saw. ketika berjabat tangan dengan Saad bin Muadz. Bahkan, Beliau saw. mencium kedua tangan Saad bin Muadz yang kasar karena digunakan untuk bekerja mencari nafkah bagi keluarganya.
Dorongan untuk mencari nafkah ini juga disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari.
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Artinya: "Tidaklah seseorang makan sesuap makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil jerih payahnya sendiri."
Karena itu, Khalifah Umar bin Khattab pernah mengusir orang-orang yang duduk-duduk di masjid menunggu pemberian orang lain. Mereka mengira bahwa hal itu merupakan sikap tawakal, sehingga mereka disebut sebagai mutawakkilun. Namun, menurut Khalifah Umar bin Khattab, mereka hanyalah muta'akkliun, yaitu orang-orang yang suka makan tanpa melakukan upaya apa pun.
Sedangkan perempuan tidak diwajibkan bekerja. Mereka tidak dianggap sebagai mesin penghasil uang melalui proyek pemberdayaan ekonomi. Mereka akan menjalankan tugas utama mereka sebagai ummun warabbatul bait. Jika mereka bekerja, maka hanya pada sektor-sektor yang memang dibutuhkan oleh masyarakat dan sesuai dengan kodrat mereka, seperti menjadi guru atau perawat.
Kedua, memberikan modal kepada mereka yang membutuhkan. Modal itu bisa berupa uang, barang, serta pendidikan dan keterampilan. Bagaimana dengan kondisi seperti saat ini, ketika teknologi makin canggih? Sebab, kemajuan teknologi telah membuat tenaga manusia tersingkirkan, digantikan oleh mesin dan robot. Tentu, hal ini juga akan diselesaikan secara bijak. Sebab, sistem Islam juga tetap mengikuti perkembangan teknologi. Namun, negara akan tetap mempertimbangkan agar penggunaan teknologi ini tidak menyebabkan pengangguran. Teknologi digunakan untuk membantu pekerjaan manusia, bukan menggantikan posisi mereka.
Demikianlah cara Islam dalam mengatasi problem pengangguran. Solusi yang diberikan tidak akan mampu menuntaskan problem tersebut, tanpa menimbulkan persoalan baru. Sebab, solusi itu berasal dari Rasulullah saw. yang mendapatkan wahyu dari Allah Swt., Sang Pencipta manusia.
Wallaahu a'lam bi ash-shawaab.[]
Benar mba.. kapitalisme menciptakan pengangguran..
Pengangguran termasuk salah satu masalah sistemik yang tidak hanya menimpa negeri tirai bambu tetapi menimpa negara di dunia. Maka, untuk menyelesaikan problem tersebut wajib menghadirkan solusi sistemik pula, Islam itu solusinya.
Pengangguran itu merupakan problem sistemis, yakni karena penerapan sistem kapitalisme. Jadi tidak heran jika pengangguran menjadi problem klasik yang akan terus muncul sepanjang sistem ini diterapkan. Karena problem sistemis, maka harus diselesaikan pula dengan solusi sistemis yakni dengan menjadikan ideologi Islam sebagai sebagai solusi untuk mengatur negara.
Pengangguran adalah PR yang tak pernah bisa diselesaikan dalam sistem kapitalis. Negara yang dianggap memiliki ekonomi yang kuat pun tetap memiliki PR yang sama, yaitu tingginya pengangguran. Meski mereka berupaya mengekspor tenaga kerjanya berbarengan dengan investasi di negara tujuannya. Tetap saja pengangguran itu tidak ada kata selesai. Maka hanya sistem Islam yang memiliki solusi komperhensif dalam mengatasi problematika kehidupan manusia.
Sistem ekonomi kapitalisme memang rapuh. Bahkan di negara pengemban sistem kapitalismenya sendiri. Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa hanya sistem ekonomi Islam di bawah naungan negara Islam yang mampu mengeluarkan manusia dari masalah ekonomi secara sistematis.