"Faktanya, angka pertumbuhan hanyalah aksioma keberhasilan semu, padahal tidak mencerminkan kondisi rakyatnya sudah makmur dan sejahtera."
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Krisis ekonomi sedang menghantam negara-negara besar kapitalis. Bahkan, Amerika Serikat (AS) yang dipandang soko guru kapitalis pun dalam keadaan terpuruk. Dirilis liputan6.com (13/06/2023), CEO Goldman Sachs, David Solomon membuat pernyataan mengejutkan bahwa AS sedang menghadapi situasi mirip resesi. Di kuartal pertama 2023, pertumbuhan ekonominya hanya 1,1% dan ancaman resesi akan terus terjadi hingga awal 2024.
Demikian juga negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Jerman. Dalam penelitian yang dilakukan kantor statistik Uni Eropa (UE), ada sekitar 22% dari populasi Uni Eropa berpotensi mengalami kemiskinan sepanjang tahun. Krisis energi yang berdampak pada kenaikan biaya hidup akibat tingginya inflasi, mengganggu perekonomian mereka. Jerman sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Eropa sudah menyatakan telah jatuh pada resesi di Mei 2023 lalu. (cnbcindonesia.com, 15/06/2023)
Dunia tersentak, karena kapitalis yang selama ini diagung-agungkan dan dipercaya akan membawa kemajuan ekonomi dan kesejahteraan ternyata gagal di negara-negara muasalnya. Berbagai regulasi yang dibuat tidak mampu mencegah resesi yang jarak peristiwa antartahunnya semakin pendek.
Tipuan Angka
Dalam dunia yang mengglobal, tampak kecenderungan universal dalam kedinamisan perekonomian. Isu perlambatan ekonomi akan menyebar cepat dan menjadi ancaman bagi hampir banyak negara yang terikat oleh perjanjian dan perdagangan internasional. Kepekaan para ahli ekonomi diuji untuk mengendus gejala-gejala sebelum resesi benar-benar memorak-porandakan perekonomian suatu negara.
Di saat banyak negara mencemaskan akan resesi ekonomi, Menkeu Sri Mulyani justru mengatakan sebaliknya. Dikutip dari okezone.com (01/07/2023), ia meyakini bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terkuat di dunia. Hal ini dibuktikan oleh pertumbuhan ekonomi di atas 5% selama 6 kuartal terakhir. Demikian juga lembaga dunia seperti IMF, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,0% di 2023 dan 5,1% di 2024. Sementara World Bank memproyeksikannya di 4,9% di 2023 dan 2024.
Angka proyeksi pertumbuhan Indonesia di atas, perkiraan pertumbuhan ekonomi global menurut IMF. Dalam laporan World Economic Outlook April 2023, disebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 justru diperkirakan melambat signifikan ke level 2,8%. Sehebat itukah ketahanan ekonomi Indonesia sehingga akan terwujud kesejahteraan rakyat? Ataukah daya cium terhadap ancaman resesi yang melemah? Atau ada niat terselubung demi kepentingan tertentu?
Faktanya, banyak masyarakat terutama kalangan bawah malah mengeluh karena mengalami kondisi makin sulit. Pendapatan riil turun karena kenaikan harga pangan dan berbagai kebutuhan lainnya. Daya beli masyarakat yang melemah tentunya berakibat pada kemandegan ekonomi.
Banyak korban PHK karena pabrik berhenti produksi atau melakukan relokasi membuat perekonomian bertambah lesu. Ini sebagai upaya efisiensi menyiasati kenaikan biaya produksi di tengah pasar yang kian tergerus oleh serbuan produk-produk dari luar dan tingginya biaya operasional.
Angka kemiskinan berpotensi meningkat, mereka adalah kelompok yang akan terus berkubang dengan masalah jangka pendek serta pemenuhan kebutuhan primer yang harganya semakin tidak terjangkau. BPS mencatat tingkat kemiskinan pada September 2022 meningkat. Ini tidak lepas dari kebijakan antagonis yang dibuat pemerintah. Dengan dalih pembengkakan APBN, subsidi seperti BBM dan listrik dikurangi. Sedang bantalan sosial dari pemerintah belum bisa menyentuh semua yang membutuhkan.
Banyak yang tidak bisa hidup dengan layak dan berada di bawah kondisi ketidakamanan, kecemasan akan pemenuhan kebutuhan, membesarkan anak, dan jaminan hari tua. Inilah bukti bahwa angka pertumbuhan hanyalah aksioma keberhasilan semu, padahal tidak mencerminkan kondisi rakyatnya sudah makmur dan sejahtera.
Karakter kapitalis memang bermain dengan angka-angka yang bersifat manipulatif. Tidak heran, selain pertumbuhan ekonomi muncul angka lain semisal indeks kebahagiaan, indeks toleransi, indeks pembangunan manusia. Ada istilah numbers can lie, penggunaan angka dengan tujuan menyembunyikan realitas. Padahal, untuk melihat keberhasilan negara, lihat langsung ke masyarakat lebih dekat. Apakah masih ada keluarga kelaparan, anak tidak bisa bersekolah, orang sakit tidak bisa berobat, dan cari tahu juga apakah rakyatnya bahagia?
Ekonomi yang Berkah
Sistem Islam memberikan jaminan agar setiap individu yang berada dalam wilayah Islam terpenuhi kebutuhan pokoknya. Mereka tetap memiliki ruang untuk memberdayakan diri, sehingga gharizah baqa -nya terpuaskan. Salah satunya dari perolehan kebutuhan sekunder dan tersier sesuai kebutuhan.
Dalam ekonomi Islam, negara sudah bisa dikatakan lalai jika ditemukan satu keluarga kelaparan dan tidak memperoleh layanan dari negara. Kebutuhan pokok yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan harus ada dalam tanggungan negara. Semua rakyat baik muslim maupun kafir, kaya atau miskin berhak menikmatinya. Sementara dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan, dilakukan dengan mekanisme di mana negara berkewajiban membuka lapangan pekerjaan agar kaum laki-laki yang menjadi tulang punggung keluarga bisa bekerja.
Jika ada seseorang atau keluarga fakir miskin lalu tidak ada kerabat yang bisa menanggung, akan diberi bantuan dari baitulmal yang memiliki banyak sumber pemasukan, di antaranya dari pengelolaan sumber daya alam (SDA). Dengan konsep ini, negara dengan SDA berlimpah seharusnya mampu menyejahterakan rakyatnya. Pengelolaan SDA juga tidak dieksploitasi berlebihan yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat. Dalam perspektif Islam, SDA adalah milik rakyat yang pengelolaannya harus demi kemakmuran rakyat.
Negara mengatur pengelolaan dan pendistribusian kekayaan. Pengelolaan harta mencakup pemanfaatan dan pengembangan. Tidak ada perolehan, pengembangan, dan pemanfaatan harta haram baik oleh individu, kelompok, termasuk negara. Pembelanjaan diurutkan berdasarkan prioritas wajib, sunah dan mubah. Dengan demikian, negara memiliki prioritas dalam pembangunan. Tidak akan mengorbankan kepentingan rakyat banyak, demi proyek mercusuar hanya untuk ambisi dan gengsi penguasa.
Aktivitas ekonomi bersifat riil dan memiliki efek langsung bagi peningkatan taraf ekonomi dan kesejahteraan masyarakat seperti pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Landasannya adalah surah Al-Baqarah ayat 275. Tidak ada pasar keuangan seperti dalam sistem kapitalis, sehingga penerapan ekonomi Islam tidak akan memajukan sektor riil secara eksploitatif. Dari pengembangan berbagai sektor inilah kegiatan ekonomi akan berkembang maju dan menjadi sumber penghasilan untuk menopang keluarga dan negara.
Khatimah
Itulah gambaran ekonomi Islam yang dapat mewujudkan kesejahteraan, kemandirian, bahkan keberkahan. Selama masih menggunakan sistem kapitalis, krisis akan terus berulang. Angka pertumbuhan bisa dimanfaatkan negara lain atau lembaga keuangan untuk terus memberi utang yang ujungnya makin menjerat. Masyarakatnya jadi terbuai, tidak menyadari sudah berada dalam penjajahan yang mengancam kedaulatan negara.
Syariat Islam di bidang ekonomi akan menjawab atas krisis dan kebuntuan yang terjadi selama ini. Allah menjamin akan memberi jalan keluar jika penguasa dan rakyatnya berpegang teguh untuk menerapkan sistem Islam. Allah Swt. berfirman, “Siapa saja yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar dan rezeki dari arah yang tidak terduga." (TQS. At Thalaq: 2-3)
Wallahu a'lam bishawab[]
beginilah jadinya, jika sekularisme mengatur urusan kehidupan..
Sistem kapitalisme akan terus sibuk bermake up agar tetap terlihat cantik. Tapi akhirnya bakal ambruk. Tugas kita membuka kedoknya agar wajah buruknya terlihat nyata. Jazaakunnalloohu khoiron katsiron bagi yang berkenan membaca.
Betul, pertumbuhan ekonomi dalam sistem kpitalisme hanya diutak-atik dari angka. Pertumbuhan ekonomi sering diklaim meningkat, tetapi tidak beriringan dengan kesejahteraan rakyat. Ya, wajar saja karena kesejahteraan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi, bukan dari terpenuhinya kebutuhan dasar per individu.
Data dan fakta dilapangan sering tidak terjadi sinkronisasi, hal biasa dalam sistem sekuler-kapitalisme. Hanya demi ambisi mendapat predikat negara yang sukses pertumbuhan ekonominya. Padahal rakyat tidak butuh angka-angka tapi aksi nyata pemenuhan kebutuhannya secara merata.
Tak ada dampak dari pertumbuhan ekonomi bagi yang jelata. Yang ada makin hari kehidupan makin sulit dirasakan. Harga barang makin naik, sementara tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan. Malah kebanyakan pedagang pun hampir rata semua mengeluh sepi. Kapitalisme hanya jadi biang kerok kerusakan. Maka kembali pada sistem Islam adalah satu-satunya jalan, agar hidup sejahtera dan berkah.
Betul, sistem ekonomi Islam mampu mengatasi berbagai krisis. Inilah keagungan Islam yang tidak pernah dimiliki oleh mabda yang lain.
Pertumbuhan ekonomi hanya hitungan belaka di era kapitalis. Nyatanya rakyat semakin menringis dan kritis. Hanya Islam sistem yang akan menentramkan umat secara menyeluruh tanpa pilih-pilih.
Benar sekali. Angka pertumbuhan hanyalah aksioma yang tidak bisa dijadikan standar rakyat sejahtera. Karena faktanya, semakin tahun beban rakyat semakin besar.