"Masalah janda seharusnya menjadi satu pembahasan yang memang perlu adanya campur tangan negara. Memastikan kehidupan mereka sejahtera, terjaga kehormatan lahir dan batinnya. Bukan seremonial belaka yang hanya sebuah wacana tanpa langkah nyata dari negara ataupun dunia."
Oleh. Titin Kartini
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hari Janda Internasional: 1 dari 10 Janda Hidup dalam Kemiskinan. Begitulah judul sebuah artikel yang menuliskan tentang adanya hari Janda Internasional. Tentunya, ini masih terasa asing di telinga kita.
Perayaan hari Janda Internasional sendiri diselenggarakan pada tahun 2005 untuk pertama kalinya. Baru pada tahun 2010 diajukan kepada PBB. Maka, pada tahun 2011 hari Janda Internasional diakui.
Tahun ini mengambil tema Sustainable Solution for Windows Financial Independence atau Solusi Berkelanjutan bagi Kemandirian Keuangan Janda. Dikutip dari laman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebanyak lebih dari 258 juta janda di seluruh dunia 'tak terlihat', tak terdukung, dan berjuang untuk melanjutkan hidup. Jadi secara praktis 1 dari 10 janda hidup dalam kemiskinan ekstrem.
PBB berupaya untuk mendukung kesejahteraan janda yang berasal dari berbagai pihak, maka PBB memerintahkan tiap negara untuk memastikan pemenuhan hak janda. Hal tersebut tercantum dalam hukum internasional, termasuk Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan Konvensi tentang Hak-Hak Anak. PBB dalam laman resminya menyeru untuk memastikan pemulihan prioritas kebutuhan para janda dan mendukung masyarakat lebih inklusif, tangguh, dan setara untuk semua. (cnnindonesia.com
22/6/2023)
Janda memang selalu menarik untuk dibahas. Mulai dari ketangguhan mereka berjuang sendiri untuk diri dan anak-anak, hingga stigma negatif yang kerap mereka terima. Baik janda yang ditinggal mati suaminya maupun bercerai hidup, selalu menjadi topik menarik di kalangan masyarakat. Jika pun kita bertanya pada mereka, sejatinya tak akan pernah ada seorang wanita bercita-cita menjadi seorang janda, namun takdir Yang Maha Kuasa berkehendak lain.
Kehidupan mereka yang miris memang tidak bisa dianggap enteng. Ibarat kapal yang telah patah satu sayapnya hingga tertatih-tatih untuk bisa terbang kembali. Adanya kemiskinan yang dialami para janda di seluruh dunia bukan semata karena nasib mereka, namun ini berpangkal pada sistem yang dianut oleh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Kehidupan yang keras memaksa para janda memutar otak bagaimana melanjutkan hidup tanpa pendamping. Kita tak bisa menutup mata dan telinga, ada kalanya mereka melakukan hal-hal yang haram dalam mencari nafkah. Namun, banyak pula yang tetap berjalan dalam ketaatan. Artinya, dia bekerja dengan cara halal.
Masalah janda seharusnya menjadi satu pembahasan yang memang perlu adanya campur tangan negara. Memastikan kehidupan mereka sejahtera, terjaga kehormatan lahir dan batinnya. Bukan seremonial belaka yang hanya sebuah wacana tanpa langkah nyata dari negara ataupun dunia.
Tetapi, ketika sistem yang dianut adalah kapitalisme yang tak pernah memihak kaum lemah, karena segala sesuatu hanya akan dilakukan jika menghasilkan keuntungan, maka pepatah 'bagai pungguk merindukan bulan' adalah kata yang pas untuk menggambarkan keadaan para janda saat ini. Mereka hanya memberdayakan para janda muda yang notabenenya masih mempunyai tenaga mumpuni untuk diberdayakan, misalnya dengan memberikan modal usaha. Namun, bagaimana dengan nasib janda-janda tua atau janda yang masih mempunyai anak-anak balita namun dituntut untuk bekerja? Tentunya ini semua kembali pada kepengurusan negara, yang segala sesuatu harus menghasilkan keuntungan.
Dalam pandangan Islam, janda mempunyai kedudukan yang sama dengan masyarakat lainnya, hak dan kewajiban yang sama. Rasulullah saw. memuliakan para janda. Seperti kita ketahui istri-istri Beliau adalah janda, kecuali Ummul Mukminin Aisyah r.a. Salah satu niat beliau tentunya untuk memuliakan mereka, mengangkat harkat dan derajat seorang janda, serta memberikan perlindungan lahir dan batinnya. Bukan sebagai pemuas nafsu syahwatnya, apalagi jika janda tersebut ditinggal mati suaminya dan mempunyai anak yatim.
Rasulullah saw. bersabda, "Kedudukanku dan orang yang menanggung anak yatim di surga bagaikan ini (Beliau merapatkan jari telunjuk dan jari tengahnya, namun Beliau regangkan antara keduanya)." (HR. Bukhari no.5304)
Khalifah Umar bin Khattab dalam sebuah riwayat pernah melakukan patroli dan mendapati seorang janda dan anak-anak yatim yang kelaparan. Seketika ia langsung memanggul sendiri gandum dan daging untuk mereka, serta memastikan hari-hari berikutnya mereka dalam keadaan sejahtera. Lain kisah pun tercatat, khalifah menyuapi seorang janda tua renta yang buta dengan tangannya sendiri.
Islam mempunyai aturan akan nafkah untuk para jand, baik berpisah hidup maupun kematian. Untuk janda yang berpisah karena kematian, nafkah dinisbahkan kepada keluarga suami untuk menghidupi anak-anaknya. Namun, jika tidak ada yang mampu dalam keluarga suami, maka negara mengambil alih peran tersebut. Sedangkan janda yang berpisah hidup, mantan suami tetap berkewajiban membiayai hidup anak-anaknya. Jika kewajiban tersebut dilanggar, maka negara akan memberikan sanksi yang tegas.
Di sinilah akan terlihat dan terasa kesejahteraan para janda teratasi. Namun, hal tersebut tak mungkin terlaksana dalam sistem yang bukan berasal dari Sang Pengatur hidup, Allah Swt. Selama aturan Allah dicampakkan, kehidupan mahkota tanpa nakhoda ini akan tetap dalam garis kemiskinan ekstrem.
Alhasil hanya dengan diterapkannya sistem Islam yaitu Khilafah kesejahteraan, keselamatan, dan kehormatan lahir dan batin para janda akan teratasi. Negara tidak tinggal diam, pemimpin pun bertindak secepat kilat menjadi benteng dan garda terdepan untuk seluruh rakyatnya.
Para janda akan mulia dalam naungan Khilafah, karena mereka butuh bukti nyata bukan seremonial belaka yang hanya sekadar wacana.
Wallahu a'lam bishawab[]
Semua wanita pasti tidak berharap menjadi janda. Namun ketika takdir berkata lain, maka harus diterima dengan lapang dada. Dalam sistem sekuler-Kapitalisme kehidupan janda sangat mengenaskan. Mereka harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya. Berbeda dengan sistem Islam yang akan melindungi para janda dan menanggung nafkahnya setelah ditelusuri keluarga & kerabatnya juga tidak mampu
Di sistem kapitalisme banyak banget seremonial peringatan hari ini dan itu. Namun pada kenyataannya, peringatan hari janda atau apa pun itu tidak berkorelasi dengan kesejahteraan rakyat. Sebenarnya problem utama terletak di pada tata kelola negara dalam mengurus rakyat. Percuma seremonial diperingati sepanjang tahun, tetapi hanya sebatas retorika saja tanpa aksi nyata dari negara.
Sangat sedih melihat realita saat ini. Kapitalisme yang diterapkan memaksa tiap individu, tak terkecuali janda untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya sendirian. Hanya sistem Islam yang menyejahterakan.
Dalam Islam tak perlu ada hari janda dan sebagainya. Yang penting semua kepengurusan rakyat dapat terlaksana dengan baik sesuai syariat-Nya.
Ada juga ya hari Janda, hadeeeh
Ya Allah.....Makin rindu dengan sistem Islam yang memuliakan Janda dan semua umat manusia pada tempatnya, sangat berbanding terbalik dgn sistem kapitalisme sekuler.