"Sebetulnya nasib para janda terpuruk karena hidup dalam sistem sekuler kapitalis. Sistem yang mengagungkan materi dan menempatkan para pemilik modal pada puncak tertinggi dalam strata masyarakat."
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pemandangan umum di negara kita, seorang janda yang ditinggal mati atau dicerai, harus bekerja keras bahkan ketika masih dalam masa iddah. Di antaranya, ada yang terpaksa bekerja demi kelangsungan kehidupannya bersama anak-anak. Janda cerai pun terpaksa pasrah menerima nasib, tatkala mantan suami berlepas tangan dari kewajiban memberi nafkah pada anak-anak yang ada dalam pengasuhan mantan istrinya.
Beban semakin berat saat sudah menjadi tulang punggung keluarga, masih harus menerima pandangan negatif dari masyarakat. Janda dianggap memiliki kedudukan lebih rendah, sering dicurigai pengganggu suami orang.
Beberapa kisah pilu para janda pernah muncul di media. Di Surabaya, Supriyatin janda miskin dengan lima anak dan tiga di antaranya masih kecil. Ia terpaksa mencuri beras 10 kg untuk menyambung hidup diri dan anak-anaknya. Di Purworejo, janda miskin bernama Mahmudah yang juga tuna rungu dan tuna wicara harus bekerja setelah dicerai suaminya. Di rumah reyot bersama kedua anaknya menjalani kehidupan yang sangat getir. Bekerja sebagai pembuat besek dari anyaman bambu tanpa penghasilan tetap tentu tidak akan bisa memberi kehidupan yang layak.
Hari Janda Internasional
Para janda menderita tidak hanya di Indonesia. Di banyak negara, tidak sedikit para janda tidak bisa memperoleh warisan, terusir dari rumah, dipisahkan dari anak-anaknya. Dirilis oleh Cnnindonesia.com (23/06/2023), 1 dari 10 janda di seluruh dunia ada dalam kondisi kemiskinan ekstrem.
Atas usulan The Loomba Fondation, sebuah organisasi berbasis di India mengusulkan Hari Janda Internasional. Tahun 2005 dirayakan pertama kali kemudian ditetapkan secara resmi oleh PBB pada 2011, setiap 23 Juni. Dengan itu, negara harus berupaya membantu para janda berdaya agar bisa menghidupi diri sendiri dan keluarganya. Mereka bisa mengakses kesempatan untuk mengembangkan diri, memperoleh pekerjaan layak dengan upah yang setara.
The Loomba Foundation adalah organisasi yang didirikan Shrimati Pushpa Wati Loomba yang juga seorang janda. Pushpa Wati berjuang membesarkan anak-anaknya agar mereka tetap memperoleh pendidikan terbaik. Salah seorang putranya Raj dan istrinya terinspirasi oleh perjuangan ibunya lalu mendirikan The Loomba Foundation.
Tahun 2023, tema yang diusung adalah Sustainable Solutions for Widows Financial Independence atau Solusi Berkelanjutan bagi Kemandirian Keuangan Janda. Ada lebih dari 258 juta janda di seluruh dunia harus memperoleh dukungan untuk dapat melanjutkan hidup yang sejahtera dan tidak boleh mendapat perlakuan diskriminatif.
Dulu dan Sekarang
Lalu bagaimana nasib para janda setelah lebih dari 10 tahun diperingati? Jika dicermati, tidak ada perubahan signifikan malah mereka kerap menjadi korban eksploitasi industri-industri dengan pemberian upah yang jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi berpotensi menjadi korban pelecehan seksual.
Indonesia sendiri mengalokasikan bantuan untuk para janda namun sangat minim. Pada 2022, Kemensos memberikan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp651.000 per bulan untuk janda. Bantuan ini diberikan pada 334.000 orang. Padahal jumlah janda yang membutuhkan lebih dari angka tersebut.Pada 2022 saja angka perceraian mencapai 516.334 kasus.
Para janda malah didorong untuk menghidupi dirinya sendiri agar memiliki kemandirian finansial. Padahal bagi janda yang memiliki anak, berdiri pada dua kaki sebagai ibu dan perempuan bekerja tidaklah mudah. Apalagi bagi yang berpendidikan rendah serta tidak memiliki keterampilan, sulit mendapat pekerjaan atau hanya masuk pada sektor nonformal dengan upah dan perlindungan yang minim.
Sebetulnya nasib para janda terpuruk karena hidup dalam sistem sekuler kapitalis. Sistem yang mengagungkan materi dan menempatkan para pemilik modal pada puncak tertinggi dalam strata masyarakat. Kebijakan negara bisa disetir untuk kepentingan segelintir orang ini yang menguasai sebagian besar kekayaan salah satunya bersumber dari pengelolaan sumber daya alam (SDA). Akibat pengambilalihan kepemilikan umum oleh swasta, negara menjadi mandul dalam melayani rakyat termasuk para janda.
Keadaan para janda semakin terdesak saat kebutuhan dasar seperti listrik, gas, atau BBM dicabut, sementara pajak dinaikkan. Otomatis berdampak pada kenaikan berbagai produk yang dikonsumsi sehari-hari. Bisa dipahami, mengapa para janda yang seharusnya ditolong negara malah diajak mandiri? Mereka menjadi beban jika tidak bekerja, sehingga harus didorong terlibat menopang ekonomi keluarga sekaligus negara.
Islam Memuliakan Janda
Rasulullah saw. menganjurkan para lelaki untuk menikahi perempuan perawan. Beliau bersabda, "Kenapa engkau tidak menikahi yang masih gadis sehingga engkau bisa bermain dengannya dan ia bermain denganmu (saling cumbu-cumbuan), engkau membuatnya tertawa dan ia membuatmu tertawa?” (HR. Muslim)
Namun beliau tidak memandang rendah pada para janda. Terbukti di antara istri-istrinya, hanya Aisyah yang dinikahi dalam keadaan perawan. Beliau tidak membedakan mahar untuk janda atau perawan. Rasulullah memberikan 20 ekor unta sebagai mahar untuk Khadijah. Kepada Saudah binti Zum’ah, diberikan mahar 400 dirham. Jumlah yang sama diberikan kepada Aisyah.
Pengurusan para janda ini juga dilanjutkan oleh para khalifah. Di era kepemimpinan Abu Bakar, beliau sering mengunjungi para janda untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan mereka. Bahkan ada janda tua yang hidup seorang diri didatangi Abu Bakar yang membantu membersihkan rumahnya. Demikian juga Umar bin Khattab pernah memanggul gandum untuk janda tua yang sedang kelaparan bersama anak-anaknya.
Kisah-kisah di atas menunjukkan perhatian pemimpin muslim pada para janda. Secara umum, Islam melindungi para janda melalui mekanisme berlapis agar bisa hidup layak. Negara memastikan pemenuhan hak-hak janda oleh kerabatnya. Seperti pemenuhan nafkah oleh mantan suami kepada anak-anaknya yang ada dalam pengasuhan mantan istrinya. Termasuk tanggungan kerabat suami bagi janda yang ditinggal mati. Jika nafkah dari jalur kerabat tidak memungkinkan, akan menjadi tanggungan negara.
Poligami juga salah satu solusi, terutama bagi istri yang ditinggal suami karena syahid di medan perang. Seperti Asma binti Umais, istri Ja’far bin Abu Thalib yang gugur saat perang Mu’tah. Asma termasuk perempuan pertama yang masuk Islam dan ikut berhijrah ke Habasyah bersama Ja’far kala itu. Ia kemudian dinikahi oleh Abu Bakar.
Dalam sistem Islam, kerabat menjadi bantalan pertama untuk menjaga kehormatan seorang janda. Jika kerabat tidak mampu, negara yang menanggung misal dengan memberi tunjangan dari baitulmal yang powerfull karena memiliki banyak sumber pemasukan. Layanan pendidikan dan kesehatan dijamin negara, sehingga para janda tidak perlu mengkhawatirkan kelanjutan pendidikan anak-anaknya serta akses layanan kesehatan. Demikianlah jika Islam diterapkan secara kaffah atau sempurna, perlindungan pada para janda bisa optimal.
Berbeda dengan nasib para janda dalam sistem sekuler kapitalis. Mereka dibiarkan berjuang sendiri, bahkan negara tidak peduli ketika para janda menggadaikan tubuh demi mengais rupiah. Malahan diberi sebutan berprofesi sebagai pekerja seksual. Sudah saatnya derita para janda diakhiri dengan penerapan sistem Islam secara paripurna.
Wallahu a'lam bishawab[]
Ada ceremonial hari janda untuk apa jika para janda tak bahagia?
Hanya Islam yang mampu menyejahterakan manusia termasuk para janda.
sistem kapitalis memang membuat kaum Muslimin terpuruk ..
Saat ini banyak peringatan hari-hari yang dianggap penting tapi sebenarnya tidak membawa perubahan. Bukan ini yang sejatinya diharapkan masyarakat.
Janda itu hanya sebagian kecil yang menderita akibat penerapan sistem kapitalisme. Sebenarnya seluruh masyarakat juga menjadi korban kezaliman sistem ini. Hanya dalam sistem Islam, para janda dan rakyat pada umumnya akan merasakan kesejahteraan.
Janda hanya terbela ketika islam diterapkan
Kaget mendengar pas tahu ada peringatan hari janda sedunia. Apa betul dg begitu mereka peduli akan nasib janda yg seaungguhnya. Ilusi ........buktinya kian hari makin byk janda yg berjuang bekerja ke dalam hingga ke LN demi sesuap nasi. Di mana seharusnya hajat hidup mereka di tanggung oleh keluarga dan negara.
Hanya sistem Islam yang melindungi kehormatan wanita, termasuk kesejahteraan janda. Tidak seperti sistem kapitalis, yang memandang rendah janda, bahkan mengeksploitasi, hingga harus mandiri menanggung beban nafkah diri sendiri dan anak-anaknya.
Betul. Aturan tentang masa 'iddah detail sehingga perempuan memperoleh haknya. Saat ini perempuan yang dicerai hidup saja banyak yang menderita. Menanggung hidup anak-anaknya sementara mantan suami berlepas tangan. Sudah jatuh tertimpa tangga, boro-boro dilindungi negara, malah didorong harus kerja agar mandiri
Sistem kapitalis tidak memuliakan janda.