Penghapusan Denda Pajak untuk Ringankan Beban Rakyat, Mungkinkah?

”Solusi ini adalah solusi parsial dan terkesan absurd karena kenyataannya kesulitan ekonomi bukan terjadi akibat adanya pungutan pajak atau pandemi tapi akibat dari kebijakan yang bersifat sistemis.”

Oleh. Suryani
(Kontributor NarasiPost.Com & Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Makin hari kondisi ekonomi masyarakat bukannya membaik, tetapi dirasakan bertambah sulit. Hal tersebut hampir terjadi pada semua kalangan masyarakat, terlebih yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Akibatnya, banyak rakyat yang tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar pajak.

Menyikapi persoalan di atas, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bandung memberikan kemudahan berupa penghapusan sanksi administrasi denda pajak hingga nol persen kepada masyarakat yang wajib pajak. Hal itu berlaku dari mulai Juni hingga 30 September mendatang. Kebijakan ini dibuat dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi terlebih semenjak gempuran wabah Covid, ungkap Kepala Bapenda Erwan Kusumah Ermawan kepada awak media. (Cyber88.co.id, 16/6/2023)

Pajak merupakan pungutan wajib dari rakyat kepada negara. Uang yang dibayarkan akan masuk ke dalam pos pendapatan negara dan dipakai untuk membiayai belanja pemerintah pusat maupun daerah. Karena sifatnya wajib, maka masyarakat yang tidak membayar pajak akan dikenai sanksi administratif berupa denda.

Masalahnya, ketika kondisi ekonomi kian melemah, di mana daya beli masyarakat menurun jangankan untuk membayar pajak, buat makan sehari-hari saja sangat sulit. Sehingga wajar pendapatan negara dari pajak pun akhirnya tidak sesuai dengan yang ditargetkan. Karena itu lahirlah kebijakan penghapusan denda pajak yang diharapkan mampu meringankan kesulitan rakyat. Solusi ini adalah solusi parsial dan terkesan absurd karena kenyataannya kesulitan ekonomi bukan terjadi akibat adanya pungutan pajak atau pandemi tapi akibat dari kebijakan yang bersifat sistemis.

Sejatinya, yang diharapkan rakyat bukan sekadar menghapus denda pajaknya saja, melainkan pajaknya itu sendiri. Karena hal itu sangat membebani rakyat, apalagi ketika kondisi ekonomi sangat sulit dengan naiknya berbagai kebutuhan pokok, mahalnya biaya berobat, serta pendidikan. Dalam hal ini bisa dikatakan, pajak adalah bentuk kezaliman penguasa terhadap rakyatnya. Betapa tidak, di tengah impitan ekonomi yang menyusahkan tersebut, warga harus terbebani iuran pajak yang wajib dilunasi. Padahal, tugas pemerintah adalah mengurusi urusan rakyatnya, memenuhi segala kebutuhan dan mempermudah setiap urusannya, bukan malah menambah daftar panjang kesusahan rakyatnya. Namun itulah kenyataan yang lazim terjadi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme sekuler, di mana sumber pemasukan negara hanya didapat dari pajak dan utang. Sedangkan sumber-sumber lain yang jauh lebih strategis malah diserahkan kepada swasta dan asing. Padahal ekonomi yang tumbuh dari pajak akan menjadi bubble economic, kelihatan besar tapi akan mudah hancur.

Berbeda jika sistem Islam yang diterapkan. Penguasanya akan berfungsi sebagaimana mestinya, yakni mengurusi rakyat, memenuhi kebutuhan, dan memudahkan urusan rakyatnya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.
"Imam/pemimpin adalah raa'in (pengurus/penggembala) rakyatnya, dan dia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari)

Maka dari itu, pemimpin dalam Islam senantiasa berusaha untuk meringankan kesulitan dari setiap individu rakyatnya, tidak menzalimi dengan kebijakan yang menambah kesusahannya, mereka menyadari bahwa amanah kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Apalagi pajak bukanlah sumber utama pendapatan negara. Bahkan, semenjak Rasulullah saw. menjabat kepala negara belum ditemukan satu riwayat pun bahwa beliau memungut pajak kepada rakyatnya terlebih dalam kondisi sulit. Pernah juga ada satu riwayat yakni seorang pegawainya yang berada di perbatasan daulah terdengar meminta pajak, maka Rasulullah segera menegurnya seraya bersabda:
"Tidak masuk surga pemungut cukai." (HR. Ahmad)

Hadis ini menegaskan keharaman memungut pajak secara permanen, baik itu kepada orang kaya atau miskin. Jika pun ada pungutan dalam Islam, sifat dan mekanismenya berbeda dengan pajak saat ini yang dinamakan dharibah. Dharibah ini dipungut ketika kondisi kas negara benar-benar dalam keadaan kosong sementara kemaslahatan umat harus terjamin dengan sejumlah biaya yang juga harus disiapkan. Dharibah ini bersifat sementara hingga urusan publik terpenuhi dan tidak semua warga negara dimintai iuran, tapi hanya diminta dari warga muslim kaya saja.

Pendapatan negara dalam Islam bukan dari pajak apalagi berutang yang mengandung riba, tetapi didapat dari banyak sumber, di antaranya SDA yang dikelola negara. Misalnya, pertambangan emas, batu bara, nikel, minyak bumi, gas, dan lain-lain. Atau hasil laut, hutan, mata air, juga sumber-sumber lain yang merupakan harta milik umum yang semua hasilnya dikembalikan hanya untuk kepentingan masyarakat. Selain dari pengelolaan SDA, pendapatan negara yang disimpan di baitulmal didapat dari jizyah, fai, kharaj dan zakat. Dari situlah semua pembiayaan negara didapatkan.

Dari semua pos-pos tersebut negara akan sangat mampu membiayai semua kebutuhan negara tanpa harus memungut pajak. Kondisi ini akan kembali terwujud manakala Islam dan syariatnya diterapkan di tengah umat. Dan yang bisa mewujudkannya adalah pemimpin yang ditunjuk syarak untuk menjalankan tugas pemerintahan dan urusan publik berdasarkan arahan Allah dan Rasul-Nya. Karena tugas utama penguasa adalah mengurusi urusan umat baik itu kebutuhan pokok maupun yang lainnya. Semua harus dipenuhi negara, sehingga rakyat benar-benar tidak terbebani dengan hal-hal yang menjadi tanggung jawab pemimpin karena negara benar-benar hadir untuk mengayominya.

Maka dari itu, tidak ada pilihan lain bagi umat kecuali ikut bersama-sama berjuang untuk tegaknya Islam di muka bumi ini. Yakni dengan senantiasa menyeru tentang kebobrokan kapitalisme dan wajib menjaga kemuliaan Islam. Sebab tidak ada ideologi apa pun di dunia ini yang mampu menandingi ketinggian serta kemuliaan Islam. Sebagaimana yang disabda Rasulullah saw.
"Islam itu agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari pada Islam.” (HR. Baihaqi)

Wallahu alam bi ash-sawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Suryani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kesendirian yang Tak Perlu Terjadi
Next
Aborsi Marak, Sistem Liberalisme Biang Kerok!
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Bilhaq
R. Bilhaq
1 year ago

pajak memang sangat memberatkan rakyat..

Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 year ago

Betul sekali. Haram hukumnya memungut pajak secara permanen, baik itu kepada orang kaya atau miskin. Di Islam adanya dharibah. Dharibah ini dipungut ketika kondisi kas negara benar-benar dalam keadaan kosong. Itu!

Dyah Rini
Dyah Rini
1 year ago

Memang benar pajak dalam sistem saat ini berbeda dengan dharibah dalam sustem Islam. Dharibah diberlakukan jika benar- benar situasi genting, baitulmal dalam kondisi kosong/ tidak cukup memenuhi kebutuhan rakyak. Pemberlakuannya pun hanya bagi orang- orang yang mampu saja. Ketika kebutuhan sudah terpenuhi maka dharibah pun dicabut. Sungguh sangat agung sustem Islam

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Benar sekali. Pajak bukan satu-satunya beban rakyat. Beban utama ada karena diterapkan sistem ekonomi kapitalisme dan sistem lain yang berbasis sekuler.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

Pajak tetaplah menjadi beban bagi rakyat. Sistem yang jauh dari kata berkah

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram